Minggu, 29 Juni 2025

Transformasi Peran Perempuan Indonesia: Menelusuri Sejarah Dan Tantangan

Disusun Oleh:
Isna Alfiyani
PK IMM FIK UMS

Peran perempuan dalam sejarah indonesia telah menjadi sebuah narasi yang kaya dan beragam. Pandangan terhadap peran perempuan pun terus mengalami perubahan di setiap zamannya.  Dari masa pra-kolonial hingga era modern, perempuan indonesia telah mengalami transformasi yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Namun dengan adanya pandangan dan penilaian terhadap perempuan ini menjadikan perempuan justru menjadi maju, perempuan indonesia telah menunjukkan kekuatan, ketahanan, dan kontribusi yang tak terbantahkan terhadap pembangunan negara.

Sebelum kedatangan bangsa eropa, perempuan indonesia memiliki peran yang cukup signifikan dalam masyarakat, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam kehidupan masyarakat secara umum. Mereka sering kali terlibat dalam perdagangan, pertanian, dan produksi kain serta kerajinan tangan. Namun,  pada masa ini juga perempuan juga menghadapi beberapa tantangan umum terkait dengan status sosial dan patriarki, karena pada masa ini peran laki-laki adalah sebagai pemegang kekuasaan yang tinggi dan mempunyai pengaruh yang besar juga dibandingkan dengan perempuan, perempuan sering kali memiliki peran yang terbatas dalam pengambilan keputusan penting di keluarga maupun masyarakat, akses perempuan dalam mendapatkan pendidikan formal pun sangat terbatas. Kasus pernikahan pada masa itu seringkali terjadi pada perempuan usia muda baik melalui perjodohan, keputusan keluarga maupun lainnya yang akhirnya hanya akan merugikan pihak perempuan seperti dengan adanya kasus poligami atau bahkan terkait dengan pemberian mahar yang tidak sesuai.

Selama masa penjajahan belanda, perempuan indonesia mengalami berbagai dampak, termasuk dalam hal ekonomi dan sosial. Mereka sering kali menjadi pekerja rumah tangga di rumah-rumah belanda atau bekerja di sektor pertanian. Setelah kemerdekaan indonesia pada tahun 1945, perempuan indonesia mulai aktif terlibat dalam perjuangan nasional dan berperan dalam membangun negara. Peran mereka tidak hanya terbatas pada rumah tangga, tetapi juga mulai muncul dalam bidang politik, pendidikan, dan ekonomi. 

Selama masa pemerintahan soekarno dan awal orde baru, perempuan indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam memperoleh kesetaraan gender dan hak-hak mereka. Meskipun demikian, ada kemajuan dalam hal pendidikan dan kesempatan kerja bagi perempuan, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah juga memiliki perngaruh yang signifikan terhadap kehidupan perempuan seperti dengan adanya program KB, program ini menjadikan perempuan sebagai target pertama untuk mendapatkan KB yang tepat  dan pengambilan keputusan yang sesuai dalam penggunaan alat kontasepsi. Selain itu juga pemerintah pada masa orde baru menekankan pentingnya peran perempuan dalam kodratnya sebagai ibu rumah tangga. Sejak awal tahun 2000-an, Indonesia telah melihat peningkatan kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender dan perlindungan hak-hak perempuan. Undang-undang yang mendukung hak-hak perempuan telah diperkenalkan, dan semakin banyak perempuan yang terlibat dalam politik, bisnis, dan lembaga-lembaga publik. Dunia politik juga muali diaktifkan oleh perempuan dimana perempuan mempunyai haknya sebagai pemilih maupun sebagai kandidat dan beberapa perempuan juga sudah mampu menduduki posisi tinggi di pemerintah maupun organisasi internasional hak-hak perempuan yang lain pun terus berlanjut termasuk hak dalam mendapatksn perlindungan dari kekerasan maupun perlindungan ham lainnya  perempuan Indonesia saat ini memiliki akses yang semakin besar terhadap pendidikan, pekerjaan, dan kesempatan lainnya. Meskipun demikian, masih ada tantangan yang perlu diatasi, seperti kesenjangan gender, kekerasan terhadap perempuan, dan ketimpangan dalam partisipasi politik.

Di era sekarang ini pandangan terhadap perempuan mengalami perubahan  yang sangat  signifikan walaupun berbagai tantangan dan ketidaksetaraan gender masih ada. Namun, dengan adanya tantangan tersebut justru menjadikan perempuan semakin maju dan membuktikan bahwa penilaian kesetaraan gender tentang laki-laki dan perempuan itu salah. Di era modern ini juga sudah banyak ditemukan gerakan–gerakan perempuan yang mempunyai tujuan yaitu sebagai pemberdayaan dan perjuangan hak-hak mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Perempuan era modern juga sudah banyak yang terdorong untuk memasuki dunia pendidikan, tak jarang di temukan juga saat ini banyak perempuan yang sudah menempuh pendidikan yang tinggi dan karirnya yang mapan. Bahkan bidang yang sebelumnya di dominasikan oleh laki-laki seperti teknologi, sains, bisnis sudah banyak di  masuki oleh perempuan. Hal ini lah yang akhirnya dapat membuktikan bahwa perempuan juga mampu berperan lebih dari laki-laki dan perempuan juga mulai dapatkan menangkis terkait penilaian yang ada di masyarakat terkait dengan perannya dengan laki laki.

Sejarah dan tantangan perempuan tentu akan selalu berlanjut dari masa kemasa bukan hanya akan berakhir di era saat ini saja tapi juga akan ada tantangan-tantangan yang lainnya lagi yang mana tantangan tersebut justru mampu membuka mata masyarat tentang bagaimana kesetaraan gender yang sebenarnya. Dan tentunya dengan semakin majunya perempuan bukan berarti nilai laki-laki akan turun tapi juga justru dapat menjadikan bahan manfaat laki-laki untuk memajukan generasi mendatang.

Editor: Tessa Amelia F.W.


Sabtu, 28 Juni 2025

Eksistensi Kesehatan Mental dalam Perspektif Kesehatan Global


 Disusun Oleh :
Rossana Mutia Azzahra
KAMA IMM FIK

Kesehatan mental merupakan hal yang kerap menjadi perbincangan dalam lingkup orang dewasa muda. Berbeda dengan lansia dan anak-anak yang kurang memperhatikan kesehatan mental. Padahal kesehatan mental memiliki kedudukan yang sama dengan kesehatan fisik yang membuat keduanya kerap kali disangkut pautkan. Kesehatan mental berhubungan dengan perilaku individu sedangkan kesehatan fisik berhubungan dengan kondisi tubuh individu.

Dalam lingkup kesehatan, fisik dan mental merupakan dua hal yang saling berdampingan. Memiliki arti yang sama dengan jiwa dan raga, rohani dan jasmani, mental dan fisik merupakan dua komponen utama dalam diri manusia. Keduanya saling terikat dan berkesinambungan, saling berdampak bagi satu sama lain, dan berorientasi pada satu sistem yaitu otak. Ketika salah satunya terganggu maka yang lain akan mendapat sinyal tertentu sebagai tanda adanya ketidaksesuaian dalam tubuh.

Arti sehat dalam cakupan luas tidak melulu tentang keadaan fisik, baik yang dapat dilihat indera manusia maupun yang memerlukan bantuan alat. Pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 dikatakan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dimana fisik, mental, dan sosial seseorang memungkinkannya untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis. Sedangkan keadaan dimana tubuh tidak berjalan sesuai fungsinya, atau bahkan tidak menjalankan fungsinya disebut dengan gangguan kesehatan.

Di Indonesia, angka gangguan mental emosional pada orang dewasa mencapai 11,6% yang mencakup gangguan kecemasan dan depresi. Yang artinya terdapat 1.740.000 dari 150.000.000 orang dewasa yang mengalami gangguan mental tersebut. Data tersebut diambil dari Data Riskesdas pada tahun 2007.

Melihat fakta diatas dapat diketahui bahwa di Indonesia banyak terdapat penderita gangguan mental. Sudah semestinya masalah kesehatan mental digagas dan ditindaklanjuti. Namun nyatanya kesehatan mental masih kurang mendapat perhatian dan salah penanganan. Minimnya pengetahuan akan kesehatan mental pada masyarakat membuat masalah ini belum juga teratasi. Masyarakat kerap mengaitkan gangguan kesehatan mental dengan keberadaan makhluk halus, atau supranatural dan kondisi tersebut dianggap sebagai ‘aib’ yang harus disembunyikan. Oleh sebab itu, pandangan atau perspektif masyarakat terhadap masalah kesehatan mental harus diubah agar penanganan kesehatan mental dapat menjadi prioritas global.

Pemahaman mengenai kesehatan tak luput dari keadaan mental. Mental yang sehat pada diri manusia yang normal akan menunjukkan sikap dan tingkah laku yang sesuai norma kehidupan dan dapat diterima oleh masyarakat, sehingga tercipta hubungan yang baik antara diri sendiri dan orang lain (Kartono, 1989). Kesehatan mental merupakan keadaan dimana seseorang mampu mengatasi masalah-masalah dalam kehidupan tanpa mengalami tekanan (stress).

Menurut Karl Menninger, orang yang bermental sehat akan mampu menahan diri, memikirkan perasaan orang lain, menunjukkan kecerdasannya, dan bersikap hidup bahagia. Sehingga dengan mental yang sehat hubungan dengan lingkungan juga akan baik. Hal tersebut sesuai dengan konsep Person in Environtment, yang mana dijelaskan bahwa lingkungan dan keberadaan individu akan saling mempengaruhi. Kondisi lingkungan akan membawa dampak sehingga akan terjadi perubahan pada individu tertentu, dan juga kehadiran individu akan menciptakan kondisi yang dinamis untuk lingkungan.

Keadaan dimana seseorang sulit beradaptasi dengan kondisi disekitarnya disebut dengan gangguan kesehatan mental. Ketidakmampuannya dalam menyelesaikan masalah akan membuatnya stress dan membuat mental individu menjadi lebih rentan terhadap ganguan kesehatan mental. Apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka individu dapat dinyatakan terkena gangguan kesehatan mental.

Ada banyak jenis gangguan kesehatan mental. Diantaranya ialah gangguan mood (Mood Disorder), gangguan kecemasan (Anxiety Disorder), depresi, gangguan kepribadian (Personality Disorder), gangguan psikotik (Psychotic Disorder) seperti Skizofrenia, gangguan makan (Eating Disorder), gangguan disosiatif (Dissociative Disorder), stress response syndrome, stress pasca-trauma (Post Traumatic Stress Disorder), gangguan kontrol impuls dan kecanduan (Impulse Control and Addition Disorder), dan obsessive-compulsive disorder (OCD). Tiap-tiap jenis gangguan kesehatan mental memiliki faktor penyebab dan ciri masing-masing sehingga cara penanganannya juga berbeda-beda.

Saat ini, gangguan kesehatan mental masih kurang mendapat perhatian dan penanganan yang baik. Masyarakat seolah tak acuh terhadap masalah kesehatan mental. Dilihat dari banyaknya kasus gangguan kesehatan mental membuktikan bahwa edukasi tentang kesehatan mental masih kurang. Terdapat 8,9% dari jumlah penduduk berusia 75 tahun keatas mengalami depresi, yang mana memang pada usia tersebut dianggap rentan terhadap gangguan kesehatan mental. Pada tahun 2018 menurut data Riskesdas, gangguan mental emosional ditemukan pada lebih dari 19.000.000 orang yang berusia lebih dari 15 tahun. Sedangkan, dengan usia yang sama terdapat lebih dari 12.000.000 orang mengalami depresi, dan angka penderita gangguan kesehatan mental masih terjadi peningkatan pada setiap tahunnya di Indonesia.

Persepsi masyarakat terhadap kesehatan mental di Indonesia juga masih dinilai buruk. Penanganan yang tidak menyenangkan terhadap penderita gangguan kesehatan mental juga sering ditemukan seperti adanya tindakan pasung dan suntik asal-asalan. Angka orang yang pernah atau sedang dipasung dinilai cukup tinggi, yaitu sebanyak 14,3% atau sekitar 57.000 orang. Angka korban pemasungan di pedesaan sebanyak 18,2%, 7,5% lebih banyak dari pada jumlah angka pemasungan yang terjadi kota besar. (Riset Kesehatan Dasar, tahun 2013). Kekerasan fisik dan emosional juga dilakukan terhadap penderita gangguan kesehatan mental yang menunjukkan bahwa masyarakat memang masih kurang peduli terhadap masalah kesehatan ini.

Kurangnya kepedulian masyarakat berhubungan dengan pengetahuan dan sikap masyarakat kepada penderita gangguan kesehatan mental. Pengetahuan dan sikap yang baik akan berpengaruh pada proses penyembuhan. Saat ini, sebagian masyarakat beranggapan bahwa orang dengan gangguan kesehatan mental tidak dapat disembuhkan. Ditambah lagi tindakan keluarga dan masyarakat sekitar yang menyebut mereka dengan sebutan orang gila, mengucilkan mereka, dan menutup akses dalam berinteraksi terhadap lingkungan sekitar. Hal tersebut menyebabkan penderita yang sedang dalam tahap pemulihan mengalami stress berkelanjutan bahkan membuat gangguan kesehatan mental penderita kambuh lagi. Kejadian tersebut dialami secara berulang dan terus menerus sehingga penderita memiliki kemungkinan yang kecil untuk disembuhkan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan dan sikap yang buruk masyarakat dapat menghambat proses penyembuhan pada penderita gangguan kesehatan mental.

Sementara itu, eksistensi kesehatan mental dapat ditemukan dimana saja baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Sehingga semakin besar pula kemungkinan terjadinya masalah kesehatan mental. Buruknya pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penderita gangguan mental menjadi penyumbang terbesar rendahnya pemahaman tentang kesehatan mental. Di samping itu, ternyata kemajuan teknologi juga membawa dampak buruk terhadap pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan mental. Terutama dialami oleh remaja dan dewasa muda. Banyak informasi tentang kesehatan mental yang dapat diterima melalui internet. Hal tersebut memicu terjadinya self-diagnosis. Self-diagnosis merupakan keadaan dimana seseorang mendiagnosis diri secara mandiri menggunakan pengetahuan atau informasi yang dimiliki. Self-diagnosis sebenarnya adalah asumsi pribadi yang kemungkinan salah dan menyebabkan kekhawatiran berlebihan. Kekhawatiran tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan.

Dampak buruk teknologi terhadap kesehatan mental juga dirasakan mereka yang mendapat perlakuan buruk melalui media sosial. Banyak pengguna media sosial mendapat Cyberbullying baik dari orang yang dikenal maupun tidak dikenal. Cyberbullying merupakan bentuk bully atau perundungan yang dilakukan menggunakan teknologi digital di dunia maya. Tindakan tersebut dilakukan secara berulang dengan tujuan membuat korban merasa takut, marah, dan malu. Dampak cyberbullying terhadap kesehatan mental yaitu timbulnya trauma pada korban, hilangnya rasa percaya diri, depresi, gangguan kecemasan yang dapat memicu tindakan percobaan bunuh diri.

Dari contoh-contoh kasus yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari tersebut menunjukkan bagaimana rentannya eksistensi kesehatan mental di masyarakat. Maka untuk meningkatkan eksistensi kesehatan mental di masyarakat perlu dibangun perspektif yang baik terhadap kesehatan mental. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengetahuan yang komprehensif tentang kesehatan mental sehingga mampu mewujudkan perilaku dan tindakan penanganan yang sesuai dengan kebutuhan penderita gangguan kesehatan mental.

Maka perlu digarisbawahi bahwa pengetahuan akan kesehatan mental membawa seseorang dalam bersikap dan menyikapi masalah kesehatan mental. Pengetahuan tersebut juga akan membuat seseorang berpikir akan kesehatan  mental pada dirinya sendiri dan lingkungannya. Salah satunya dengan penerapan etika bersosial media sebagai upaya dalam pencegahan masalah gangguan kesehatan mental. Terakhir bahwa pengetahuan tentang kesehatan mental akan menuntun seseorang dalam berperilaku kepada penderitanya. Kesemuanya itu secara menyeluruh akan membentuk personalitas individu, khususnya dalam hal kesadaran eksistensi kesehatan mental.

Jadi, pengetahuan tentang kesehatan mental diperlukan sebagai landasan dalam membentuk personalitas dalam diri individu. Personalitas individu-individu akan membentuk karakter atau kepribadian komunitas dan masyarakatnya. Sedangkan perspektif, wawasan dan kepribadian komunitas dan masyarakat tentang eksistensi kesehatan mental pada suatu negara pada akhirnya akan mempengaruhi eksistensi kesehatan mental dalam perspektif kesehatan secara global baik dalam lingkup kejadian di alam nyata maupun fakta kejadian di dunia internet.

Editor : Tessa Amelia F.W.