[1] J. Difrancisco-Donoghue, J. Balentine, G. Schmidt, and H. Zwibel, “Managing the health of the eSport athlete: An integrated health management model,” BMJ Open Sport Exerc Med, vol. 5, no. 1, Jan. 2019, doi: 10.1136/bmjsem-2018-000467.[2] J. Howarth, “How Many Gamers Are There? (New 2024 Statistics),” Exploding Topics. Accessed: Apr. 16, 2024. [Online]. Available: https://explodingtopics.com/blog/number-of-gamers[3] D. Harianda and P. A. G. Lupiya, “Manajemen Kesehatan Atlet E-Sports,” Cermin Dunia Kedokteran, vol. 50, no. 8, pp. 447–450, Aug. 2023, doi: 10.55175/cdk.v50i8.668.[4] W.-K. Lam, R.-T. Liu, B. Chen, X.-Z. Huang, J. Yi, and D. W.-C. Wong, “Health Risks and Musculoskeletal Problems of Elite Mobile Esports Players: a Cross-Sectional Descriptive Study.,” Sports Med Open, vol. 8, no. 1, p. 65, May 2022, doi: 10.1186/s40798-022-00458-3.[5] R. F. F, “ONIC Esports Punya Pelatih Fisik di MPL ID S10, Apa Saja Latihannya?,” GRID GAMES.ID. Accessed: Apr. 16, 2024. [Online]. Available: https://www.google.com/amp/s/games.grid.id/amp/153462817/onic-esports-punya-pelatih-fisik-di-mpl-id-s10-apa-saja-latihannya[6] M. Kollat, “Esports Exercise and Diet Plan by Head of Performance at EXCEL ESPORTS,” T3.com. Accessed: Apr. 17, 2024. [Online]. Available: https://www.t3.com/features/the-best-esports-exercise-and-diet-plan-by-head-of-performance-at-excel-esports[7] A. Golby, “How Fitness Exercises Can Boost Your Esports Training,” myprotein.com. Accessed: Apr. 23, 2024. [Online]. Available: https://www.myprotein.com/thezone/training/fitness-exercises-esports-training/[8] M. Hohn, “Intensive training schedules in esports for amateur and semi-pro leagues: a challenge with opportunities,” Linked in. Accessed: Apr. 23, 2024. [Online]. Available: https://www.linkedin.com/pulse/intensive-training-schedules-esports-amateur-semi-pro-manu-h%C3%B6hn-1mhpe[9] O. Leis, M. Watson, L. Swettenham, I. Pedraza-Ramirez, and F. Lautenbach, “Stress Management Strategies in Esports: An Exploratory Online Survey on Applied Practice.”
IMM FIK UMS 2023/2024
Kritis, Kreatif, Inovatif... Menolak Tunduk dan Bangkit Melawan...!! Fastabiqul Khairot..!!!
Rabu, 24 April 2024
Apakah Atlet E-Sport Membutuhkan Program Preventif Untuk Mencegah Gangguan Musculoskeletal ?
Jumat, 29 Desember 2023
“Mengusahakan Muatan
Intelektual Kader Ikatan pada Era Distrupsi”
Pimpinan Komisariat IMM FIK
2021/2022
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan salah satu organisasi ortonom Muhammadiyah
yang mewadahi pergerakan mahasiswa berasaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. IMM memiliki tujuan “Mengusahakan
terbentuknya Akademisi Islam yang Berakhlak Mulia dalam rangka mencapai Tujuan
Muhammadiyah”. Sebagai organisasi yang mewadahi pergerakan mahasiswa dan
terkenal akan sebagai cendekiawan berpribadi sesui dengan gagasan salah satu
kader senior IMM, IMM memiliki cakupan
yang tertuang dalam tri kompetensi dasar IMM, yaitu religiusitas,
intelektualitas, dan humanitas, sehingga kader IMM memiliki tanggung jawab terhadap
tiga bidang tersebut. Berdasarkan SPI baru kader IMM juga harus memiliki tauhid
atau pemahaman agama yang kaffah dan iternalisasi pemahaman-pemahaman
Muhammadiyah, memiiki intelektual yang berkualitas dengan nalar-nalar kritis
yang bersih tanpa membawa sebuah kepentingan, dan memiliki jiwa sosial yang
besar. Maka dari itu, meskipun berada pada era distrupi, kader IMM diharapkan
dapat menjadi generasi tajdid dengan intelektul yang berpegang teguh pada
Al-qur’an dan As-Sunnah.
Intelektualitas
kader IMM dapat diartikan sebagai kader menggunakan kecerdasannya untuk
bekerja, belajar, membayangkan, menggagas, dan menjadi penjawab zaman yang
semakin tidak menentu arah gerakannya. Di dalam SPI telah tertuang muatan
intelektual untuk mengarahkan apa saja yang dapat dijadikan targetan untuk
melahirkan kader yang berkualitas. SPI menjelaskan bagaimana metode perkaderan
untuk menjawab tuntutan zaman yang semakin berkembang pesat. IMM tidak lagi
kondusif jika perkaderan yang diusung
tetap sama dari zaman ke zaman sehingga menyebabkan kemrosoan minat mahasiswa
untuk menjadi kader IMM. Berkaca pada tujuan IMM “terbentuknya akademisi islam
yang berakhlak mulia…..” yang pastinya nilai jual yang di tawarkan IMM mulai
tidak menarik karena pembawaan IMM yang monoton dengan hanya penyampaian dengan
kajian, ceramah, diskusi, dan pemberian materi tanpa penjelasan mengapa kita harus mempelajari itu.
Kemajuan
teknolgi yang pesat diambah adanya pandemi memberikan dampak baik dan buruk
kepada tingkat intelektualitas mahasiswa. Dampak baik teknologi memberikan
kemudahan informasi kepada mahasiswa untuk mendapatkan bahan-bahan tugas,
sedangkan dampak buruknya memberikan orientasi praktis sehingga menimbulkan
menurunnya tingkat literasi mahasiswa. Hal ini ditemukan dalam diri kader
sekarang yang lebih memikirkan seberapa besar manfaat organisasi bagi dirinya,
seberapa menyenangkan organisasinya, dan kenyamanan apa saja yang kader
dapatkan.
Menilik
dari fenomena orientasi pemikiran kader yang terdampak teknologi dan pandemi
sehingga banyak sekali kader yang mulai menjauhi IMM karena terlalu islami dan
terkungkung dalam ranah kemuhammadiyahan. Bukan hanya dilihat dalam perilaku
kader, tetapi terbukti pada masa pandemik semua perkaderan dialihkan pada
online yang sangat membosankan dengan hanya mendengarkan dan menerima tanpa ada
arahan untuk mempelajari materi-materi yang perlu didapatkan kader. Disini
kader tercetak secara instans sehingga banyak hal muatan seperti materi pokok
ideology, materi keorganisasian atau kepemimpinan, materi wawasan (kapita
selekta), materi terapan, dan materi muatan lokal yang luput dalam pendalamnya
mau dari pra DAD, saat DAD, dan pasca DAD. Disinilah Ikatan perlu memperbaharui
bagaimana cara penyampaian materi agar dapat tertanamkan dalam diri kader,
bukan hanya dari segi materi tapi juga pemahaman secara kaffah.
Penurunan
minat kader di tunjang dengan kurangnya komunikasi secara kultural antara
pengurus dan kader IMM, membuat kemistri yang ingin dibangun sangatlah sulit.
Secantik apapun perkaderan yang disusun jika pada akhirnya pengurus tidak
melakukan stategi cantik dalam berkomunikasi, kader akan mencari kenyamannya
diorganisasi lain. Padahal Universitas Muhammadiyah Surakarta memiliki banyak
organisasi mahasiswa dari tingkatan Universitas UKM hingga tingkatan program
studi. Sehingga IMM dituntut harus pintar dalam menawarkan sebuah benefit yang
berbeda dengan organisasi lain sehingga eksistensi IMM tidak akan pernah pudar.
Kenyataannya,
bisa kita lihat IMM mulai kalah dalam menggait mahasiswa karena stigma yang
terbangun dikalangan mahasiwa IMM merupakan organisasi yang sangat
tersistematis dan kental akan religiusitas sehingga banyak mahasiswa takut memulai
karna takut terjebak pada lingkaran perkaderan yang terlalu rumit dan bahasan
yang terlalu agamis. Padahal jika berlandaskan SPI baru perkaderan IMM dijelaskan
secara terperinci yang mana perkaderan sangat simple. Hanya saja kader IMM
minimal mulai mengenal muatan materi sebagai pengantar untuk lebih dalam
mengenal arah gerakan IMM sehingga terbentuklah intelektual kader yang terarah.
Kita perlu mengubah stigma IMM yang dipandang menerapkan perkaderan yang rumit
dengan mengenalkan, bahwa perkaderan IMM di setting sedemikian rupa semata-mata
untuk mencetak kader berkualitas. Seperti kata KH. Ahmad Dahlan yang menyatakan
bahwa kader adalah “Jantung dari organisasi”. Lemah atau kuatnya
pergerakan sebuah organisasi dilihat dari seberapa kuat kader organisasi
tersebut sehingga KH. Ahmad Dahlan beserta teman sejawatnya membuat perkaderan
yang memiliki arah gerak yang jelas supaya terbentuklah kader Muhammadiyah yang
unggul dan berkualitas yang mampu menjadi regenerasi gerakan Muhammadiyah. Begitupun
yang diterapkan di IMM yang nantinya bukan hanya untuk regenerasi ikatan
atau organisasi tapi untuk bangsa dan agama.
Permasalahan
lain dalam diri kader yang semakin menyarang, dengan berhentinya kader untuk
menghidupkan ikatan, contoh yang sangat dekat dengan akar rumput rahim
perkaderan saja seperti kader yang mulai kehilangan niat dan minat untuk
melanjutkan menjadi pengurus tingkat komisariat periode 2. Hal ini berdampak pada
keberlangsunagan figur-figur IMM yang mulai berkurang yang menimbulkan
mahasiswa baru menjadi enggan untuk bergabung. Seperti observasi yang saya
lakukan dari 3 tahun terakhir sehingga mendapatkan kesimpulan, dari mahasiswa
baru yang terdaftar kurang lebih sebanyak 600 mahasiswa yang mendaftar IMM
hanya 5% dari jumlah mahasiswa dan yang berhasil untuk melewati masa pra DAD ke
DAD kurang lebih hanya 10-20 mahasiswa. Hal ini perlu menjadi bahan evaluasi
dan intropeksi IMM, apa yang sebenarnya perlu diperbaharui atau hal yang perlu
ditinjau kembali. Agar terlahir metode baru yang dapat menghidupkan IMM ke
dalam masa kejayaannya kembali.
Perlu
adanya metode terbaharu yang mulai menjawab tantangan zaman dalam segi
perkembangan teknlogi maupaun hal tak terduga speerti pandemi, IMM dituntut
berfikr cepat utuk merumuskan kembali metode perkaderan yang jauh lebih mudah
diterapkan dan dapat mengembangkan apa yang di butuhkan kader bukan hanya yang
di butuhkan ikatan. Menurut pandangan saya dengan kemajuan teknologi yang pesat
metode perkaderan dapat memanfaatkan cara yang mudah diakses dan dipandang
menyenangkan, seperti mengadakan kajian isu terkini dibarengi dengan healing.
Seperti yang menjadi trending pada masa kini bahwa mahasiswa sangat terpaku
pada healing sehigga IMM dapat memanfaatkan hal tersebut untk sedikit demi
sedikit memasukkan muatan intelektual kepada diri kader. Jika penanaman dilakukan
dengan metode ini dirasa sangat menjajikan untuk tingkat keberhasilannya karena
fokusan yang akan didpaatkan menjadi lebih menyennagkan.
Pembaharuan
metode perkaderan bukan hanya untuk kader pra DAD saja tapi kader paska DAD dan
pengurus, karena pada era distrupsi orientasi mahasiswa berubah drastis yang
menjadikan kapasitas kader yang naik pengurus idealnya telah mampu membimbing
kader untuk melanjutkan menjadi egurus malah sebaliknya. Maka dari itu, Perlu
ditekankan bahwasannya perkaderan di IMM bersifat continue atau berkelanjutan, jika kita analogikan sebuah rumus
perkaderan IMM dapat disamakan dengan deret geometri tak hingga yang banyak
deret bilangan tak terbatas (tak terhingga). Model pengkaderan IMM termaktub
dalam buku Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) 2011 ataupun dalam buku Sistem
Pengkaderan Ikatan (SPI) yang terbaru. Buku tersebut menjelaskan dari
historikal pengkaderan IMM hingga menjelaskan perlu adanya refleksi yang
mendalam agar dalam model pengkaderan tidak kehilangan 4 substansi penting,
yaitu IMM sebagai Organisasi Kader, Kepribadian IMM, Gerakan Ide atau Ilmu, dan
Menegakkan nilai-nilai Kemanusian yang menjadi arah kiprah IMM
Perkaderan
yang tersistematik memudahkan kita menentukan targetan muatan intelektual kader
yang perlu di kantongi sehingga akan mencetak kader-kader IMM yang sesuai
dengan tujuan maupun ideology IMM itu sendiri. Penanaman muatan intelektual dan
ideology IMM kepada kader dapat dilakukan saat pertama kali memperkenalkan IMM,
saat kader mengikuti Darul Arqom
Dasar, dan setelah Darul Arqom Dasar.
Dijelaskan
pada SPI baru kapasitas Intelektual yang perlu dikantongi kader pada setiap
fasenya secara garis besar memahami materi ideology (Islam, Kemuhammadiyahan,
dan ke-IMM-an), materi keorganisasian (secara struktural dan manajemen
organisasi), materi wawasan (kapita selekta atau pengetahuan secara umum),
materi terapan (dapat menganalisis isu yang sedang berkembang, memenejemen
konflik, dan strategi influencer),
dan materi muatan lokal (kader dapat mengembangkan dirinya sesuai potensi yang
dia miliki).
Semua
ini dapat tercipta dengan membangun pola komunikasi yang asik dengan
menyelipkan nilai-nilai intelektual IMM, mengenalkan pergerakan melalui
aplikasi self healing dengan memberikan motivasi sesuai
permasalahan yang dihadapi individulisasi kader dengan menggunakan nilai–nilai
perkaderan IMM yang menjanjikan model perkaderan untuk menmbuat wadah peminatan
kader yang memberikan kader ruang untuk mengembangkan potensinya.
“Setiap organisasi memilki cirri khas pengkaderan sendiri, begitupula dengan instruktur yang memiliki diskursusnya masing-masing” Ahmada 2020
---ABADI PERJUANGAN---
Senin, 25 September 2023
TENTANG PERJALANAN KAMI: AMI 2020
“BINTANG
TERTUTUP TABIR”
Oleh: IMMawati Ahmada Norma Syinta
Perkembangan dunia yang
dinamis membuat kami kesusahan dalam mengambil sikap dan memanfaatkan sesuatu. Banyak
pertimbangan yang dipikirkan hingga lupa apa prioritas yang perlu di utamakan. 2020
bukanlah tahun yang baik untuk kami hadapi banyak perubahan besar yang
menggeser keyakinan kuat kami menjadi sebuah ketakutan sehingga membekukan
langkah di awal kehidupan baru kami. Tidak ada generasi yang ingin dipandang
buruk, meski memang itu kekurangan yang kami alami tapi hal tersebut tidak
membuat kami mundur. Kami tetap teguh dalam mengambil langkah dan gejolak
keinginan yang kuat mendorong kami tetap terus melanjutkan tekad kami, dengan
minimnya komunikasi dan pengalaman empiris untuk menjalani fase berat kami.
Fase dimana kami tidak
saling mengenal dan menjalani proses panjang tanpa tahu harus perpegang pada
siapa, tidak ada yang begitu kuat untuk menjadi penguat dan tempat bersandar
hanya usaha pimpinan yang membuat kami tahu harus bagaimana walaupun terlihat
tak kasat mata. Posisi kami yang kurang manguntungkan membuat kami sadar tidak
sepatutnya generasi setelah kami merasakan betapa sulit yang kami hadapi.
IMM yang kami maknai
bukan sekedar organisasi yang kami masuki tapi menjadi sebuah keluarga,
saudara, dan teman yang menemani kami berproses selama kader dan melewati
periodesasi 1. Kami yang penuh keraguan melangkah menjadi pimpinan, dipaksa mampu untuk menjadi seorang kakak
dimana kami juga masih ingin merasakan diayomi, dikader, dan diberi pengertian
tapi pada akhirnya semua itu tidaklah secara maksimal kami dapatkan.
Dinamika angkatan 2020
pada periode 1 kepemimpinan memberikan efek syok kepada kami yang baru saling
mengenal dan bertemu siapa saja teman kami rintangan besar apa yang akan
dihadapi didepan kami. Tidak ada hal yang dapat terpikirkan dibenak kami saat
itu, yang kami pikirkan hanyalah cara bertahan, menambah ilmu, dan mendapat benefit dari IMM. Tapi ternyata IMM
tidak sesederhana itu, kami menyadari banyak hal yang kami lewatkan dan tidak
kami dapatkan ketika menjadi calon pimpinan. Ilmu yang seharusnya dapat matang
dan terimplementasikan saat pimpinan justru baru kami dapatkan saat pimpinan. Sekompleks
itulah hal yang kami hadapi terlebih kami yang belum bisa berkumpul full team saat membuat forum.
Rintangan awal itu
hanyalah sebagian kecil yang kami hadapi tapi ada hal yang membuat kami lebih
terdewasakan oleh keadaan yaitu ketika laporan pertanggungjawaban. Kami tidak
bisa menolong satu sama lain, saat itu kami
termenung terbujurkaku menyaksikan teman kami hingga dia terluka begitu berat.
Kami menyadari banyak hal yang perlu kami refleksikan, ditengah kegaduhan ini
kami mendapat kabar teman seperjuangan kami pindah.
Merefleksikan hal yang
banyak membawa kami pada sebuah keputusan untuk berkumpul serta membahas apa
yang perlu dipersiapkan untuk periode 2. Tapi kesedihan menghinggapi kami karna
ada yang harus meninggalkan kami bersembilan karena alasan yang tidak bisa kami
bantah, dengan keputusan mereka kami menghargai apa yang diputuskan dan ambil.
Akhirnya dengan segala resiko yang ada kami bertekad melanjutkan ke pimpinan 2.
Bagi angkatan kami yang
lemah secara kuantitas dan kualitas, dasar kesadaran itulah mejadikan tekad
kami untuk saling mengguatkan dan melengkapi. Meskipun, realitanya kami tidak
bersama-sama lagi untuk saling menguatkan. Kami mulai takut dan meragukan
apakah kami bisa membimbing angkatan 2021.
“Dengan
membulatkan tekad kami, ternyata dapat melewati hingga sejauh ini” ucap
salah satu dari kami. Ntah seberapa berat hal yang telah kami lewati untuk
melawan diri senidri, dosen, teman, dan orang tua kami demi dapat melanjutkan
tampuk kepemimpinan Ikatan ini. Meski belum maksimal kami berharap bukan hal
jelek yang diingat dari angkatan kami . Jika dikatakan kami tidak memiliki target
pada periodesasi kedua, aku bisa katakana “ya”
dan “tidak” karna target kami adalah dapat memberikan contoh bahwa saling
memahami, berkomunkasi, saling menguatkan, dan membangun antar angkatan maupun
dalam angkatan adalah kunci dalam mempertahankan ikatan. Kami hanya ingin
menjadi contoh kongkrit dan refrensi rasa syukur angkatan setelah kami serta
refleksi semangat untuk memperjuangkan ikatan dan nilai-nilai didalamnya.
Kami ucapkan terima
kasih atas segala kesempatan yang telah diberikan oleh Alumni serta kakak-kakak
sebelum kami yang telah membimbing dan mempercayakan tampuk kepemimpinan meski
kami tahu banyak kekurangan. Kami bukanlah angkatan yang lemah tapi kami
angkatan yang sadar akan kekurangan kami sehingga kami bisa menjadi salah satu
contoh agar angkatan kedepan jauh lebih baik dari kami.
Harapan kami curahkan
kepada tampuk kepemimpinan yang akan datang semoga kalian dapat jauh lebih baik
dan dapat memperbaiki apa yang belum atau tidak dapat kami lakukan selama 2
periode di Komisariat. Salam hangat kami untuk kalian angakatan 2021 & 2022
semoga amanah, dalam mengemban amanah
serta mencetak kader-kader yang luar biasa.
Kami merupakan bintang
yang tertutup tabir proses kamilah yang kami banggakan bukan torehan prestasi
yang dapat kami tampilkan meski demikian inilah usaha maksimal kami, jika amanah dapat memilih orang yang salah
tapi nyatanya pepatah selalu berkata amanah tidak pernah berlabuh pada pundak
yang salah, Kami angakatan AMI 2020 pamit undur diri. Jika kalian bertanya
kami menjawab jika kalian butuhkan kami ada itulah kami AMI 2020 KOMISARIAT IMM
FIK.
#Pengalaman
Empiris #Ahmada Norma Syinta #Husna Khonsya Rosyada #Uswatun Hasanah #Klarisa Salsa Bila Maharani #Kharina Indira Astuti #Rewita Putri Denaru Kelimari #Ruzain
Zarir Syaifullah Ahmad |
#Londita
Remanda #Dhesy
Hamdan Lafaiz #Mayra
Rizky Susanti #Sisilia
Hani Oktavira #
Auliaa Ghozi Raid Ma’ruf |
Rabu, 13 September 2023
Kajian Akademi Isu
KAJIAN AKADEMI ISU
Speak Up and Make a Change: Titik temu Transportasi dan Tantangan dalam Sistem Kesehatan dalam RUU Omnibuslaw
Disusun Oleh :
Bidang Hikmah PK IMM FIK
Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Periodesasi 2022/2023
BAB I
LATAR BELAKANG
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu yang telah memberikan rahmat dan nikmat- Nya kepada kita, sehingga kita dapat hadir dalam Rapat Paripurna DPR RI hari ini dalam rangka pengambilan keputusan atas penetapan RUU tentang Kesehatan sebagai RUU Usul Inisiatif DPR. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shollallahu 'Alaihi Wasallam, insan pilihan yang mengkhidmat kebijaksanaan dan kesalehan sosial sebagai tuntunan untuk memanusiakan manusia dalam bermasyarakat dengan berkeadilan dan kesejahteraan. Sebagai salah satu upaya mewujudkan amanat konstitusi, pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang merata, adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan upaya untuk menjamin akses kesehatan yang merata bagi semua penduduk dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
Indonesia sebagai negara berkembang masih dihadapkan pada masalah rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan belum mampu menjawab kompleksitas penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang semakin tergantung pada teknologi kesehatan yang semakin mahal dan rumit. Sistem pelayanan kesehatan yang padat teknologi dan semakin mahal menuntut penanganan yang profesional yang diselenggarakan oleh institusI diselenggarakan oleh institusi yang handal dan menuntut metode penyelenggaraan yang mampu bekerja efektif, efisien, dan sekaligus memuaskan.
Penyusunan RUU tentang Kesehatan yang dibahas dengan metode omnibus law mewajibkan harus dilakukan secara menyeluruh, teliti, dan melibatkan pemangku kepentingan terkait (meaningful participation) sehingga tidak ada pengaturan yang luput dan kontradiksi. Jangan sampai sebuah UU baru diundangkan sudah diuji ke MK atau tidak lama kemudian harus direvisi atau bahkan menimbulkan kontroversi dan polemik yang berl seperti UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Penyusunan RUU tentang Kesehatan seharusnya mencakup seluruh perbaikan dalam sistem kesehatan di Indonesia, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
RUU Omnibus Law Kesehatan sering kali menjadi perdebatan hangat dan kontroversial karena dampaknya yang luas terhadap sistem kesehatan dan masyarakat secara keseluruhan. Biasanya, RUU semacam ini berusaha untuk menyederhanakan regulasi, merampingkan proses perizinan, meningkatkan investasi, dan mempercepat pembangunan infrastruktur kesehatan. Namun, mereka juga bisa memiliki konsekuensi yang kompleks dan berpotensi controversial.
RUU Omnibus Law Kesehatan diajukan dengan tujuan untuk mengubah dan menyederhanakan regulasi terkait dengan sektor kesehatan. Namun, RUU semacam ini sering kali menjadi perdebatan yang kontroversial karena dampaknya yang luas. Oleh karena itu, pemateri diharapkan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang latar belakang RUU ini, termasuk alasan mengapa RUU ini diajukan, konteks sosial dan politik di baliknya, serta perdebatan yang muncul. Tujuan utama dari kajian ini adalah untuk memberikan pemahaman yang jelas tentang RUU Omnibus Law Kesehatan kepada para peserta untuk menyajikan informasi yang akurat dan objektif tentang RUU ini, termasuk analisis terperinci mengenai perubahan-perubahan yang diusulkan dan implikasinya terhadap sektor kesehatan, praktisi kesehatan, dan masyarakat umum.
Isu-Isu utama yang akan diahas pada kajian isu kali ini meliputi perubahan dalam peraturan perizinan, peningkatan investasi di sektor kesehatan, dampak terhadap layanan kesehatan masyarakat, hak akses terhadap pelayanan kesehatan, serta implikasi bagi tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. dalam analisis kajian ini mencakup studi literatur, penelitian empiris, analisis kebijakan, wawancara dengan pemangku kepentingan, atau pendekatan lain yang relevan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. UU NO 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN
Perawat menurut UU 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
Pelayanan Keperawatan dalam UU 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.
dibentuk Undang-Undang tentang Keperawatan untuk memberikan kepastian hukum dan pelindungan hukum serta untuk meningkatkan, mengarahkan, dan menata berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan Keperawatan dan Praktik Keperawatan yang bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Undang-Undang ini memuat pengaturan mengenai jenis perawat, pendidikan tinggi keperawatan, registrasi, izin praktik, dan registrasi ulang, praktik keperawatan, hak dan kewajiban bagi perawat dan klien, kelembagaan yang terkait dengan perawat (seperti organisasi profesi, kolegium, dan konsil), pengembangan, pembinaan, dan pengawasan bagi perawat, serta sanksi administratif.
A. Pasal 18 tentang STR :
a. Ayat 1 Perawat yang menjalankan praktik wajib memiliki STR
b. Ayat 4 STR berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 tahun
Kebijakan Pemberlakuan surat tanda registrasi (STR) bagi perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan diberlakukan sehubungan dengan dikeluarkannya Standar Kompetensi Perawat Indonesia oleh PPNI melalui Surat Keputusan Ketua Umum nomor 024/PP.PPNI/SK/K/XII/2009, tentang Standar Kompetensi Perawat Indonesia. Kebijakan ini didukung terutama dengan dikeluarkannya Permenkes No. 46 tahun 2013 dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
Dengan adanya standar kompetensi tersebut, maka diharapkan perawat yang telah memiliki STR memiliki kompetensi yang sesuai dengan yang seharusnya. Disamping itu, STR juga sebagai jaminan legalisasi setiap tindakan keperawatan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimilikinya.
Masalah yang dihadapi oleh banyak lulusan saat ini adalah lambatnya proses pengeluaran STR, dan ribetnya prosedur pengurusan STR, hal ini mengakibatkan setelah lulus perkuliahan, perawat cenderung menganggur cukup lama, karena tidak bisa bekerja bila belum memiliki STR. Sedangkan syarat untuk perpanjangan STR yang harus dilakukan setiap 5 (lima) tahun, pemerintah memberlakukan kebijakan adanya pencapaian satuan kredit profesi (SKP) sebanyak 25 skp melalui partisipasi perawat dalam kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan serta kegiatan ilmiah lainnya sesuai dengan bidang tugasnya atau profesinya.
Menurut Undang-Undang No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, penerbitan STR adalah merupakan wewenang Konsil Keperawatan. Namun saat ini, Konsil Keperawatan belum terbentuk, sehingga penerbitan STR bagi perawat masih merupakan tanggung jawab Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), yang pengajuannya dapat dilakukan melalui Majelis Tenaga Kesehatan Propinsi (MTKP) daerah domisili perawat. Dengan adanya prosedur demikian, yaitu melalui Majelis Tenaga Kesehatan Propinsi, penerbitan STR menjadi terkesan lambat, dimana MTKP harus menginput data dan memverifikasi, kemudian mengirimkan softcopy dan pas foto ke MTKI, kemudian menunggu persetujuan dari MTKI yaitu dengan dikirimkannya Surat Tanda Registrasi tersebut ke propinsi untuk dapat diambil yang bersangkutan.
Perlunya disusun regulasi yang baru terkait penerbitan STR, menunggu Konsil Keperawatan terbentuk. Saat ini sudah diberlakukan registrasi online, namun dikarenakan perawat tetap harus melapor setelah registrasi online, serta MTKP tetap harus menunggu pengiriman STR dari MTKI, maka prosedur tetap lambat. Oleh karena itu, perlu diberlakukan suatu kebijakan waktu pengurusan STR sejak perawat melakukan registrasi online sampai STR dapat diambil dari MTKP.
Peninjauan ulang kebijakan pencapaian SKP, dikarenakan tidak tepat menjadi standar pemberlakuan pencapaian standar kompetensi keperawatan. Disamping itu, sebaiknya dilakukan pengawasan penerbitan sertifikat sertifikat oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk mencegah terjadinya penerbitan sertifikat tanpa dihadiri oleh perawat yang bersangkutan dan diadakan kebijakan standarisasi biaya seminar/workshop/pelatihan sehingga tidak memberatkan perawat serta meningkatkan minat untuk update ilmu.
2. Pasal 314 RUU Kesehatan Omnibuslow
Isu pertama terkait marginalisasi organisasi profesi dianggap akan mengamputasi peran organisasi profesi. Dalam Pasal 314 ayat (2) disebutkan bahwa setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi.
"Setiap kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi."
Namun dalam Pasal 193 terdapat 10 jenis tenaga kesehatan, yang kemudian terbagi lagi atas beberapa kelompok. Dengan demikian, total kelompok tenaga kesehatan ada 48.
Pihak yang menolak RUU tersebut dibuat bingung pilihan apa yang akan diambil pembuat kebijakan. Apakah satu organisasi profesi untuk seluruh jenis tenaga kesehatan, atau satu organisasi profesi untuk menaungi setiap jenis tenaga kesehatan.
Itu karena dokter dan dokter gigi, atau dokter umum dan dokter spesialis masing-masing punya peran yang berbeda dan visi misinya pun berbeda. Bila digabungkan semua, maka organisasi profesi akan sangat gemuk dan rancu.
RUU Kesehatan dinilai juga akan mencabut peran organisasi profesi lantaran untuk praktik, bila RUU Kesehatan disahkan, maka nakes hanya perlu menyertakan Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik dan bukti pemenuhan kompetensi. Tidak diperlukan lagi surat keterangan sehat dan rekomendasi organisasi profesi. Padahal rekomendasi organisasi profesi akan menunjukkan calon nakes yang akan praktik itu sehat dan tidak punya masalah etik dan moral sebelumnya.
3. Pasal 235 RUU Kesehatan Omnibuslow
Tiadanya Peran Organisasi Profesi
pada pasal 235 draf RUU Omnibus Law Kesehatan, tidak disebutkan mengenai dibutuhkannya rekomendasi organisasi profesi untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP). Ini dapat dimanfaatkan untuk meniadakan peran organisasi profesi. Padahal seharusnya untuk mendapatkan SIP diperlukan rekomendasi dari organisasi profesi karena terdapat tenaga kesehatan yang ahli dibidangnya.
a. Pemerintah memiliki kewenangan yang besar dan tidak terkontrol dalam mengatur perizinan profesi kesehatan pada pasal 235 draf RUU Omnibus Law Kesehatan, tidak disebutkan mengenai dibutuhkan rekomendasi organisasi profesi untuk mendapatakan surat izin praktik (SIP). Ini dapat dimanfaatkan untuk meniadakan peran organisasi profesi. Padahal seharusnya untuk mendapatkan SIP diperlukan rekomendasi dari organisasi profesi karena terdapat tenaga kesehatan yang ahli dibidangnya.
b. Kerancunan terhadap wewenang penilaian tidak disebutkan secara jelas tentang batasan siapa yang berwenang memberi evaluasi melaluo penilaian portofolio. Sehingga terdapat celah untuk meloloskan perizinan dengan mengatur evaluasi kompetensi
c. Kemudahan izin dokter asing
Secara sederhana, RUU Kesehatan memberikan batasan bagi dokter asing maupun dokter diaspora yang mau beroperasi di dalam negeri. Batasan yang dimaksud adalah syarat memiliki surat tanda registrasi sementara, surat izin praktek, dan syarat minimal praktek. Namun seluruh aturan tersebut dapat diterobos jika dokter asing dan dokter diaspora tersebut telah lulus pendidikan spesialis. "Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 234, bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang telah praktik sebagai spesialis atau subspesialis paling sedikit 5 tahun di luar negeri," seperti tertulis dalam pasal 235 draft RUU kesehatan.
4. Pasal 236 RUU Kesehatan Omnibuslow
bunyi Pasal 236 Ayat 1a: ”Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan WNA dapat melakukan praktik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non-investasi, dengan ketentuan: terdapat permintaan dari pengguna Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan warga negara asing”.
”Pengguna” dapat ditafsirkan bahwa siapa pun, baik institusi maupun perseorangan, bisa mendatangkan dokter asing. Apa memang demikian? Bukankah ini suatu bentuk liberalisasi pelayanan kesehatan? Perlu diingat juga, investasi asing di bidang kesehatan dan masuknya tenaga kesehatan dapat berpengaruh terhadap kedaulatan negara.
Selain itu pada Pasal 236, tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan, dengan ketentuan terdapat permintaan dari pengguna, atau otoritas rumah sakit dalam rangka alih teknologi dan ilmu pengetahuan.
Tenaga medis asing juga dipekerjakan untuk jangka waktu tertentu. Selain itu juga tercantum bahwa pengguna yang melakukan permintaan harus mengutamakan penggunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara Indonesia yang memenuhi standar kompetensi terlebih dahulu.
Tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA juga dapat memberikan pelayanan kesehatan di daerah yang tidak diminati, contohnya daerah tertinggal serta daerah konflik.
Terlepas dari segala bentuk pro dan kontra terhadap pembahasan RUU Kesehatan yang kini bergulir di Komisi IX DPR RI, upaya mengemukakan pendapat di muka umum adalah hak konstitusi setiap warga negara.
5. Pasal 422 RUU Kesehatan Omnibuslow
BPJS memiliki tingkatan pembayaran. Dan pelayanan pasien BPJS di rs disesuaikan dengan class pasien tersebut . Berarti tidak sesuai dengan sila ke 5, kalau kita melihat sila ke 5 Pancasila (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) "ada diskriminasi hak antara si miskin dan si kaya". Padahal tujuan BPJS adalah untuk membantu meringankan biaya kesehatan masyarakat yang mungkin dinilai belum sanggup membayar biaya kesehatan di RS. Jikalau disistem class itu sangat tidak adil, akan terlihat yang dapet kelas >3 keatas pasti itu pasien mampu dan biasanya fasilitasnya beda dengan pasien yang kelas 1. Memang dari segi iuran mereka berbeda tapi sangatlah tidak etis jika ditinjau dari kacamata humanisme.
Masyarakat kadang milih non-BPJS/umum karna pelayanan pasien BPJS sangatlah lama. Asuransi komersial itu kan adalah asuransi perlindungan finansial yang dikelola oleh perusahaan asuransi swasta dan bisa dibeli secara bebas dengan premi asuransi yang bervariasi. Menurut sy jika disistem sukarela ini kurang baik. Meski perusahaan swasta berhak mengatur bagaimana pengelolaannya sendiri,tapi pekerja swasta juga penduduk. Sebagaimana pada ayat 1. Penduduk diwajibkan membayar BPJS. Meski perusahaan itu swasta, perusahaan tetap harus punya tanggungjawab untuk memberi asuransi utk pekerjanya.
BAB III
KESIMPULAN
Dengan ini secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa RUU Kesehatan Omnibuslow berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia jika aturan-aturan hukum di dalamnya masih bermasalah secara substansial dan disahkan di kemudian hari. Untuk itu diperlukan peninjauan ulang secara menyeluruh khususnya dengan cara mensinkronisasinya dengan aturan hukum HAM Internasional yang ada saat ini agar dapat keluar dari jebakan logika kolonialisme yang menyelubung dalam RUU Kesehatan Omnibuslow.