Jumat, 29 Desember 2023

 “Mengusahakan Muatan Intelektual Kader Ikatan pada Era Distrupsi”



Oleh: Ahmada Norma Syinta

Pimpinan Komisariat IMM FIK

2021/2022


Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan salah satu organisasi ortonom Muhammadiyah yang mewadahi pergerakan mahasiswa berasaskan Al-Qur’an  dan As-Sunnah. IMM memiliki tujuan “Mengusahakan terbentuknya Akademisi Islam yang Berakhlak Mulia dalam rangka mencapai Tujuan Muhammadiyah”. Sebagai organisasi yang mewadahi pergerakan mahasiswa dan terkenal akan sebagai cendekiawan berpribadi sesui dengan gagasan salah satu kader  senior IMM, IMM memiliki cakupan yang tertuang dalam tri kompetensi dasar IMM, yaitu religiusitas, intelektualitas, dan humanitas, sehingga kader IMM memiliki tanggung jawab terhadap tiga bidang tersebut. Berdasarkan SPI baru kader IMM juga harus memiliki tauhid atau pemahaman agama yang kaffah dan iternalisasi pemahaman-pemahaman Muhammadiyah, memiiki intelektual yang berkualitas dengan nalar-nalar kritis yang bersih tanpa membawa sebuah kepentingan, dan memiliki jiwa sosial yang besar. Maka dari itu, meskipun berada pada era distrupi, kader IMM diharapkan dapat menjadi generasi tajdid dengan intelektul yang berpegang teguh pada Al-qur’an dan As-Sunnah.

Intelektualitas kader IMM dapat diartikan sebagai kader menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, membayangkan, menggagas, dan menjadi penjawab zaman yang semakin tidak menentu arah gerakannya. Di dalam SPI telah tertuang muatan intelektual untuk mengarahkan apa saja yang dapat dijadikan targetan untuk melahirkan kader yang berkualitas. SPI menjelaskan bagaimana metode perkaderan untuk menjawab tuntutan zaman yang semakin berkembang pesat. IMM tidak lagi kondusif  jika perkaderan yang diusung tetap sama dari zaman ke zaman sehingga menyebabkan kemrosoan minat mahasiswa untuk menjadi kader IMM. Berkaca pada tujuan IMM “terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia…..” yang pastinya nilai jual yang di tawarkan IMM mulai tidak menarik karena pembawaan IMM yang monoton dengan hanya penyampaian dengan kajian, ceramah, diskusi, dan pemberian materi tanpa penjelasan  mengapa kita harus mempelajari itu.

Kemajuan teknolgi yang pesat diambah adanya pandemi memberikan dampak baik dan buruk kepada tingkat intelektualitas mahasiswa. Dampak baik teknologi memberikan kemudahan informasi kepada mahasiswa untuk mendapatkan bahan-bahan tugas, sedangkan dampak buruknya memberikan orientasi praktis sehingga menimbulkan menurunnya tingkat literasi mahasiswa. Hal ini ditemukan dalam diri kader sekarang yang lebih memikirkan seberapa besar manfaat organisasi bagi dirinya, seberapa menyenangkan organisasinya, dan kenyamanan apa saja yang kader dapatkan.

Menilik dari fenomena orientasi pemikiran kader yang terdampak teknologi dan pandemi sehingga banyak sekali kader yang mulai menjauhi IMM karena terlalu islami dan terkungkung dalam ranah kemuhammadiyahan. Bukan hanya dilihat dalam perilaku kader, tetapi terbukti pada masa pandemik semua perkaderan dialihkan pada online yang sangat membosankan dengan hanya mendengarkan dan menerima tanpa ada arahan untuk mempelajari materi-materi yang perlu didapatkan kader. Disini kader tercetak secara instans sehingga banyak hal muatan seperti materi pokok ideology, materi keorganisasian atau kepemimpinan, materi wawasan (kapita selekta), materi terapan, dan materi muatan lokal yang luput dalam pendalamnya mau dari pra DAD, saat DAD, dan pasca DAD. Disinilah Ikatan perlu memperbaharui bagaimana cara penyampaian materi agar dapat tertanamkan dalam diri kader, bukan hanya dari segi materi tapi juga pemahaman secara kaffah.

Penurunan minat kader di tunjang dengan kurangnya komunikasi secara kultural antara pengurus dan kader IMM, membuat kemistri yang ingin dibangun sangatlah sulit. Secantik apapun perkaderan yang disusun jika pada akhirnya pengurus tidak melakukan stategi cantik dalam berkomunikasi, kader akan mencari kenyamannya diorganisasi lain. Padahal Universitas Muhammadiyah Surakarta memiliki banyak organisasi mahasiswa dari tingkatan Universitas UKM hingga tingkatan program studi. Sehingga IMM dituntut harus pintar dalam menawarkan sebuah benefit yang berbeda dengan organisasi lain sehingga eksistensi IMM tidak akan pernah pudar.

Kenyataannya, bisa kita lihat IMM mulai kalah dalam menggait mahasiswa karena stigma yang terbangun dikalangan mahasiwa IMM merupakan organisasi yang sangat tersistematis dan kental akan religiusitas sehingga banyak mahasiswa takut memulai karna takut terjebak pada lingkaran perkaderan yang terlalu rumit dan bahasan yang terlalu agamis. Padahal jika berlandaskan SPI baru perkaderan IMM dijelaskan secara terperinci yang mana perkaderan sangat simple. Hanya saja kader IMM minimal mulai mengenal muatan materi sebagai pengantar untuk lebih dalam mengenal arah gerakan IMM sehingga terbentuklah intelektual kader yang terarah. Kita perlu mengubah stigma IMM yang dipandang menerapkan perkaderan yang rumit dengan mengenalkan, bahwa perkaderan IMM di setting sedemikian rupa semata-mata untuk mencetak kader berkualitas. Seperti kata KH. Ahmad Dahlan yang menyatakan bahwa kader adalah “Jantung dari organisasi”. Lemah atau kuatnya pergerakan sebuah organisasi dilihat dari seberapa kuat kader organisasi tersebut sehingga KH. Ahmad Dahlan beserta teman sejawatnya membuat perkaderan yang memiliki arah gerak yang jelas supaya terbentuklah kader Muhammadiyah yang unggul dan berkualitas yang mampu menjadi regenerasi gerakan Muhammadiyah. Begitupun yang diterapkan di IMM yang nantinya bukan hanya untuk regenerasi ikatan atau organisasi tapi untuk bangsa dan agama.

Permasalahan lain dalam diri kader yang semakin menyarang, dengan berhentinya kader untuk menghidupkan ikatan, contoh yang sangat dekat dengan akar rumput rahim perkaderan saja seperti kader yang mulai kehilangan niat dan minat untuk melanjutkan menjadi pengurus tingkat komisariat periode 2. Hal ini berdampak pada keberlangsunagan figur-figur IMM yang mulai berkurang yang menimbulkan mahasiswa baru menjadi enggan untuk bergabung. Seperti observasi yang saya lakukan dari 3 tahun terakhir sehingga mendapatkan kesimpulan, dari mahasiswa baru yang terdaftar kurang lebih sebanyak 600 mahasiswa yang mendaftar IMM hanya 5% dari jumlah mahasiswa dan yang berhasil untuk melewati masa pra DAD ke DAD kurang lebih hanya 10-20 mahasiswa. Hal ini perlu menjadi bahan evaluasi dan intropeksi IMM, apa yang sebenarnya perlu diperbaharui atau hal yang perlu ditinjau kembali. Agar terlahir metode baru yang dapat menghidupkan IMM ke dalam masa kejayaannya kembali.  

Perlu adanya metode terbaharu yang mulai menjawab tantangan zaman dalam segi perkembangan teknlogi maupaun hal tak terduga speerti pandemi, IMM dituntut berfikr cepat utuk merumuskan kembali metode perkaderan yang jauh lebih mudah diterapkan dan dapat mengembangkan apa yang di butuhkan kader bukan hanya yang di butuhkan ikatan. Menurut pandangan saya dengan kemajuan teknologi yang pesat metode perkaderan dapat memanfaatkan cara yang mudah diakses dan dipandang menyenangkan, seperti mengadakan kajian isu terkini dibarengi dengan healing. Seperti yang menjadi trending pada masa kini bahwa mahasiswa sangat terpaku pada healing sehigga IMM dapat memanfaatkan hal tersebut untk sedikit demi sedikit memasukkan muatan intelektual kepada diri kader. Jika penanaman dilakukan dengan metode ini dirasa sangat menjajikan untuk tingkat keberhasilannya karena fokusan yang akan didpaatkan menjadi lebih menyennagkan.

Pembaharuan metode perkaderan bukan hanya untuk kader pra DAD saja tapi kader paska DAD dan pengurus, karena pada era distrupsi orientasi mahasiswa berubah drastis yang menjadikan kapasitas kader yang naik pengurus idealnya telah mampu membimbing kader untuk melanjutkan menjadi egurus malah sebaliknya. Maka dari itu, Perlu ditekankan bahwasannya perkaderan di IMM bersifat continue atau berkelanjutan, jika kita analogikan sebuah rumus perkaderan IMM dapat disamakan dengan deret geometri tak hingga yang banyak deret bilangan tak terbatas (tak terhingga). Model pengkaderan IMM termaktub dalam buku Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) 2011 ataupun dalam buku Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) yang terbaru. Buku tersebut menjelaskan dari historikal pengkaderan IMM hingga menjelaskan perlu adanya refleksi yang mendalam agar dalam model pengkaderan tidak kehilangan 4 substansi penting, yaitu IMM sebagai Organisasi Kader, Kepribadian IMM, Gerakan Ide atau Ilmu, dan Menegakkan nilai-nilai Kemanusian yang menjadi arah kiprah IMM

Perkaderan yang tersistematik memudahkan kita menentukan targetan muatan intelektual kader yang perlu di kantongi sehingga akan mencetak kader-kader IMM yang sesuai dengan tujuan maupun ideology IMM itu sendiri. Penanaman muatan intelektual dan ideology IMM kepada kader dapat dilakukan saat pertama kali memperkenalkan IMM, saat kader mengikuti Darul Arqom Dasar, dan setelah Darul Arqom Dasar.

Dijelaskan pada SPI baru kapasitas Intelektual yang perlu dikantongi kader pada setiap fasenya secara garis besar memahami materi ideology (Islam, Kemuhammadiyahan, dan ke-IMM-an), materi keorganisasian (secara struktural dan manajemen organisasi), materi wawasan (kapita selekta atau pengetahuan secara umum), materi terapan (dapat menganalisis isu yang sedang berkembang, memenejemen konflik, dan strategi influencer), dan materi muatan lokal (kader dapat mengembangkan dirinya sesuai potensi yang dia miliki).

Semua ini dapat tercipta dengan membangun pola komunikasi yang asik dengan menyelipkan nilai-nilai intelektual IMM, mengenalkan pergerakan melalui aplikasi self healing dengan memberikan motivasi sesuai permasalahan yang dihadapi individulisasi kader dengan menggunakan nilai–nilai perkaderan IMM yang menjanjikan model perkaderan untuk menmbuat wadah peminatan kader yang memberikan kader ruang untuk mengembangkan potensinya.

 

 

“Setiap organisasi memilki cirri khas pengkaderan sendiri, begitupula dengan instruktur yang memiliki diskursusnya masing-masing” Ahmada 2020

---ABADI PERJUANGAN---