“Mengusahakan Muatan
Intelektual Kader Ikatan pada Era Distrupsi”
Pimpinan Komisariat IMM FIK
2021/2022
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan salah satu organisasi ortonom Muhammadiyah
yang mewadahi pergerakan mahasiswa berasaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. IMM memiliki tujuan “Mengusahakan
terbentuknya Akademisi Islam yang Berakhlak Mulia dalam rangka mencapai Tujuan
Muhammadiyah”. Sebagai organisasi yang mewadahi pergerakan mahasiswa dan
terkenal akan sebagai cendekiawan berpribadi sesui dengan gagasan salah satu
kader senior IMM, IMM memiliki cakupan
yang tertuang dalam tri kompetensi dasar IMM, yaitu religiusitas,
intelektualitas, dan humanitas, sehingga kader IMM memiliki tanggung jawab terhadap
tiga bidang tersebut. Berdasarkan SPI baru kader IMM juga harus memiliki tauhid
atau pemahaman agama yang kaffah dan iternalisasi pemahaman-pemahaman
Muhammadiyah, memiiki intelektual yang berkualitas dengan nalar-nalar kritis
yang bersih tanpa membawa sebuah kepentingan, dan memiliki jiwa sosial yang
besar. Maka dari itu, meskipun berada pada era distrupi, kader IMM diharapkan
dapat menjadi generasi tajdid dengan intelektul yang berpegang teguh pada
Al-qur’an dan As-Sunnah.
Intelektualitas
kader IMM dapat diartikan sebagai kader menggunakan kecerdasannya untuk
bekerja, belajar, membayangkan, menggagas, dan menjadi penjawab zaman yang
semakin tidak menentu arah gerakannya. Di dalam SPI telah tertuang muatan
intelektual untuk mengarahkan apa saja yang dapat dijadikan targetan untuk
melahirkan kader yang berkualitas. SPI menjelaskan bagaimana metode perkaderan
untuk menjawab tuntutan zaman yang semakin berkembang pesat. IMM tidak lagi
kondusif jika perkaderan yang diusung
tetap sama dari zaman ke zaman sehingga menyebabkan kemrosoan minat mahasiswa
untuk menjadi kader IMM. Berkaca pada tujuan IMM “terbentuknya akademisi islam
yang berakhlak mulia…..” yang pastinya nilai jual yang di tawarkan IMM mulai
tidak menarik karena pembawaan IMM yang monoton dengan hanya penyampaian dengan
kajian, ceramah, diskusi, dan pemberian materi tanpa penjelasan mengapa kita harus mempelajari itu.
Kemajuan
teknolgi yang pesat diambah adanya pandemi memberikan dampak baik dan buruk
kepada tingkat intelektualitas mahasiswa. Dampak baik teknologi memberikan
kemudahan informasi kepada mahasiswa untuk mendapatkan bahan-bahan tugas,
sedangkan dampak buruknya memberikan orientasi praktis sehingga menimbulkan
menurunnya tingkat literasi mahasiswa. Hal ini ditemukan dalam diri kader
sekarang yang lebih memikirkan seberapa besar manfaat organisasi bagi dirinya,
seberapa menyenangkan organisasinya, dan kenyamanan apa saja yang kader
dapatkan.
Menilik
dari fenomena orientasi pemikiran kader yang terdampak teknologi dan pandemi
sehingga banyak sekali kader yang mulai menjauhi IMM karena terlalu islami dan
terkungkung dalam ranah kemuhammadiyahan. Bukan hanya dilihat dalam perilaku
kader, tetapi terbukti pada masa pandemik semua perkaderan dialihkan pada
online yang sangat membosankan dengan hanya mendengarkan dan menerima tanpa ada
arahan untuk mempelajari materi-materi yang perlu didapatkan kader. Disini
kader tercetak secara instans sehingga banyak hal muatan seperti materi pokok
ideology, materi keorganisasian atau kepemimpinan, materi wawasan (kapita
selekta), materi terapan, dan materi muatan lokal yang luput dalam pendalamnya
mau dari pra DAD, saat DAD, dan pasca DAD. Disinilah Ikatan perlu memperbaharui
bagaimana cara penyampaian materi agar dapat tertanamkan dalam diri kader,
bukan hanya dari segi materi tapi juga pemahaman secara kaffah.
Penurunan
minat kader di tunjang dengan kurangnya komunikasi secara kultural antara
pengurus dan kader IMM, membuat kemistri yang ingin dibangun sangatlah sulit.
Secantik apapun perkaderan yang disusun jika pada akhirnya pengurus tidak
melakukan stategi cantik dalam berkomunikasi, kader akan mencari kenyamannya
diorganisasi lain. Padahal Universitas Muhammadiyah Surakarta memiliki banyak
organisasi mahasiswa dari tingkatan Universitas UKM hingga tingkatan program
studi. Sehingga IMM dituntut harus pintar dalam menawarkan sebuah benefit yang
berbeda dengan organisasi lain sehingga eksistensi IMM tidak akan pernah pudar.
Kenyataannya,
bisa kita lihat IMM mulai kalah dalam menggait mahasiswa karena stigma yang
terbangun dikalangan mahasiwa IMM merupakan organisasi yang sangat
tersistematis dan kental akan religiusitas sehingga banyak mahasiswa takut memulai
karna takut terjebak pada lingkaran perkaderan yang terlalu rumit dan bahasan
yang terlalu agamis. Padahal jika berlandaskan SPI baru perkaderan IMM dijelaskan
secara terperinci yang mana perkaderan sangat simple. Hanya saja kader IMM
minimal mulai mengenal muatan materi sebagai pengantar untuk lebih dalam
mengenal arah gerakan IMM sehingga terbentuklah intelektual kader yang terarah.
Kita perlu mengubah stigma IMM yang dipandang menerapkan perkaderan yang rumit
dengan mengenalkan, bahwa perkaderan IMM di setting sedemikian rupa semata-mata
untuk mencetak kader berkualitas. Seperti kata KH. Ahmad Dahlan yang menyatakan
bahwa kader adalah “Jantung dari organisasi”. Lemah atau kuatnya
pergerakan sebuah organisasi dilihat dari seberapa kuat kader organisasi
tersebut sehingga KH. Ahmad Dahlan beserta teman sejawatnya membuat perkaderan
yang memiliki arah gerak yang jelas supaya terbentuklah kader Muhammadiyah yang
unggul dan berkualitas yang mampu menjadi regenerasi gerakan Muhammadiyah. Begitupun
yang diterapkan di IMM yang nantinya bukan hanya untuk regenerasi ikatan
atau organisasi tapi untuk bangsa dan agama.
Permasalahan
lain dalam diri kader yang semakin menyarang, dengan berhentinya kader untuk
menghidupkan ikatan, contoh yang sangat dekat dengan akar rumput rahim
perkaderan saja seperti kader yang mulai kehilangan niat dan minat untuk
melanjutkan menjadi pengurus tingkat komisariat periode 2. Hal ini berdampak pada
keberlangsunagan figur-figur IMM yang mulai berkurang yang menimbulkan
mahasiswa baru menjadi enggan untuk bergabung. Seperti observasi yang saya
lakukan dari 3 tahun terakhir sehingga mendapatkan kesimpulan, dari mahasiswa
baru yang terdaftar kurang lebih sebanyak 600 mahasiswa yang mendaftar IMM
hanya 5% dari jumlah mahasiswa dan yang berhasil untuk melewati masa pra DAD ke
DAD kurang lebih hanya 10-20 mahasiswa. Hal ini perlu menjadi bahan evaluasi
dan intropeksi IMM, apa yang sebenarnya perlu diperbaharui atau hal yang perlu
ditinjau kembali. Agar terlahir metode baru yang dapat menghidupkan IMM ke
dalam masa kejayaannya kembali.
Perlu
adanya metode terbaharu yang mulai menjawab tantangan zaman dalam segi
perkembangan teknlogi maupaun hal tak terduga speerti pandemi, IMM dituntut
berfikr cepat utuk merumuskan kembali metode perkaderan yang jauh lebih mudah
diterapkan dan dapat mengembangkan apa yang di butuhkan kader bukan hanya yang
di butuhkan ikatan. Menurut pandangan saya dengan kemajuan teknologi yang pesat
metode perkaderan dapat memanfaatkan cara yang mudah diakses dan dipandang
menyenangkan, seperti mengadakan kajian isu terkini dibarengi dengan healing.
Seperti yang menjadi trending pada masa kini bahwa mahasiswa sangat terpaku
pada healing sehigga IMM dapat memanfaatkan hal tersebut untk sedikit demi
sedikit memasukkan muatan intelektual kepada diri kader. Jika penanaman dilakukan
dengan metode ini dirasa sangat menjajikan untuk tingkat keberhasilannya karena
fokusan yang akan didpaatkan menjadi lebih menyennagkan.
Pembaharuan
metode perkaderan bukan hanya untuk kader pra DAD saja tapi kader paska DAD dan
pengurus, karena pada era distrupsi orientasi mahasiswa berubah drastis yang
menjadikan kapasitas kader yang naik pengurus idealnya telah mampu membimbing
kader untuk melanjutkan menjadi egurus malah sebaliknya. Maka dari itu, Perlu
ditekankan bahwasannya perkaderan di IMM bersifat continue atau berkelanjutan, jika kita analogikan sebuah rumus
perkaderan IMM dapat disamakan dengan deret geometri tak hingga yang banyak
deret bilangan tak terbatas (tak terhingga). Model pengkaderan IMM termaktub
dalam buku Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) 2011 ataupun dalam buku Sistem
Pengkaderan Ikatan (SPI) yang terbaru. Buku tersebut menjelaskan dari
historikal pengkaderan IMM hingga menjelaskan perlu adanya refleksi yang
mendalam agar dalam model pengkaderan tidak kehilangan 4 substansi penting,
yaitu IMM sebagai Organisasi Kader, Kepribadian IMM, Gerakan Ide atau Ilmu, dan
Menegakkan nilai-nilai Kemanusian yang menjadi arah kiprah IMM
Perkaderan
yang tersistematik memudahkan kita menentukan targetan muatan intelektual kader
yang perlu di kantongi sehingga akan mencetak kader-kader IMM yang sesuai
dengan tujuan maupun ideology IMM itu sendiri. Penanaman muatan intelektual dan
ideology IMM kepada kader dapat dilakukan saat pertama kali memperkenalkan IMM,
saat kader mengikuti Darul Arqom
Dasar, dan setelah Darul Arqom Dasar.
Dijelaskan
pada SPI baru kapasitas Intelektual yang perlu dikantongi kader pada setiap
fasenya secara garis besar memahami materi ideology (Islam, Kemuhammadiyahan,
dan ke-IMM-an), materi keorganisasian (secara struktural dan manajemen
organisasi), materi wawasan (kapita selekta atau pengetahuan secara umum),
materi terapan (dapat menganalisis isu yang sedang berkembang, memenejemen
konflik, dan strategi influencer),
dan materi muatan lokal (kader dapat mengembangkan dirinya sesuai potensi yang
dia miliki).
Semua
ini dapat tercipta dengan membangun pola komunikasi yang asik dengan
menyelipkan nilai-nilai intelektual IMM, mengenalkan pergerakan melalui
aplikasi self healing dengan memberikan motivasi sesuai
permasalahan yang dihadapi individulisasi kader dengan menggunakan nilai–nilai
perkaderan IMM yang menjanjikan model perkaderan untuk menmbuat wadah peminatan
kader yang memberikan kader ruang untuk mengembangkan potensinya.
“Setiap organisasi memilki cirri khas pengkaderan sendiri, begitupula dengan instruktur yang memiliki diskursusnya masing-masing” Ahmada 2020
---ABADI PERJUANGAN---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar