Senin, 27 September 2021

 Sexual Abuse vs Sexual Harassment

Tahukah Anda sexual abuse dan sexual harassment merupakan dua hal yang berbeda? Istilah “kekerasan seksual” atau sexual abuse dan “pelecehan seksual” atau sexual harassment merupakan hal yang sering didengar. Menurut Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual oleh KOMNAS Perempuan, menjelaskan pelecehan seksual merupakan tindakan seksual yang dilakukan lewat sentuhan fisik maupun non fisik. Pelecehan seksual bisa berupa tindakan, kata atau verbal, tulisan, dan visual sehingga memunculkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai mengakibatkan masalah kesehatan dan keselamatan. Sedangkan kekerasan seksual merupakan segala bentuk tindakan merendahkan, menghina, menyerang yang berkaitan dengan nafsu perkelaminan dan hasrat seksual secara paksa yang bertentangan dengan kehendak seseorang.


Kekerasan seksual   

Kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia kebanyakan menimpa kaum perempuan. Banyaknya kasus yang menimpa perempuan inilah yang menimbulkan kerisauan. Kekerasan seksual yang terjadi pun mengacu kepada segala bentuk tindakan negatif terhadap si korban. Kasus kekerasan seksual yang tercatat dalam data tahunan Komnas Perempuan tahun 2020 yaitu sebanyak 299.911 kasus. Kekerasan seksual banyak terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa maupun ketimpangan relasi gender yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan baik secara fisik maupun psikis. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kasus kekerasan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki yaitu anggapan bahwa laki-laki superior dan perempuan inferior. Selain itu ada beberapa faktor lain yang mendukung yaitu kekuasaan patriarki yang meninggikan kekuasaan pada laki-laki, hak istimewa yang dimiliki oleh kaum laki-laki, dan juga sikap permisif yang melegalkan terjadinya kekerasan yang dilakukan laki-laki khususnya dalam berumah tangga. Kemudian jika dilihat dari segi fisik, jelas terlihat bahwa perempuan lebih mudah dijadikan sasaran tindak kekerasan seksual (Utami, 2018) 

Berdasarkan Komnas Perempuan, kekerasan seksual dibagi menjadi 15 jenis yaitu salah satunya yaitu pelecehan seksual. Namun di era pandemi ini yang membuat sebagian aktivitas dilakukan secara online tidak menyurutkan angka kekerasan seksual. Ketika kondisi memaksa setiap orang untuk berselancar di internet kekerasan seksual yang dialami perempuan pun merambah berbasis online. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan sebanyak 940 kasus Kekerasan Gender Berbasis Online (KBGO) yang tercatat selama tahun 2020. Kekerasan yang dialami perempuan pun dapat berupa online harassment. Online harassment termasuk ujaran kebencian yang dikirimkan berulang-ulang dan menargetkan gender tertentu.  


Pelecehan seksual 

Pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk dari kekerasan seksual merupakan bentuk istilah yang paling tepat untuk memahami konsep kekerasan seksual. Pelecehan seksual ini dapat terjadi ketika pelaku memiliki kekuasaan yang lebih dibanding si korban. Kejadian ini dapat terjadi di mana pun selama ada percampuran antara laki-laki dan perempuan. Ada suatu kondisi yang menimbulkan terjadinya tindakan pelecehan seksual diantaranya berkaitan dengan 3 hal yaitu kondisi internal, karakteristik korban, dan keadaan feministi di mana di suatu struktur masyarakat yang selalu menomorsatukan kaum laki-laki sehingga perempuan dianggap kaum yang lemah. Menurut Colliner (2002), menyebutkan bahwa asal terjadinya pelecehan seksual yaitu 1. Faktor biologis, 2. Faktor sosial budaya, 3. Pengaruh pendidikan, 4. Faktor ekonomi, dan 5. Faktor pembelajaran sosial dan motivasi.  





Referensi :

Idanah (2016). Pelecehan Sexual Pada Anak. Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen, 7(1): 16-23

Sumera, M. (2013). Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan. Lex et Societatis, 1(2) 

Utami (2018). Mengatasi Dan Mencegah Tindak Kekerasan Seksual Pada Perempuan Dengan Pelatihan Asertif. Jurnal Penelitian & PPM, 5(1): 1-110 

 

Kamis, 29 April 2021

 

TENTANG PEREMPUAN

Oleh : Ilham H.A.P

 

Bulan April, bulan yang memiliki nilai historis tersendiri bagi bangsa Indonesia terutama bagi kaum perempuan. Ini bukanlah tentang April Mop seperti yang dilakukan bangsa barat untuk menyambut datangnya bulan April. Dimana pada peringatan tersebut diisi dengan melakukan kegiatan semacam prank atau yang lainya, melainkan di Indonesia ada satu tanggal pada bulan April yang sangat spesial, yaitu pada tanggal 21 April. Dimana pada tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Kartini.

Lantas apa yang kemudian membuat tanggal tersebut menjadi spesial bagi kaum perempuan? Ya, tidak lain dan tidak bukan karena ada sosok R.A Kartini dibaliknya. Seperti yang kita ketahui dari berbagai macam buku, artikel maupun cerita di media sosial, tanggal tersebut merupakan tanggal lahir daripada R.A Kartini.Tanggal tersebut kemudian ditasbihkan sebagai salah satu dari sekian banyak hari besar nasional. Cerita hidup dari seorang Kartini yang menjadikanya begitu istimewa untuk dikenang dan diperingati sebagai tonggak emansipasi perempuan di negeri ini.

Apakah itu emansipasi? Penulis tidak akan mengulasnya terlalu panjang. Karena pasti sudah banyak literatur diluar sana yang membahas tentang hal demikian. Secara garis besar, emansipasi merupakan perjuangan dalam penyetaraan terhadap hak-hak dari kaum perempuan. Karena seperti yang telah penulis sedikit singgung diatas, semua bermula dari perjalanan hidup seorang Kartini pada masanya.

Dimana pada masa R.A Kartini hidup (pada masa kolonial), kesetaraan pada masa tersebut masih sangatlah jauh. Jauh dalam konteks ini adalah sesuatu yang belum nampak keberadaanya. Apalagi jika kita membahas berkaitan dengan pendidikan, bisa dikatakan sangat jomplang antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Jangankan dari sisi gender, dari kelas sosial pun sangat berpengaruh disana. Itulah yang kemudian menjadi alasan kuat dari seorang R.A Kartini untuk melakukan perlawanan terhadapnya. Sehingga apa yang kemudian ada saat ini merupakan buah perjuangan dari seorang R.A Kartini.

EMANSIPASI MASA KINI

Bagaikan falsafah hidup orang jawa yang berbunyi “sopo kang nandur bakal ngundhuh ing tembe mburi” atau jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia akan memilik arti siapa yang menanam maka akan menuai buahnya dikemudian hari. Oleh sebab itu, maka tanamlah sesuatu yang baik untuk kau tuai jua kebaikanya. Begitulah kira-kira apa yang telah dilakukan oleh seorang R.A Kartini, meskipun beliau tidak merasakan secara langsung buahnya karena beliau yang telah wafat, setidaknya buah yang manis tersebut dapat dinikmati oleh anak cucunya bahkan hingga sampai saat ini.

Dimana realitas yang terjadi pada masa kini akses untuk medapatkan pendidikan sangatlah mudah dan tidak lagi memandang gender ataupun kasta sosial masyarakat. Tidak ada lagi aturan yang melarang perempuan untuk bersekolah dengan tinggi ataupun harus dari keluarga berdarah biru supaya bisa mengenyam dunia pendidikan. Semua telah sama dan menjadi seimbang dimata pendidikan.

Namun permasalahan lain yang berkaitan dengan pendidikan ini kembali muncul. Bukan lagi tentang kesetaraan hak, melainkan dengan menjamurnya sekolah-sekolah atau instansi pendidikan yang semakin bervariatif. Ini menjadi sebuah permasalahan ketika kekuatan uang bermain dibelakangnya. Semakin baik kualitas dari instansi pendidikan maka akan semakin mahal pula budget ataupun biaya yang harus dikeluarkan.

Permasalahan yang demikian ini sering kali disebut dengan istilah “kapitalisasi pendidikan”. Pendidikan menjadi sebuah brand atau produk yang diperjual belikan. Mutu dari pendidikan sebagai jaminan kualitas dari produk tersebut. Dan tentu saja, alumni atau lulusan dari instansi pendidikan terkait harus mampu untuk bertransformasi menjadi brand ambassador guna memberikan citra yang terbaik. Dan sudah menjadi suatu kepastian apabila dengan adanya perihal demikian mengakibatkan masyarakat ekonomi kelas menengah kebawah akan merasakan dampaknya (tidak mampu mengenyam pendidikan).

PEREMPUAN DAN JIHAD

Lantas bagaimana seharusnya peranan dari kaum perempuan untuk menyikapi permasalah pendidikan yang ada? Hal yang paling fundamental adalah dengan melakukan pemaknaan ulang terhadap emansipasi. Ketika emansipasi dalam hal ini masih terbatas dalam pemaknaan untuk melawan pengekangan gender, maka perlu untuk kemudian merekonstruksi pemikiran tersebut dengan memaknai emansipasi sebagai peranan dalam menjawab tantangan zaman.

Ketika proses memaknai emansipasi telah selesai, maka berikutnya adalah memberikan sebuah tawaran. Dan salah satu hal yang mungkin dapat ditawarkan adalah jihad. Jihad yang dimaksudkan disini bukanlah beperang dengan senjata atau bunuh diri atas dasar agama, melainkan jihad memperjuangkan pendidikan melalui jalur-jalur yang ada. Ada dua poin yang penulis bisa tawarkan dalam berjihad, terjun menjadi seorang politisi dan memperjuangkan kebijakan-kebijakan pendidikan sebagai poin yang pertama dan untuk poin yang kedua adalah terjun lapangan secara langsung, dengan menjadikan dirinya sebagai seorang tenaga pendidik.

Poin yang kedua mungkin sangat lazim dijumpai karena sudah banyak dilakukan. Karena seperti yang penulis dapati dalam pelajaran agama yang penulis yakini, menjadi seorang pengajar bagi kaum perempuan adalah suatu hal yang bisa dikatakan wajib, apalagi jika itu untuk anak-anaknya sendiri. Sehingga lazim juga terdengar ditelinga kita bahwa seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan.

Namun, untuk poin yang pertama inilah yang kemudian perlu menjadi sorotan bersama. Kenapa demikian? Tingkat partisipasi yang masih rendah menjadi jawabanya. Karenapun, ketika penulis mengingat sistem perpolitikan yang terbuka dinegara kita dan apabila disandingkan dengan tingkat partisipasi dari kaum perempuan  yang rendah tentu saja akan terlihat sangatlah miris.

Itulah alasan mengapa sampai kemudian dibuatkan peraturan oleh pemerintah yang tertuang dalam pasal 2 UU No. 10 Tahun 2008. Dimana dalam undang-undang tersebut mengharuskan 1 dari 3 orang bakal calon legislatif yang diusung oleh parpol dalam suatu kontestasi politik berjenis kelamin perempuan. Peraturan ini tentu saja dibuat dengan tidak memiliki maksud untuk mendeskreditkan kaum perempuan. namun semata untuk memberikan penyadaran bahwasanya perihal yang demikian (berkecimpung di dunia politik) itu sangat perlu dilakukan. Selain sebagai upaya penyamaan atas hak politik, disisi lain juga untuk penyeimbang pemikiran.

Dampak daripada terjunya perempuan di dunia politik pun sangatlah besar. Baik itu bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain. Selain dari apa yang penulis tuliskan diatas (paragraf sebelumnya), yang perlu digaris bawahi oleh penulis dan para pembaca disini adalah peranan kaum perempuan itu sendiri dalam menjawab tantangan zaman dengan segala problematikanya.

Merefleksikan tonggak awal emansipasi (permasalahan pendidikan seperti yang penulis angkat dalam tulisan ini) menjadi poin penting berikutnya. Lebih daripada itu, politik bisa menjadi wadah dan jalur alternatif  bagi perempuan untuk merekonstruksi makna emansipasi dalam kehidupan yang dinamis. Sadar dan bangkitlah wahai ibu bangsa!

 

Refleksi Hari Kartini, Bagaimana cara memaknainya ?

 

Hari kartini merupakan simbol perjuangan dari seorang kartini untuk kesetaraan perempuan, hari kartini di peringati setiap tanggal 21 April yang mana tanggal 21 April merupakan kelahiran dari kartini.Siapakah Kartini, siapa sosok penulis buku habis gelap terbitlah terang yang merupakan kumpul dari surat suratnya yg kemudian di bukukan. Nama lengkap dari Kartini yaitu Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat lahir dari keturunan bangsawan sekaligus putri priyayi terpelajar dari Jepara. Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario sosroningrat adalah Bupati Jepara dan memiliki seorang kakak yang sangat terkenal juga karena perjuanganya untuk kemanusiaan yaitu RMP. Sosrokartono.Pada saat itu akses pendidikan hanya bisa di akses oleh kalangan bangsawan atau priyayi, karena itu Kartini bisa belajar di sekolah elit Belanda ELS. Disana ia pun mulai belajar bahasa Belanda.Namun ia harus berhenti dari sekolahnya karena adat yang mengharuskan seorang wanita yang sudah berumur matang untuk segera menikah yang saat itu dia sudah di pingit untuk menunggu calon suami. Saat di pingit kartini masih melanjutkan rutinitas belajarnya, dia rajin belajar dan membaca sehingga pengetahuanya luas. Kartini ingin melanjutkan pendidikanya di Perguruan tinggi namun terkekang oleh adat. Permasalahan perempuan pada masa itu sangat kompleks yaitu seorang perempuan tidak boleh untuk berpendidikan tinggi, bahkan di ranah politik juga tidak boleh menempati posisi-posisi penting seperti Bupati dan lainya. Perempuan di masa itu terkekang oleh adat sehingga muncul slogan perempuan itu hanya bisa 3M (Macak,Manak,Masak) yang artinya perempuan hanya bisa berdandan,melahirkan keturunan, dan memasak di dapur. Semua kegelisah yang ia rasakan sebagai perempuan itu pun dia tulis di sebuah surat kemudian dikirimkan kepada kawan-kawanya yang ada di belanda, salah satunya ialah Estelle “Stella” yang kemudian menjadi buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Isi dari surat itu kartini ingin menjadi seperti wanita eropa yang bebas dan tidak terkukung oleh adat dimana perempuan juga berhak untuk memperoleh kesetaraan di bidang pendidikan dan lainya. Kartini seorang wanita yang cerdas di umurnya yang masih sangat belia umur 14 tahun kartini sudah mulai menulis dan menghasilkan beberapa tulisan salah satunya yaitu Upacara perkawinan suku Koja yang kemudian terbit di belanda, surat surat yang di kirimkan stella kemudian menjadi buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Ketika sudah menikan prinsip dan pemikiran kartini tidak berubah malah semakin berkembang ia menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Djojoningrat.

“ Dirumah orang tua saya dulu, saya sudah tahu banyak.Tapi disini bersama suami saya memikirkan segala sesuatu dimana saya turut menghayati kehidupanya, turut menghayati pekerjaanya, usahanya. Maka saya malah mengetahui banyak hal. Tulisan kartini kepada Nyonya Abendanon yang menjadi sahabat Penanya.

Kartini merupakan sosok yang sangat terpelajar dan memberi sumbangsih yang banyak dalam emansipasi wanita atau kesetaraan dalam hal pendidikan. Bila kita melihat wajah pendidikan zaman dahulu dan zaman sekarang sudah jauh berbeda. Sekarang perempuan sudah bisa untuk merasakan sekolah tanpa harus dari kalangan bangsawan.

 

Tentang Pendidikan dan Kesetaraan

Kartini meninggal di usia 25 tahun, umur yang masih muda dan hidup yang sangat singkat namun kartini memiliki pemikiran yang visioner. Kartini hidup di lingkungan bangsawan, kartini hidup di bawah kungkungan adat yang membuat pemikiranya, pertentangan dan perlawanananya mengalami banyak sekali rintangan. Kartini bukanlah seorang tokoh politik ataupun politikus ataupun seorang pejuang yang bertempur di medan perang untuk mengusir penjajah. Kartini adalah seorang perempuan ningrat yang serba kecukupan, beliau tokoh emansipasi wanita yang berangkat dari apa yang ia rasakan, apa yang ia lihat sebagai sebuah penderitaan dan permasalahan seorang perempuan kala itu. Atas kesadaran itu kartini bergerak merubah paradigma belenggu adat dan pengetahuan menjadi kemerdekaan, kesetaraan dan kebebasan yang humanis.

“ saya akan mengajar anak-anak saya baik laki-laki dan perempuan untuk saling memandang sebagai makhluk yang sama. Saya akan memberikan pendidikan yang sama kepada mereka, tentu saja menurut bakatnya masing-masing. Lagi pula saya bermaksud untuk menghapus batasan itu antara laki laki dan perempuan yang membuat sedemikian orang begitu cermatnya”. Kutipan Surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 23 Agustus 1900(Sulastrin Sutrisno,1981:66)

Setelah 2 setengah tahun suratnya kepada stella, Kartini membuat nota untuk menteri jajahan A.W.F Idenburg yang berjudul Berilah Orang Jawa Pendidikan. Tiga bulan berikutnya kartini kembali menulis nota yang ditujukan kepada Gubernur Jendral Willem Roseboom.

(Dikutip dari sulastrin sutrisno: Surat-Surat Kartini, Djambatan,198 :367-397 oleh Dri Arbaningsih, Kartini Dari Sisi Lain, Kompas Jakarta,2005).

Kedua nota ini menitikberatkan betapa pentingnya pendidikan harus diberikan kepada rakyat karena pendidikan bagi kartini merupakan jalan keberhasilan bagi kebebasan dan kemerdekaan manusia. Juga bagaimana pendidikan itu dapat diterima oleh semua kalangan laki-laki dan juga perempuan, ningrat maupun jelata, anak-anak maupun dewasa tanpa ada diskriminasi. Sayangnya nota ini tidak pernah di publikasi sehingga pemikiranya yang maju tidak pernah diketahui saat itu. Saat politik balas budi digencarkan oleh Belanda, dirasakan kehidupan kartini tidak semakin baik, kala itu kartini mendapat beasiswa untuk bersekolah di Belanda namun keberangkatan Kartini di tentang oleh Ayahnya alhasil beasiswa tersebut malah diserahkan ke Agus Salim, karena saat itu Kartini sudah di pingit oleh Bupati Rembang. Asa dan cita-cita yang begitu mulia sebegitu menghujam jantungnya. Baginya politik etis(balas budi) hanya menambah penderitaan bangsanya, sebab yang boleh menerima pendidikan hanyalah orang dari keturunan ningrat.

Berangkat dari hal itu kartini menggagas dan mengkonsep pegangan-pegangan pendidikan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Kartini mendirikan sekolah khusus untuk anak perempuan dibelakang pendopo rumahnya di jepara. Pendidikan ia gambarkan dengan “Jadi Guru dan murid sekaligus, Jadi Murid dan Guru sekaligus “ yang bermakna saling bertaut, saling memberi, saling menerima dan saling berbagi dan saling mengasihi, saling menghormati dan membebaskan bukan saling terpisah. Saya disini melihat kesetaraan dalam pendidikan, karena murid dan guru saling terhubung. Tapi semua itu hanya terbatas karena terhalang oleh adat yang tidak memperbolehkan perempuan sekolah ke jenjang lebih tinggi melarang perempuan untuk menentukan masa depanya sendiri karena sang ayahlah yang berhak menentukan masa depan anaknya sebagai seorang kepala keluarga.

Dalam buku berjudul Panggil Aku Kartini Saja, Pramoedya Ananta Toer juga menelaah ketidaksetujuanya Kartini akan adat yang begitu menyiksa, aturan-aturan yang bertingkat-tingkat dan wajib untuk dipenuhi, penindasan manusia atas manusia, hubungan ketidaksetaraan yang mengikat kuat antara yang berkuasa dan yang di kuasai

“ Adat ini dipatuhi dari lapisan masyarakat paling atas sampai paling bawah. Setiap lapisan di perintah oleh adat tertentu. Hubungan antar lapisan yang satu dengan yang lainya,pun diatur oleh hukum tertentu pula. Setiap tindakan yang dikendalikan olehnyam sampai-sampai pada hal yang sekecil-kecilnya : cara bicara, berdiri, duduk membuka mulut, mengulurkan tangan bahkan cara bernafas pun (Pramoedya Ananta Toer,2007:89)

 

Realisasi dan Refleksi Emansipasi Wanita untuk Negeri di Masa Kini

Oleh: Kharisma Dita

 

Kala zaman penjajahan bahkan sesampainya pasca kemerdekaan Indonesia, perempuan hanyalah dipandang sebelah mata, pandangan itu hanyalah sebatas budak pemuas nafsu atau sekedar memberikan pelayanan baik secara materill atau immateril. Sehingga pemberian label tersebut terhadap perempuan ditentang pada masa itu,  seolah olah pandangan tersebut memberikan arti bahwa perempuan adalah seonggok daging yang lemah atau bahkan hanya mampu bertahan hidup dibawah perlindungan kaum laki-laki.

            Stereotip masyarakat pada saat itu memicu pemberontakan dari kaum wanita yang di nahkodai oleh salah satu seorang pahlawan keperempuanan, yaitu Raden Ajeng Kartini. Perannya begitu besar dalam membangun peradaban bangsa ini, terutama dalam memperjuangkan hak hidup untuk memberikan kebebasan terhadap perempuan. Memperjuangkan hak perempuan pada saat itu tidaklah mudah serta harus menjalani masa yang teramat sulit, sehingga muncullah gerakan emansipasi wanita yang bertujuan untuk menghapuskan perbudakan terhadap perempuan.

            Setelah adanya gerakan emansipasi wanita dikala itu sampai pada saat sekarang ini, memberikan nilai kebebasan terhadap perempuan. Kebebasan tersebut memiliki arti memberikan kebebasan dari adanya batasan hukum, berpolitik, atau sosial ekonomi. Sehingga memungkinkan kelompok sosial yang tidak berdaya mampu dan bisa untuk mendapatkan akses dan kendali atas sumber daya manusia di dalam masyarakat tertentu.

            Pada zaman moderen dan serba digital seperti saat ini, justru perempuan harusnya mampu untuk merefleksikan sebenarnya jati dirinya, sebagai bentuk implementasi dari gerakan emansipasi wanita di masa lampau dengan berbagai gerakan yang positif. Sehingga gerakan emansipasi wanita yang di perjuangkan pada saat dahulu, bukanlah sebagai angin lalu belaka.

Adapun beberapa beberapa gerakan refleksi tersebut yaitu untuk saling memberikan dukungan terhadap sesama perempuan  serta selalu mendukung kesetaraan gender. Kedua, mampu dan mumpuni untuk menyuarakan pendapat dalam publik serta tidak pernah takut untuk memperjuangkan hak-hak keperempuanan. Sehingga perempuan terbebas dari kekerasan ataupun diskriminasi. Ketiga, seorang perempuan juga harus mampu untuk memiliki pengetahuan atau pendidikan yang tinggi sehingga mampu memberikan edukasi untuk generasi berikutnya. Sehingga masyarakat memandang seorang perempuan tanpa kelas sosialnya.

 

Refleksi tanpa henti agar esensi emansipasi tidak mati

Hiduplah sebagaimana hidup untuk terus menginspirasi

Teruslah membangun negeri dengan memberi edukasi

Karena perempuan adalah Kartini di masa kini

Teruslah berjuang dan berproses tanpa henti

Hari ini, sekarang kemudian nanti.

 

Di Surakarta, April 2021

 

PEREMPUAN MASA KINI

 

Di era serba ada seperti saat ini, rasa-rasanya hampir tidak ada hal yang tidak dapat dilakukan oleh setiap orang, tak terkecuali perempuan. Perempuan masa kini sudah jauh berbeda dibanding yang dulu. Saat ini,  gerak perempuan sudah lebih dinamis, pergerakan perempuan juga beragam dan dapat kita rasakan manfaatnya dimana-mana. Namun apakah perubahan ini sudah cukup, terutama di Indonesia?

Menurut saya, perubahan ini masih belum cukup. Dalam beberapa kasus perempuan masih sering menjadi bulan-bulanan dan mendapatkan perlakuan yang jauh berbeda dibanding laki-laki. Contohnya dalam kasus perselingkuhan. Kebanyakan orang akan menuding pelakor yang dianggap tak punya hati dan terkadang para pelakor juga mendapatkan tindakan tak terhormat seperti dipersekusi. Sedangkan si pelakon utamanya, yaitu sang suami, paling-paling hanya akan dimarahi si istri, yang kemudian akan dimaafkan dan dilupakan begitu saja. Selingkuh bagi pria dianggap perilaku lumrah dan normal yang merupakan cobaan bagi istri dan harus dimaafkan, sedangkan istri dituntut setia seumur hidupnya. Bukan berarti saya membenarkan tindakan perselingkuhan, tapi bukankah perselingkuhan bisa terjadi atas kehendak keduanya? Tapi mengapa hanya pihak perempuan yang mendapat perilaku tak pantas? Contoh lainnya adalah kasus pemerkosaan, yang akhir-akhir ini, entah mengapa, sering sekali terjadi. Masih ada orang-orang akan menyalahkan korban, yang memakai pakaian yang dinilai kurang pantas, atau korban yang keluar malam-malam, seakan-akan, orang yang berpakaian minim atau yang keluar malam-malam itu pantas dan minta diperkosa. Pemikiran-pemikiran seperti inilah yang menurut saya perlu diubah. Mengajarkan sopan santun dalam berperilaku dan berpakaian tidak hanya diajarkan pada perempuan, tapi pada laki-laki juga. Perbuatan pelecehan seksual atau perselingkuhan bukanlah hal yang normal, tapi merupakan suatu kejahatan yang nyata dan tak pantas.

Diluar ketimpangan yang saya ungkapkan diatas, sebenarnya sebagai perempuan kita juga patut bangga atas prestasi-prestasi yang dapat dicapai perempuan. Tidak melulu tentang macak-masak-manak, perempuan saat ini sudah banyak berkiprah dan berkontribusi dalam berbagai faktor. Contohnya adalah superhero kita di masa pandemi ini, yaitu Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K) yang sudah sangat sering kita lihat di televisi sebagai salah satu pakar COVID-19. Kemudian ada juga Prof. Dr. dr. Herawati Sudoyo, M.S, penerima Habibie Award atas terobosannya di bidang biologi molekuler, yang turut serta meneliti vaksin COVID-19 dan masih banyak contoh yang lainnya, bahkan bisa jadi kitalah yang nantinya mengikuti jejak-jejak tokoh-tokoh tersebut di jalur yang kita pilih sendiri.

Terakhir, menurut saya mengkotak-kotakkan sesuatu berdasarkan jenis kelamin hanyalah omong kosong. Baik pria maupun wanita seharusnya mendapat hak dan kewajiban yang sama yang tentunya tetap mengacu kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Stereotype perempuan selalu lemah, cengeng dan tak berdaya harus dihapuskan, begitu juga dengan stereotype pria selalu kuat dan tidak cengeng. Baik laki-laki ataupun perempuan, kaya ataupun miskin, tampan ataupun cantik, wajib dimanusiakan dan memanusiakan lainnya.

 

Oleh :

Hilwa

 

Perempuan Dalam Ranah Publik

            Peradaban tentu saja menghasilkan berbagai perubahan dalam berbagai aspek kehidupan dan pemikiran pada masing masing individu seiring berkembangnya zaman, rantai rantai kehidupan pada masa lalu perlahan mengalami perubahan yang dianggap sulit diterima untuk beberapa kalangan namun, hal tersebut tidaklah dapat ditepis karena tentu saja  banyak diantara pejuangnya yang kian vokal dalam menuarakan perubahan guna menyetarakan gender. Apabila ditelusuri lebih jauh sebenaarnya hal ini cukup kompleks semenjak zaman pra sejarah. Dimana peran perempuan pada masa berburu dan meramu adalah mencari makanan dan menjaga anak anak, sedangkan laki laki yang cenderung lebih kuat daripada wanita diberikan tugas berburu dan tentu saja hal itu cukup riskan untuk keselamatan.

            Pada Bander (2000) dijelaskan bahwa pada era 1970an seorang pejuang feminis mengkritik bagaimana keadaan pada masa berburu dan meramu tersebut dengan mengganti “man the hunter” menjadi ”woman the gather”. Hal itu bukan tanpa alasan tentu saja, ia menjelaskan pada masa itu mengumpulkan makanan adalah hal yang penting. Perempuan pada masa itu menjadi yang pertama mengawali dan melakukan proses berbagi kemudian berasosiasi dengan teknologi.

            Dengan hal tersebut menjadikan perempuan tidak leluasa dalam pembagian peran, dan adanya pemisahan serta pembagian peran ini diperkirakan muncul pada masa Paleolitikum pertengahan dan berlanjut. Sejarah telah mencatat bagaimana pasang surut peran wanita, bagaimana perempuan dalam ketidakleluasaan melakukan peran peran khusus hingga berbagai ketidakadilan yang terjadi dikarenakan hanya karena mereka terlahir sebagai perempuan. Seperti yang telah diketahui dalam sejarah bangsa arab yang telah berlalu pada masa itu perempuan mengalami penindasan, perempuan tidak diharga, dan pernikahan dianggap sebagai komoditi serta dapat diwariskan dan ditukarkan tanpa adanya persetujuan pihak terlebih dahulu. Hingga akhirnya munculah agama islam yang ajarannya memuliakan keberadaan wanita.

            Dan kini pada periode modern peran perempuan dalam berbagai aspek sudah membuktikan bahwa perempuan juga mampu melakukan hal selain pekerjaan domestic, berbeda sama sekali dengan masa pra sejarah. Dalam aspek sosioekokulturan dan politik perempuan sudah dapat memberdayakan dirinya. Dalam Muhammadiyah sendiri sebagai organisasi islam yang berlandas al-qur’an dan As-sunnah dengan menjalankan ajaran sebagaimana yang dibawa oleh nabi Muhammad S.A.W tentu saja menghargai keberadaan kaum perempuan memberikan hak kepada wanita dalam mengembangkan diri bukan hanya pada ranah pekerjaan domestic. Banyak para perempuan kuat dan cerdas yang saat ini mampu mengembangkan dirinya dan mampu menjadi motivator bagi perempuan lainnya untuk tetap aktif berkontribusi membangun peradaban bangsa. Hakikatnya perempuan yang memang menjadi ibu sekaligus madrasah utama dan pertama bagi anak anaknya ini mampu membangun bangsa melalui peran dalam ranah public.

            Beberapa tokoh perempuan yang aktif dalam ranah public mungkin sudah familiar ditelinga kita salah satunya mantan menteri kelautan dan perikanan yaitu ibu susi pudjiastuti, beliau begitu aktif dalam hal kelautan dan terkenal berkat aksinya menenggelamkan kapal kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia. Disini mampu dibuktikan bahwa perempuan pun mampu menjadi pemimpin, dan menepis stereotype bahwa perempuan adalah makhluk yang terlalu lekat dalam mengambil keputusan menggunakan perasaan sehingga tidak mampu menjadi pemimpin. Justru perempuan perempuan yang seringkali dicap sebai makhluk berperasaan ini mampu menjadi orang yang teliti dalam pengambilan keputusan dan sangatlah multitasking.

            Oleh karena itu perempuan perlu percaya dengan dirinya dan melanjutkan perjuangan kartini, agar mampu membuktikan pada dunia bahwa perempuan pun memiliki potensi yang sama seperti hal nya laki laki untuk menjadi pemimpin, meski begitu perempuanpun tidak boleh lupa dengan kodrat dan kewajibannya sebagai istri, ibu, sebagai seorang perempuan sehingga tetap harus menjaga harga dirinya sebagai perempuan meski sebagai seorang perempuan mampu berkiprah diranah public.

 

Oleh :

IMMawati Fiki Auliyati Nur Afifah
Anggota Bidang Organisasi PK IMM Al-Ghozali

Periode 2020/2021

 

Memaknai Kemerdekaan Kaum Hawa

Gerakan emansipasi wanita saat ini sangat popular dikalangan masyarakat. Para perempuan mulai menentang ketertindasan yang mereka alami, dan berani untuk mengutarakan pemikiran mereka saat adanya bias gender. Akan tetapi, tidak semua pendapat perempuan sama dengan perempuan yang memperjuangkan dan membela hak – hak kemerdekaan mereka. Pada umumnya, mereka masih berfikir kolot dan tetap terpaku pada aturan – aturan jaman terdahulu.  Misal keterkaitan agama ataupun tradisi daerah.

Perlukah perempuan itu tetap tunduk dengan ketidakadilan yang ada? dengan masih kurangnya pengembangan berfikir kaum hawa tentang tingkatan dan kesetaraan perempuan dimasa lalu dan kini menyebabkan masih banyaknya ketertindasan yang dialami perempuan di beberapa tempat. Adanya dogma – dogma yang ada dan tidak adanya moderenitas berfikir membuat arti emansipasi wanita sendiri menjadi salah kaprah dan menjadi hal negative.  Padahal kebanyakan dari mereka juga melakukan kegiatan yang termasuk dalam emansipasi wanita seperti mengemban pendidikan. Lalu, emansipasi wanita yang mereka maksud apasih sebenarnya?

Sebagian masyarakat masih sukar dengan kata – kata kesetaraan gender. Mereka beberapa kali masih tetap kekeh dengan artian perempuan itu kodratnya dibawah laki – laki. Padahal, arti dari kesetaraan gender, perempuan harus berada diatas? Arti tersebut terlalu sederhana menurut saya. Dari beberapa artikel yang saya baca pada dasarnya kesetaraan gender adalah persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki - laki tanpa adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang dalam hal memperoleh suara, kedudukan (bisa dalam pekerjaan), akses layanan, control dan lain lain. Yang artinya, setara disini mendapat perlakuan adil dalam lingkungan masyarakat. Selain diskriminasi dalam hal sumber daya manusia, subordinasi, kekerasan, penindasan dan lain sebagainya juga termasuk diskriminasi. Dan harus digaris bawah i disini bahwasannya “tanpa adanya diskriminasi”. Sehingga saat adanya diskriminasi perihal jenis kelamin perempuan, dirasa perlu menyuarakan hak – hak mereka.

Dengan adanya artian yang begitu luas tentang kesetaraan gender, masihkah kaum perempuan mengartikan negative hal tersebut? Padahal dirasa dengan mengemban pendidikan, menjadi pemimpin dan belajar kepemimpinan sudah menjadi awal mula Gerakan perjuangan perempuan dari keterbelakangan dan penindasan sosial. Lalu, perlu nggak sih di masa kini Gerakan perempuan itu masih dilakukan? Saya rasa iya, jika Gerakan perempuan berhenti karena sekarang sudah berkurangnya ketimpangan sosial mungkin bisa jadi untuk kedepannya perempuan masih menjadi penindasan. Dan dirasa penting juga, belajar arti Gerakan perempuan, kesetaraan gender, perjuangan hingga emansipasi wanita agar perempuan juga memiliki perkembangan dalam hal berfikir yang modern dan dan nyapo iki aku kok bingung.

 

By: Retno Ardanari D R

Unmuh Ponorogo

Komisariat Teknik

 

Emansipasi Wanita dan Eksistensinya

Oleh : Annisa Aulia Wardhani

 

Jika berbicara mengenai perempuan dan emansipasi masa kini, kita perlu mengetahui dulu apa sebernarnya arti dari emansipasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), emansipasi adalah pembebasan dari perbudakan; persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria).

Sedangkan emansipasi wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.

Emansipasi wanita sangat lekat kaitannya dengan R.A. Kartini. Seorang wanita priyayi Jawa yang mempunyai pemikiran untuk maju pada masanya. Emansipasi yang dilakukan oleh R.A. Kartini adalah agar wanita mendapatkan hak atas pendidikan yang seluas-luasnya serta setinggi-tingginya.

Dari perjuangan Kartini di masa itu, kondisi wanita masa kini sangatlah jauh berbeda dengan kondisi wanita di masa lalu. Sekarang, wanita telah merasakan kebebasan atas hak-hak yang diperjuangkan pada masa lalu.

Namun, di era modern ini istilah emansipasi sudah mengalami pergeseran makna. Kita sebagai wanita tentunya sadar mengenai hal itu. Tetapi kebanyakan wanita masih belum paham bagaimana cara mengatasinya. Padahal banyak sekali cara untuk mengembalikan maknanya seperti yang seharusnya.

Salah satu contoh kasus tentang bergesernya makna emansipasi pada masa kini adalah banyaknya wanita yang menganggap emansipasi hanya sekedar bentuk untuk mengekspresikan diri secara bebas. Tetapi sangat disayangkan jika konteks mengekspresikan diri disini dijadikan kedok kebebasan yang sebebas-bebasnya oleh kaum wanita yang miris dilakukan pada zaman millennial ini. Dimana hal tersebut tanpa sadar juga menjatuhkan martabat wanita dan emansipasi sendiri kehilangan maknanya.

Selain itu, banyak juga wanita diluar sana yang terbawa arus globalisasi menjadi pribadi dengan kehidupan yang hedonis, anti-sosial, apatis di lingkungan sekitar, serta mengarahkan wanita dalam gaya hidup lebih matrealistis karena dituntut untuk bermewah-mewah.

Dengan gaya hidup wanita yang seperti itu membuat mereka nyaman di zonanya lalu lupa akan peran dan posisinya dalam masyarakat. Mereka terlena dengan kemajuan teknologi dan mewahnya fasilitas hingga melupakan bagaimana emanispasi seharusnya. Mereka lupa akan hak yang telah diperjuangkan R.A. Kartini di masa lalu.

Sebenarnya jika dibandingkan kembali kondisi saat ini sangat lebih baik dari pada kondisi masa lalu. Dimana para wanita memiliki banyak kesempatan untuk terus mempertahankan hak dan bersaing dengan banyak wanita hebat lain yang di luar sana. Seharusnya hal itu dapat dimanfaatkan untuk menambah keterampilan serta wawasan.

Maka dari itu, sudah seharusnya wanita mengubah mindset nya mengenai emansipasi yang seharusnya. Wanita tidak boleh menggantungkan dirinya ke orang lain terutama pada laki-laki dan belajar lebih mandiri dalam menjalani kehidupannya.

Di dalam lingkup sehari-hari, emansipasi wanita bisa dimulai dengan hal kecil, misalnya menjadi agen perubahan dalam suatu komunitas. Peran dari agen perubahan ini untuk mempengaruhi orang lain untuk melalukan hal-hal positif. Oleh karena itu, dengan melakukan hal yang sederhama tetapi sudah membawa kebaikan dan manfaat bagi orang lain sudah merupakan wujud dari emansipasi.  

Wanita harus membuktikan bahwa dirinya pantas mendapatkan dan mempertahankan hak-haknya. Karena emansipasi wanita tidak semata-mata hanya berfokus pada kesetaraan gender untuk mendapatkan kesempatan yang sama. Tetapi makna sebenarnya dari emansipasi wanita tentang bagaimana wanita dapat menyadari “nilai” dari dirinya dan bermanfaat untuk lingkungan sekitarnya serta berkembang menjadi lebih baik tanpa menghilangkan jati dirinya. Dengan memahami makna emansipasi wanita seutuhnya, wanita turut serta memberikan perubahan bagi masyarakat dan negara.

Sabtu, 10 April 2021

 

Kekerasan Meningkat Saat Pandemi Covid-19, Mengapa?

 

Masa pandemi Covid-19 kita dituntut untuk meminimalisir kegiatan di luar rumah sebagai upaya pencegahan dan penurunan penyebaran virus Covid-19. Akan tetapi pada masa pandemi ini kita dikejutkan dengan fenomena kekerasan yang terus meningkat, mengapa demikian? Padahal sudah banyak orang yang membatasi diri untuk tidak keluar rumah. Hal ini seharusnya dapat menurunkan angka kekerasan yang terjadi. Namun, kenyataannya kekerasan yang biasa terjadi secara langsung kini berpindah menjadi kekerasan online.

Perlu kita ketahui Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) adalah segala bentuk kekerasan yang bertujuan menyerang gender dan seksualitas yang difasilitasi oleh teknologi internet. Inilah mengapa penyebab KBGO sangat sulit penanganannya karena bisa jadi pelaku berada di negara lain sehingga hukum cukup sulit memberikan perlindungan.

Menurut dari catatan tahunan 2021 dari Komisi Nasional Perempuan, kasus kekerasan berbasis gender siber (ruang online/daring) atau disingkat KBGS dari 241 kasus pada tahun 2019 naik menjadi 940 kasus di tahun 2020. Hal yang sama dari laporan Lembaga Layanan, pada tahun 2019 terdapat 126 kasus, di tahun 2020 naik menjadi 510 kasus. Meningkatnya angka  kasus  kekerasan  berbasis  gender  di ruang online/daring (KBGO) sepatutnya menjadi perhatian serius semua pihak. Ironisnya,kaum perempuan menjadi target utama kekerasan. Menurut data dari WHO bahwa 1 dari 3 wanita perempuan dunia mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual (WHO,2010). Tindakan ini sering digunakan untuk menyerang dan menindas atau membungkam perempuan di ruang pribadi atau dunia maya. Kejadian yang mencengangkan bukan?

Selama masa pandemi ini banyak aktivitas yang dilakukan di rumah justru membuat seseorang merasa bosan, gabut sehingga dapat memicu untuk melakukan hal-hal tidak baik di media sosial. Media sosial yang harusnya untuk belajar secara daring, bekerja, menjalin silaturahmi, dan mengakses ilmu pengetahuan disalahgunakan untuk melakukan tindakan pelecehan, intimidasi, dan merendahkan wanita. Adapun bentuk-bentuk dari KBGO antara lain menyebarkan data pribadi, foto, dan video seseorang tanpa persetujuan dengan maksud yang tidak baik, membuat konten palsu, penghinaan, makian, membuat komentar dalam kata maupun gambar yang bermaksud mencoreng reputasi, pelaku melakukan stalking atau pengawasan di ranah digital sehingga korban merasa tengah diawasi. Lalu apakah kekerasan di media sosial mempunyai dampak yang buruk? Tentu iya, bagi korban KBGO mampu memberikan dampak trauma, stress, ketakutan yang tinggi, dan bungkam. Untuk itu, kita perlu menyadari begitu pentingnya perlindungan terhadap media sosial dengan segala bentuk data pribadi yang bersifat digital. Oleh karena itu, kita dapat melakukan pembatasan pada media sosial seperti mengubah pengaturan Instagram ke mode private agar kita dapat memilah siapa saja yang berhak mengikuti kita, mengirim pesan, dan beraktivitas lainnya di media sosial kita.


 Oleh IMMawati El frida Akmalia

PK IMM FIK UMS