Kamis, 29 April 2021

 

TENTANG PEREMPUAN

Oleh : Ilham H.A.P

 

Bulan April, bulan yang memiliki nilai historis tersendiri bagi bangsa Indonesia terutama bagi kaum perempuan. Ini bukanlah tentang April Mop seperti yang dilakukan bangsa barat untuk menyambut datangnya bulan April. Dimana pada peringatan tersebut diisi dengan melakukan kegiatan semacam prank atau yang lainya, melainkan di Indonesia ada satu tanggal pada bulan April yang sangat spesial, yaitu pada tanggal 21 April. Dimana pada tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Kartini.

Lantas apa yang kemudian membuat tanggal tersebut menjadi spesial bagi kaum perempuan? Ya, tidak lain dan tidak bukan karena ada sosok R.A Kartini dibaliknya. Seperti yang kita ketahui dari berbagai macam buku, artikel maupun cerita di media sosial, tanggal tersebut merupakan tanggal lahir daripada R.A Kartini.Tanggal tersebut kemudian ditasbihkan sebagai salah satu dari sekian banyak hari besar nasional. Cerita hidup dari seorang Kartini yang menjadikanya begitu istimewa untuk dikenang dan diperingati sebagai tonggak emansipasi perempuan di negeri ini.

Apakah itu emansipasi? Penulis tidak akan mengulasnya terlalu panjang. Karena pasti sudah banyak literatur diluar sana yang membahas tentang hal demikian. Secara garis besar, emansipasi merupakan perjuangan dalam penyetaraan terhadap hak-hak dari kaum perempuan. Karena seperti yang telah penulis sedikit singgung diatas, semua bermula dari perjalanan hidup seorang Kartini pada masanya.

Dimana pada masa R.A Kartini hidup (pada masa kolonial), kesetaraan pada masa tersebut masih sangatlah jauh. Jauh dalam konteks ini adalah sesuatu yang belum nampak keberadaanya. Apalagi jika kita membahas berkaitan dengan pendidikan, bisa dikatakan sangat jomplang antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Jangankan dari sisi gender, dari kelas sosial pun sangat berpengaruh disana. Itulah yang kemudian menjadi alasan kuat dari seorang R.A Kartini untuk melakukan perlawanan terhadapnya. Sehingga apa yang kemudian ada saat ini merupakan buah perjuangan dari seorang R.A Kartini.

EMANSIPASI MASA KINI

Bagaikan falsafah hidup orang jawa yang berbunyi “sopo kang nandur bakal ngundhuh ing tembe mburi” atau jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia akan memilik arti siapa yang menanam maka akan menuai buahnya dikemudian hari. Oleh sebab itu, maka tanamlah sesuatu yang baik untuk kau tuai jua kebaikanya. Begitulah kira-kira apa yang telah dilakukan oleh seorang R.A Kartini, meskipun beliau tidak merasakan secara langsung buahnya karena beliau yang telah wafat, setidaknya buah yang manis tersebut dapat dinikmati oleh anak cucunya bahkan hingga sampai saat ini.

Dimana realitas yang terjadi pada masa kini akses untuk medapatkan pendidikan sangatlah mudah dan tidak lagi memandang gender ataupun kasta sosial masyarakat. Tidak ada lagi aturan yang melarang perempuan untuk bersekolah dengan tinggi ataupun harus dari keluarga berdarah biru supaya bisa mengenyam dunia pendidikan. Semua telah sama dan menjadi seimbang dimata pendidikan.

Namun permasalahan lain yang berkaitan dengan pendidikan ini kembali muncul. Bukan lagi tentang kesetaraan hak, melainkan dengan menjamurnya sekolah-sekolah atau instansi pendidikan yang semakin bervariatif. Ini menjadi sebuah permasalahan ketika kekuatan uang bermain dibelakangnya. Semakin baik kualitas dari instansi pendidikan maka akan semakin mahal pula budget ataupun biaya yang harus dikeluarkan.

Permasalahan yang demikian ini sering kali disebut dengan istilah “kapitalisasi pendidikan”. Pendidikan menjadi sebuah brand atau produk yang diperjual belikan. Mutu dari pendidikan sebagai jaminan kualitas dari produk tersebut. Dan tentu saja, alumni atau lulusan dari instansi pendidikan terkait harus mampu untuk bertransformasi menjadi brand ambassador guna memberikan citra yang terbaik. Dan sudah menjadi suatu kepastian apabila dengan adanya perihal demikian mengakibatkan masyarakat ekonomi kelas menengah kebawah akan merasakan dampaknya (tidak mampu mengenyam pendidikan).

PEREMPUAN DAN JIHAD

Lantas bagaimana seharusnya peranan dari kaum perempuan untuk menyikapi permasalah pendidikan yang ada? Hal yang paling fundamental adalah dengan melakukan pemaknaan ulang terhadap emansipasi. Ketika emansipasi dalam hal ini masih terbatas dalam pemaknaan untuk melawan pengekangan gender, maka perlu untuk kemudian merekonstruksi pemikiran tersebut dengan memaknai emansipasi sebagai peranan dalam menjawab tantangan zaman.

Ketika proses memaknai emansipasi telah selesai, maka berikutnya adalah memberikan sebuah tawaran. Dan salah satu hal yang mungkin dapat ditawarkan adalah jihad. Jihad yang dimaksudkan disini bukanlah beperang dengan senjata atau bunuh diri atas dasar agama, melainkan jihad memperjuangkan pendidikan melalui jalur-jalur yang ada. Ada dua poin yang penulis bisa tawarkan dalam berjihad, terjun menjadi seorang politisi dan memperjuangkan kebijakan-kebijakan pendidikan sebagai poin yang pertama dan untuk poin yang kedua adalah terjun lapangan secara langsung, dengan menjadikan dirinya sebagai seorang tenaga pendidik.

Poin yang kedua mungkin sangat lazim dijumpai karena sudah banyak dilakukan. Karena seperti yang penulis dapati dalam pelajaran agama yang penulis yakini, menjadi seorang pengajar bagi kaum perempuan adalah suatu hal yang bisa dikatakan wajib, apalagi jika itu untuk anak-anaknya sendiri. Sehingga lazim juga terdengar ditelinga kita bahwa seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan.

Namun, untuk poin yang pertama inilah yang kemudian perlu menjadi sorotan bersama. Kenapa demikian? Tingkat partisipasi yang masih rendah menjadi jawabanya. Karenapun, ketika penulis mengingat sistem perpolitikan yang terbuka dinegara kita dan apabila disandingkan dengan tingkat partisipasi dari kaum perempuan  yang rendah tentu saja akan terlihat sangatlah miris.

Itulah alasan mengapa sampai kemudian dibuatkan peraturan oleh pemerintah yang tertuang dalam pasal 2 UU No. 10 Tahun 2008. Dimana dalam undang-undang tersebut mengharuskan 1 dari 3 orang bakal calon legislatif yang diusung oleh parpol dalam suatu kontestasi politik berjenis kelamin perempuan. Peraturan ini tentu saja dibuat dengan tidak memiliki maksud untuk mendeskreditkan kaum perempuan. namun semata untuk memberikan penyadaran bahwasanya perihal yang demikian (berkecimpung di dunia politik) itu sangat perlu dilakukan. Selain sebagai upaya penyamaan atas hak politik, disisi lain juga untuk penyeimbang pemikiran.

Dampak daripada terjunya perempuan di dunia politik pun sangatlah besar. Baik itu bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain. Selain dari apa yang penulis tuliskan diatas (paragraf sebelumnya), yang perlu digaris bawahi oleh penulis dan para pembaca disini adalah peranan kaum perempuan itu sendiri dalam menjawab tantangan zaman dengan segala problematikanya.

Merefleksikan tonggak awal emansipasi (permasalahan pendidikan seperti yang penulis angkat dalam tulisan ini) menjadi poin penting berikutnya. Lebih daripada itu, politik bisa menjadi wadah dan jalur alternatif  bagi perempuan untuk merekonstruksi makna emansipasi dalam kehidupan yang dinamis. Sadar dan bangkitlah wahai ibu bangsa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar