Kamis, 29 April 2021

 

Refleksi Hari Kartini, Bagaimana cara memaknainya ?

 

Hari kartini merupakan simbol perjuangan dari seorang kartini untuk kesetaraan perempuan, hari kartini di peringati setiap tanggal 21 April yang mana tanggal 21 April merupakan kelahiran dari kartini.Siapakah Kartini, siapa sosok penulis buku habis gelap terbitlah terang yang merupakan kumpul dari surat suratnya yg kemudian di bukukan. Nama lengkap dari Kartini yaitu Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat lahir dari keturunan bangsawan sekaligus putri priyayi terpelajar dari Jepara. Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario sosroningrat adalah Bupati Jepara dan memiliki seorang kakak yang sangat terkenal juga karena perjuanganya untuk kemanusiaan yaitu RMP. Sosrokartono.Pada saat itu akses pendidikan hanya bisa di akses oleh kalangan bangsawan atau priyayi, karena itu Kartini bisa belajar di sekolah elit Belanda ELS. Disana ia pun mulai belajar bahasa Belanda.Namun ia harus berhenti dari sekolahnya karena adat yang mengharuskan seorang wanita yang sudah berumur matang untuk segera menikah yang saat itu dia sudah di pingit untuk menunggu calon suami. Saat di pingit kartini masih melanjutkan rutinitas belajarnya, dia rajin belajar dan membaca sehingga pengetahuanya luas. Kartini ingin melanjutkan pendidikanya di Perguruan tinggi namun terkekang oleh adat. Permasalahan perempuan pada masa itu sangat kompleks yaitu seorang perempuan tidak boleh untuk berpendidikan tinggi, bahkan di ranah politik juga tidak boleh menempati posisi-posisi penting seperti Bupati dan lainya. Perempuan di masa itu terkekang oleh adat sehingga muncul slogan perempuan itu hanya bisa 3M (Macak,Manak,Masak) yang artinya perempuan hanya bisa berdandan,melahirkan keturunan, dan memasak di dapur. Semua kegelisah yang ia rasakan sebagai perempuan itu pun dia tulis di sebuah surat kemudian dikirimkan kepada kawan-kawanya yang ada di belanda, salah satunya ialah Estelle “Stella” yang kemudian menjadi buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Isi dari surat itu kartini ingin menjadi seperti wanita eropa yang bebas dan tidak terkukung oleh adat dimana perempuan juga berhak untuk memperoleh kesetaraan di bidang pendidikan dan lainya. Kartini seorang wanita yang cerdas di umurnya yang masih sangat belia umur 14 tahun kartini sudah mulai menulis dan menghasilkan beberapa tulisan salah satunya yaitu Upacara perkawinan suku Koja yang kemudian terbit di belanda, surat surat yang di kirimkan stella kemudian menjadi buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Ketika sudah menikan prinsip dan pemikiran kartini tidak berubah malah semakin berkembang ia menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Djojoningrat.

“ Dirumah orang tua saya dulu, saya sudah tahu banyak.Tapi disini bersama suami saya memikirkan segala sesuatu dimana saya turut menghayati kehidupanya, turut menghayati pekerjaanya, usahanya. Maka saya malah mengetahui banyak hal. Tulisan kartini kepada Nyonya Abendanon yang menjadi sahabat Penanya.

Kartini merupakan sosok yang sangat terpelajar dan memberi sumbangsih yang banyak dalam emansipasi wanita atau kesetaraan dalam hal pendidikan. Bila kita melihat wajah pendidikan zaman dahulu dan zaman sekarang sudah jauh berbeda. Sekarang perempuan sudah bisa untuk merasakan sekolah tanpa harus dari kalangan bangsawan.

 

Tentang Pendidikan dan Kesetaraan

Kartini meninggal di usia 25 tahun, umur yang masih muda dan hidup yang sangat singkat namun kartini memiliki pemikiran yang visioner. Kartini hidup di lingkungan bangsawan, kartini hidup di bawah kungkungan adat yang membuat pemikiranya, pertentangan dan perlawanananya mengalami banyak sekali rintangan. Kartini bukanlah seorang tokoh politik ataupun politikus ataupun seorang pejuang yang bertempur di medan perang untuk mengusir penjajah. Kartini adalah seorang perempuan ningrat yang serba kecukupan, beliau tokoh emansipasi wanita yang berangkat dari apa yang ia rasakan, apa yang ia lihat sebagai sebuah penderitaan dan permasalahan seorang perempuan kala itu. Atas kesadaran itu kartini bergerak merubah paradigma belenggu adat dan pengetahuan menjadi kemerdekaan, kesetaraan dan kebebasan yang humanis.

“ saya akan mengajar anak-anak saya baik laki-laki dan perempuan untuk saling memandang sebagai makhluk yang sama. Saya akan memberikan pendidikan yang sama kepada mereka, tentu saja menurut bakatnya masing-masing. Lagi pula saya bermaksud untuk menghapus batasan itu antara laki laki dan perempuan yang membuat sedemikian orang begitu cermatnya”. Kutipan Surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 23 Agustus 1900(Sulastrin Sutrisno,1981:66)

Setelah 2 setengah tahun suratnya kepada stella, Kartini membuat nota untuk menteri jajahan A.W.F Idenburg yang berjudul Berilah Orang Jawa Pendidikan. Tiga bulan berikutnya kartini kembali menulis nota yang ditujukan kepada Gubernur Jendral Willem Roseboom.

(Dikutip dari sulastrin sutrisno: Surat-Surat Kartini, Djambatan,198 :367-397 oleh Dri Arbaningsih, Kartini Dari Sisi Lain, Kompas Jakarta,2005).

Kedua nota ini menitikberatkan betapa pentingnya pendidikan harus diberikan kepada rakyat karena pendidikan bagi kartini merupakan jalan keberhasilan bagi kebebasan dan kemerdekaan manusia. Juga bagaimana pendidikan itu dapat diterima oleh semua kalangan laki-laki dan juga perempuan, ningrat maupun jelata, anak-anak maupun dewasa tanpa ada diskriminasi. Sayangnya nota ini tidak pernah di publikasi sehingga pemikiranya yang maju tidak pernah diketahui saat itu. Saat politik balas budi digencarkan oleh Belanda, dirasakan kehidupan kartini tidak semakin baik, kala itu kartini mendapat beasiswa untuk bersekolah di Belanda namun keberangkatan Kartini di tentang oleh Ayahnya alhasil beasiswa tersebut malah diserahkan ke Agus Salim, karena saat itu Kartini sudah di pingit oleh Bupati Rembang. Asa dan cita-cita yang begitu mulia sebegitu menghujam jantungnya. Baginya politik etis(balas budi) hanya menambah penderitaan bangsanya, sebab yang boleh menerima pendidikan hanyalah orang dari keturunan ningrat.

Berangkat dari hal itu kartini menggagas dan mengkonsep pegangan-pegangan pendidikan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Kartini mendirikan sekolah khusus untuk anak perempuan dibelakang pendopo rumahnya di jepara. Pendidikan ia gambarkan dengan “Jadi Guru dan murid sekaligus, Jadi Murid dan Guru sekaligus “ yang bermakna saling bertaut, saling memberi, saling menerima dan saling berbagi dan saling mengasihi, saling menghormati dan membebaskan bukan saling terpisah. Saya disini melihat kesetaraan dalam pendidikan, karena murid dan guru saling terhubung. Tapi semua itu hanya terbatas karena terhalang oleh adat yang tidak memperbolehkan perempuan sekolah ke jenjang lebih tinggi melarang perempuan untuk menentukan masa depanya sendiri karena sang ayahlah yang berhak menentukan masa depan anaknya sebagai seorang kepala keluarga.

Dalam buku berjudul Panggil Aku Kartini Saja, Pramoedya Ananta Toer juga menelaah ketidaksetujuanya Kartini akan adat yang begitu menyiksa, aturan-aturan yang bertingkat-tingkat dan wajib untuk dipenuhi, penindasan manusia atas manusia, hubungan ketidaksetaraan yang mengikat kuat antara yang berkuasa dan yang di kuasai

“ Adat ini dipatuhi dari lapisan masyarakat paling atas sampai paling bawah. Setiap lapisan di perintah oleh adat tertentu. Hubungan antar lapisan yang satu dengan yang lainya,pun diatur oleh hukum tertentu pula. Setiap tindakan yang dikendalikan olehnyam sampai-sampai pada hal yang sekecil-kecilnya : cara bicara, berdiri, duduk membuka mulut, mengulurkan tangan bahkan cara bernafas pun (Pramoedya Ananta Toer,2007:89)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar