Jumat, 10 Mei 2024

Anomali "Olahraga" pada E-Sport sebagai pencetus gaya hidup sedenter

 



Oleh : Annya Shakty Indraprastha

Mahasiswi Fisioterapi

2022


1. Pendahuluan 

        Saat ini E-Sports sangat populer pada generasi Gen Z dan millenial, berbagai ajang turnamen dalam skala nasional dan internasional banyak memotivasi para atlet E-Sports untuk berkompetisi di ajang yang lebih tinggi. Olahraga elektronik (E-sports) mulai mendapatkan popularitas di komunitas game di awal 2000-an (Hamari & Sjöblom, 2017), mencapai perkiraan massa 395 juta orang di seluruh dunia di 2018 (Wattanapisit et al., 2020). Pertumbuhan eksponensial E sports di dunia (Jenny et al., 2017) telah menyebabkan rekreasi ini aktivitas yang diakui sebagai olahraga (Wattanapisit et al., 2020), kemajuan di bidang ini telah menghasilkan 201,2 juta konsumen E-Sports (Difrancisco-Donoghue et al., 2019), yaitu, secara aktif berpartisipasi atau mengikuti acara E-Sports, sementara 1757,5 juta orang telah mendengarnya E-Sports tanpa berpartisipasi atau menontonnya (Seo, 2013). 


2. Hubungan gaya hidup sedenter dengan olahraga E-Sport 

        Fenomena E-Sports akhir-akhir ini mungkin bisa dibilang sedang naik daun, namun untuk games yang bertemakan E-Sports ini ternyata memiliki karakteristik yang berbeda dengan games lainnya. Karakteristik games E-Sports yang paling utama adalah bersifat kompetitif, karena pada games E-Sports biasanya terbentuk dari hanya perorangan atau tim yang memiliki tujuan untuk menang dan kemahiran dalam bermain game merupakan faktor utama untuk menentukan hasil pertandingan yang diinginkan. Karakteristik lainnya pemain cenderung berada di posisi yang statis dalam waktu yang lama dan cabang olahraga ini membuat para atlet condong lebih pasif daripada aktif, dari karakteristik tersebut menjadikan para pemain atau atlet untuk melakukan latihan dengan intensitas waktu penggunaan devices untuk bermain yang sangat tinggi untuk melatih kemahirannya dalam bermain, sehingga membuat para pemain atau atlet E-Sports cenderung berdiam diri atau menetap di depan layar komputer atau handphone dengan waktu yang lama yang berakibat malasnya bergerak dan sedikit melakukan aktivitas fisik, dengan kebiasaan tersebut maka akan memicu adanya gaya hidup sedenter. Gaya hidup sedenter atau sedentary lifestyle adalah suatu pola hidup yang tidak sehat, dimana seseorang atau individu cenderung malas bergerak dan melakukan aktivitas fisik dan menghasilkan sedikit kalori terbakar, kurang dari 1 METs. Adapun klasifikasi individu dikatakan mengalami gaya hidup sedenter terbagi menjadi tiga level berdasarkan durasi waktu, yakni: (a) level rendah, dengan durasi kurang dari 2 jam; (b) level menengah, dengan durasi 2-5 jam; (c) level tinggi, dalam durasi lebih dari 5 jam. Gaya hidup ini ternyata berpotensi menyebabkan permasalahan kesehatan lebih lanjut. 


3. Anomali terhadap atlet E-Sports 

        E-Sports merupakan olahraga yang terbuka bagi siapa pun. Sebab E-Sports dapat dimainkan oleh siapa saja, bahkan E-Sports bisa dimainkan oleh penyandang disabilitas dan gampang diakses melalui devices seperti handphone dan komputer. Semenjak E-Sports menjadi salah satu cabang dari olahraga banyak agensi-agensi yang merekrut para pemain E-Sports untuk menjadi atlet yang akan bertanding di berbagai kompetisi, akan tetapi cabang olahraga ini berbeda dengan cabang olahraga lainnya, seperti yang diketahui bahwa yang namanya olahraga idealnya melakukan gerakan secara aktif dan banyak melakukan aktivitas fisik sehingga menjadikan para atlet tersebut menjadi lebih sehat, namun hal tersebut cukup berbeda dengan olahraga E-Sports yang aktivitasnya hanya duduk diam dan pemain menjadi tidak aktif sehingga pemain atau atlet akan berisiko tinggi mengalami permasalahan yang melebihi dari hidup sedenter, jadi walaupun E-Sports masuk cabang olahraga akan tapi olahraga ini hanya membuat atlet lebih banyak diam dibandingkan bergerak aktif, sehingga jika atlet melakukan hal tersebut dengan tidak memperhatikan gaya hidupnya dan tidak ada penanganan lebih lanjut di kemudian hari, maka akan berpengaruh pada kesehatannya. Karena gaya hidup sedenter ini sangat berpengaruh langsung terhadap metabolisme, kandungan mineral tulang, kesehatan kardiovaskular, cedera fisik, dan psikologis. Saat individu terbiasa dengan gaya hidup sedenter, otak tidak distimulasi untuk memproduksi protein yang disebut brain derived neutrophic factor (BDNF). Protein tersebut berfungsi untuk menjaga sel saraf otak tetap sehat, dan hanya diproduksi apabila seseorang melakukan aktivitas fisik. Maka dari itu gaya hidup sedenter bisa berakibat fatal jika tidak ada penanganan lebih lanjut.


 4. Risiko kebiasaan sedenter pada atlet E-Sports terhadap kondisi kesehatan 

        Berbagai penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa anomali terhadap aktivitas sedenter pada atlet E-Sports sangat berpengaruh terhadap kesehatan karena hal ini berkaitan erat dengan gaya hidup sedenter sehingga permasalahan yang dapat terjadi berupa cedera fisik dan gangguan psikologis, untuk cedera fisik meliputi adanya gangguan musculoskeletal seperti, forward head posture karena mempertahankan posisi menunduk ke arah layar game dengan waktu yang lama, yang mana akan terjadi ketegangan pada otot leher, lalu ada Low back pain (LBP) dikarenakan adanya kompresi berlebih pada diskus intervertebralis saat duduk dibandingkan dengan posisi berdiri,, kemudian ada De Quervain Syndrome dan Carpal tunnel Syndrome (CTS) kedua diagnosis tersebut bisa muncul karena akibat otot mengalami overused yang dapat menyebabkan spasme dan peradangan, yang pada akhirnya bisa menjadikan kompresi pada saraf dan bisa menimbulkan rasa nyeri. Selain itu diikuti juga adanya gangguan psikologis yang bisa mengakibatkan munculnya permasalahan seperti kegelisahan, depresi, frustasi, mudah khawatir, anxiety atau cemas, gampang mengalami stress dan Internet Gaming Disorder (IGD). Internet gaming disorder merupakan gangguan yang terjadi pada pemain E-Sports yang bermain dengan intensitas waktu yang cukup panjang dengan rata-rata 10 jam. Sehingga dengan adanya permasalahan baik dari cidera fisik hingga gangguan psikologis akan berpengaruh terhadap interaksi sosial di masyarakat yang mana hal tersebut juga bisa ditinjau dari durasi game yang berlebihan, yang akan membuat individu ini akan menjadikan game sebagai tempat pelarian dari kenyataan.


 5. Langkah promotif dan preventif untuk penurunan risiko sedenter pada pemain E-Sports

          Berdasarkan risiko permasalahan yang dapat terjadi pada atlet yang memiliki gaya hidup sedenter akan berisiko mengalami permasalahan terhadap gangguan musculoskeletal dan psikologis, sehingga atlet yang mengalami permasalahan tersebut akan mempengaruhi performa baik dirinya sendiri maupun tim kedepannya. Banyak pemain atau atlet yang harus istirahat bahkan pensiun diakibatkan adanya permasalahan musculoskeletal dan psikologis yang dialaminya. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan tersebut pemain atau atlet diharapkan untuk memperhatikan lebih lanjut dengan kondisi tubuhnya, dan memiliki kesadaran betapa berbahayanya gaya hidup sedenter jika tidak ditindaklanjuti, sebagai pelatih fisik dan fisioterapi dapat memberikan program-program preventif seperti program fleksibilitas, program kardiovaskular dan respirasi, program penguatan, dan juga program relaksasi. Karena kebugaran dan kesehatan para atlet sangat perlu diperhatikan agar performa saat bertanding dapat bermain dengan maksimal. Berikut beberapa program preventif yang dapat diberikan kepada atlet E-Sports.

    a) Program fleksibilitas untuk otot pada atlet 

        Program fleksibilitas bermanfaat untuk merileksasikan otot-otot pada leher, punggung, pinggang, bahu, lengan, dan pada pergelangan tangan yang bekerja ketika bermain, menghindari terjadinya cedera, ketegangan otot, nyeri, kram, maupun kesemutan ketika bermain maupun setelah bermain. Salah satu latihan pada program fleksibilitas ini yaitu latihan peregangan atau stretching. Beberapa latihan stretching yang bisa diberikan untuk atlet E-Sports, antara lain stretching pada punggung, stretching pada leher, dan stretching pada pergelangan tangan, dengan masing-masing berdurasi 15-20 menit per harinya, antara lain: (a) stretching pada pergelangan tangan seperti wrist stretch- 3x10 detik di setiap tangan, latihan ini bermanfaat untuk meregangkan otot-otot bagian flexor dan ekstensor pada tangan, (b) stretching pada leher, seperti side to side head turns- 1x10 setiap sisi (tahan selama 5 detik untuk setiap sisinya) dan neck rotations- 1x10 setiap sisi ( tahan selama 5 detik untuk setiap sisinya) kedua latihan tersebut sangat bermanfaat untuk meregangkan otot-otot pada leher seperti sternocleidomastoideus dan juga scaleni, dan (c) stretching pada punggung seperti , bridges- 2x10 reps (tahan selama 3 detik ketika naik) back to heel stretch- 2 x 10 reps (tahan selama 5 detik di setiap posisi), untuk latihan tersebut sangat bermanfaat untuk meregangkan otot abductor hip, gluteus maximus, dan juga hamstrings, child’s pose- 1x3 reps (tahan selama 30 detik) latihan ini bermanfaat juga untuk meregangkan otot punggung ke bawah, dan cobra stretch 1x5 reps (tahan selama 10 detik) yang bermanfaat untuk meregangkan otot perut dan juga punggung bagian bawah.

    b) Program kardiovaskular dan respirasi 

        Program kardiovaskular dan respirasi ini bermanfaat untuk meningkatkan endurance atau daya tahan dari atlet agar ketika bermain atau bertanding dalam waktu yang panjang, performa pemain tidak turun dan bisa stabil. Salah satu latihan pada program ini adalah latihan aerobik, selain itu manfaat pemberian program latihan ini berguna juga untuk membentuk kekompakan tim dan juga interaksi antar sesama. Beberapa latihan yang dapat dilakukan, yaitu bersepeda di dalam ruangan gym atau di luar ruangan, bermain bola, dan bermain basket. Untuk pemberian latihan aerobik disarankan 2-3 kali per minggu dengan durasi 30-60 menit per sesinya. contoh program jogging dengan durasi mulai dari 30-60 menit atau lebih dengan intensitas mudah hingga sedang, atau 60-75% dari detak jantung maksimum atlet.

    c) Program penguatan untuk otot pada atlet 

        Program ini bermanfaat untuk memperbaiki postur tubuh, menjaga dan meningkatkan kekuatan tubuh terutama otot-otot yang ada di pergelangan tangan, lengan, bahu, core muscle, dan juga yang ada di hip, dan juga untuk mencegah terjadinya cedera bagi para atlet E-Sports. Program penguatan ini dapat diberikan 2-3 per minggu dengan durasi 30-45 menit per sesinya. Latihan pada program ini terbagi menjadi 2 jenis latihan, yaitu latihan endurance dan latihan strengthening. Untuk latihan endurance bertujuan untuk meningkatkan daya tahan otot sehingga ketika bermain para atlet tidak mudah lelah ketika bermain game dalam waktu yang lama. Kita dapat memberikan latihan seperti wall sit- 3 set (tahan selama 1-2 menit) yang berguna untuk meningkatkan otot pada paha, push-up- 3 set (repetisi maksimal untuk setiap set) latihan ini bermanfaat untuk meningkatkan otot lengan bagian atas, dan split squats- 3 set (10-12 repetisi) bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan otot yang ada di bokong dan juga paha bagian depan. Untuk latihan strengthening bertujuan untuk meningkatkan massa otot untuk menjaga postural dan meningkatkan kekuatan otot. Kita dapat memberikan latihan seperti bench press- 10-15 repetisi yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dada, bahu, dan juga lengan, seated shoulder press- 15-10 repetisi bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan otot bahu, dan bicep curl- 3-4 set, 8-12 repetisi yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot biceps brachii.

     d) Program relaksasi 

        Program relaksasi ini selain untuk relaksasi otot juga bermanfaat untuk manajemen stress pada atlet. Karena di setiap pertandingan ada yang namanya menang dan kalah, sehingga banyak atlet mengalami stress dan tertekan ketika timnya mengalami kekalahan. Dengan adanya program relaksasi ini dapat membantu atlet untuk mengontrol stress karena mengalami kekalahan, sehingga atlet tidak akan merasakan stress yang akan mempengaruhi performa dalam bermain. Bentuk program relaksasi yang dapat diberikan ialah breathing techniques, imagery, meditation, progressive muscle relaxation, mendengarkan musik dengan durasi 15-30 menit dan untuk mengoptimalkan dalam pertandingan dapat diberikan 1-2 jam sebelum bertanding. Selain itu program relaksasi ini juga harus dilakukan secara rutin setiap hari walaupun sedang tidak ada pertandingan atau sedang beristirahat agar para atlet atau pemain E-Sports tidak merasakan stress yang berlebihan. Lakukan hal tersebut secara rutin lalu dibarengi dengan beristirahat yang cukup untuk menurunkan rasa stress dan mengonsumsi makanan yang sehat setiap harinya, dengan begitu dampak hidup sedenter dapat diminimalisir dan atlet akan berada di top performance saat bertanding.


 6. Kesimpulan 

        Dengan meningkatnya minat dan popularitas E-Sports pada kalangan masyarakat, menjadikannya sebagai ajang turnamen resmi tingkat nasional dan internasional, sehingga banyak terlahirnya atlet E-Sports di mancanegara. Tanpa diketahui ternyata cabang olahraga ini memiliki karakteristik yang kebanyakan hanya duduk dan diam sehingga hal ini menjadi sebuah anomali dari olahraga yang biasanya. Berbagai penelitian telah dilakukan dan menunjukkan bahwa "olahraga" E-Sports berpotensi tinggi terkait terjadinya cedera karena kurangnya aktivitas fisik pada individu, dengan permasalahan tersebut maka atlet akan terjadi penurunan performa sehingga tidak dapat memenangkan kompetisi. Hal tersebut dapat diminimalisir dengan meningkatkan aktivitas fisik dan melakukan olahraga untuk menghindari terjadinya perilaku sedenter.


Daftar Pustaka

Janah, N., & Nugroho, P. S. (2021). Risiko Perilaku Kurangnya Aktivitas Fisik dan Mengkonsumsi Buah Terhadap Kejadian Obesitas Pada Remaja. Borneo Student Research, Vol. 3, No. 1.

Kurniawan, F. (2019). Available online at https://journal.uny.ac.id/index.php/jorpresJORPRES (Jurnal Olahraga Prestasi), 1E-Sport dalam Fenomena Olahraga Kekini. Jurnal Prestasi Olahraga, Vol. 15, No. 2.

Muharram, I., Hidayatullah, M. F., & Riyadi, S. (2024). Respon Stigma Negatif E-Sport dan Kesehatan: Literature Review. Prosiding Seminar Nasional Wijayakusuma National Conference, 120-127.

Sinatra, F., & Rochmania, A. (2022). GANGGUAN KESEHATAN PADA ATLET E SPORT JATIM DIVISI MOBILE LEGENDS. Jurnal Prestasi Olahrag, Vol 5, No 6.

Tremblay, M., Colley, R., Saunders, T., Healy, G., & Owen, N. (2010). Physiological and health implications of a sedentary lifestyle. Applied Physiology Nutrition and Metabolism , 725-720

Rabu, 01 Mei 2024

Potensi Gangguan Muskuloskeletal pada Pemain E Sport

 


Oleh : Nanda Maulana Riszki

Mahasiswa Fisioterapi

2022


1.     Pendahuluan

Olahraga elektronik (E-Sports) memiliki disiplin yang berbeda pada olahraga umumnya yaitu  dimana para atlet menggunakan handphone atau computer untuk kompetisi permainan secara online. [1] Dalam 5 tahun kebelakang E Sport telah menjadi sangat populer dan dipertandingkan  sebagai ajang kompetisi resmi seperti Asian Games 2022 hingga ke Olimpiade 2024.[2], [3], [4] Pada tahun 2021 jumlah atlet E Sport di Indonesia mencapai 52 juta dan atlet E Sport harus melakukan pelatihan dengan intensitas tinggi yaitu dengan durasi yang lama pada setiap harinya, sehingga bisa berpotensi terhadap terjadinya gangguan musculoskeletal. [1], [5]

 

2.     Faktor risiko gangguan musculoskeletal pada pemain E Sport

Atlet E Sports melaksanakan latihan sama halnya seperti pada atlet yang lain, sehingga secara luas serupa dengan olahraga lazimnya, dikarenakan mengambil adanya kejuaraan, regulasi dan training, yaitu menganggap E Sports sebagai jenis modern sport walaupun atlet tidak terlibat dalam aktivitas fisik berat.[2]). Hal dasar inilah yang membuat para pemain E Sport mengharuskan duduk di depan layar ponsel atau computer degan durasi berkisar 10 jam/hari, yang akhirnya mengakibatkan faktor risiko terjadinya gangguan musculoskeletal.

Faktor risiko gangguan musculoskeletal pada pemain E Sport yaitu meliputi postur tubuh yang salah atau tidak ergonomis. Para atlet E Sport secara tidak sadar membentuk  postur tubuh yang buruk yaitu menahan leher untuk tetap dalam posisi menekuk  dan statis dengan waktu yang lama. Atlet E Sports melakukan kegiatan yang statis selama 4,2 jam setiap hari. [6] Postur tubuh yang buruk ini bisa menyebabkan adanya upper crossed syndrome yang akan mengakibatkan ketegangan dan kelemahan pada satu sisi dengaan sisi yang lain di ektremitas atas. Disisi lain bisa mengakibatkan timbulnya rasa nyeri pada otot di regio cervical hingga lumbal. Istilah “gamer neck” merujuk pada nyeri leher yang diakibatkan oleh os cervical karena mempertahankan posisi menunduk ke arah layar game dengan waktu yang lama. Dengan mempertahankan posisi tersebut secara menetap bisa menyebabkan terjadinya gangguan postur seperti forward head posture, yang mana akan terjadi ketegangan pada levator scapula muscles, suboccipital muscles dan kelemahan deep cervical flexors, erctor spine (lower cervical dan upper thoracal).[7] Pada kondisi tersebut juga mengakibatkan stress di cervicothoracic junction dan otot bawah paraspinal, yang mengakibatkan rasa tidak nyaman pada otot di regio cervical ke lumbal. Pemain E Sports dapat mengalami degeneratif cervikal terkait radikulopati cervical lebih awal.[8]

Durasi bermain game juga menjadi faktor risiko terhadap munculnya gangguan musculoskeletal pada pemain E Sport. Atlet E Sport bermain berkisar sampai 10 jam/hari.[9] Meninjau dari durasi yang begitu lama sangat berisiko untuk terjadinya gangguan musculoskeletal. Hal ini bisa terjadi karena bermain game mengharuskan atlet  E Sport untuk tetap duduk, sedangkan semakin lama durasi duduk seseorang maka akan mengalami muscle imbalance, yaitu terjadi weakness lower trapezius, serratus anterior, rhomboid muscles dan tightness pectoralis muscles. [10] Di sisi lain juga menyebabkan tightness pada hamstring muscle, iliopsoas muscle, dan piriformis muscle, selain itu menyebabkan low back pain dikarenakan adanya kompresi berlebih pada diskus intervertebralis dibandingkan dengan posisi berdiri. [11] Duduk yang terlalu lama juga membuat otot lelah, dimana otot yang lelah akan membuat lemah fungsi penyangga tulang belakang dan menambah kompresi dibagian ligament dan cakram intervertebralis, sehingga bisa terjadi muscle strain dan ligament sprain yang akan menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan musculoskeletal. Akibatnya pemain E Sport yang memiliki waktu bermain berlebihan bisa termasuk dalam sedentary lifestyle, yang mana hal tersebut akan lebih rentan terjadi gangguan musculoskeletal seperti nyeri pada regio shoulder dan trunk.[3]

Gerakan yang berulang dan berpola pada atlet E Sport sangat berpengaruh terhadap resiko peningkatan gangguan musculoskeletal, karena atlet bisa melakukan gerakan berulang lebih dari 500 kali per menit dalam durasi bermain berkisar 10 jam/hari [9]. Hal ini bisa terjadi karena para atlet membutuhkan reaksi secara cepat dan akurat, sehingga otot bisa mengalami overused yang dapat menyebabkan spasme dan peradangan, yang pada akhirnya bisa menjadikan kompresi pada saraf dan bisa menimbulkan rasa nyeri. Contoh gangguan musculoskeletal akibat gerakan berulang pada atlet E Sport  seperti Carpal Tunnel Syndrome atau Ulnar Tunnel Syndrome, De-Quervain’s tenosynovitis, dan epicondylitis lateralis. [8] Diagnosis tersebut bisa muncul karena akibat overused dari pada otot di regio manus dan phalange.

Berbagai penelitian menunjukan bahwa terdapat banyak gangguan musculoskeletal pada pemain E Sport secara tanpa disadari baik keluhan ringan hingga sedang. Akibatnya pada waktu yang bersamaan juga akan berpengaruh terhadap performa para atlet E Sport. Atlet  E Sport akan mengalami kendala ketika melakukan latihan baik dari dari rasa nyeri di regio cervical sampai lumbal, kesemutan pada area tangan, hingga berkurangnya kecepetan gerak jari akibat kelelahan pada otot, sehingga pelatihan akan menjadi kurang maksimal karena terjadinya banyak hambatan yaitu adanya gangguan musculoskeletal. Gangguan yang tanpa disadari inilah yang nanti juga akan berdampak panjang pada performa atlet E Sport ketika bertanding di kompetisi resmi karena ketidakmampuan menggunakan alat gerak tubuh secara maksimal karena adanya hambatan rasa nyeri, tightness, weakness dan muscle fatigue.

 

3.    Penelitian yang mendukung adanya potensi signifikan gangguan muskuloskeltal pada pemain E Sport

[1] Meninjau dari faktor aktivitas yang dilakukan  pemain E Sport yaitu duduk terlalu lama mendapatkan hasil adanya hubungan dengan gangguan muskuloskeletal dikarenakan nilai p = 0,023. Hal tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chuck Toll, dan Peter Bickmann  yang menjelaskan mengenai durasi bermain game online pada pemain E Sport yang berlebihan dapat menjadi potensi peningkatan terjadinya gangguan musculoskeletal. Dalam beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa atlet E sport melakukan kegiatan yang statis selama 4,2 jam per hari saat program latihan.[6] [2] juga melaporkan sebagian besar atlet E Sport divisi Mobile Legends Jawa Timur memiliki gangguan musculoskeletal yaitu nyeri otot pada regio cervical sampai lumbal, tightness pada upper trapezius muscle , rasa kebas dan kelelahan pada otot tangan dan jari. Hal itu terjadi akibat tingginya intensitas latihan dan berulang serta dengan durasi yang lama hingga mencapai 100 jam/ minggu. (Ratmawati & Kusumawati, dalam Lailatul Mufidah, 2021)). Sebanyak 153 atlet E Sports dilakukan penelitian dan ditemukan hasil bahwa kegiatan yang dilakukan para atlet sebanding dengan potensi meningkatnya risiko cedera yang dialami yaitu gangguan muskuloskeletal (Clements dkk., dalam [12]).

Dalam 11 dari 16 penelitian ditemukan dampak negatif yaitu pada waktu bermain >3 jam/hari terhadap predictor munculnya gangguan musculoskeletal, khususnya regio shoulder dan trunk. Para casual gamer (amateur) yang bermain dengan durasi >3 jam/hari juga harus waspada, khususnya para atlet E Sport jika ingin melawan dampak negatif dari durasi bermain game yang lama terhadap munculnya gangguan musculoskeletal.[5] Sebanyak 3 jenis kelompok dilakukan penelitian yaitu responden  amateur gamer, beginner atlet dan atlet professional E sport yang mana ditemukan bahwa amateur menghabiskan waktu di depan komputer hingga 6 jam/hari, beginner atlet E Sport 7-8 jam/hari, atlet professional E Sport 9–10 jam/hari bahkan beberapa lebih dari 12 jam/hari. Dalam penelitian tersebut dihasilkan bahwa 78,4% atlet professional E Sport dan beginner E Sport tidak menunjukkan adanya gangguan postur dengan amateur yang mendominasi responden tanpa gangguan postur. Pada saat yang sama, 70,3% responden tidak mengalami gangguan terkai kenyamanan setelah lama di depan komputer, dimana 53,9% adalah amateur, 34,6% –beginner, dan sisanya 11,5% – profesional. Terlepas dari kenyataan bahwa 78,4% peserta penelitian saat ini tidak mengalami gangguan postur, dan 70,3% tidak merasakan terkait ketidaknyamanan setelah lama di depan komputer, tetapi jika tidak adanya tindakan kesehatan yang memadai, kedepanya dapat diprediksi akan mengalami gangguan muskuloskelal baik dari professional E Sport, beginner E Sport bahkan amateur gamer . [13]

Penelitian mengenai gangguan musculoskeletal pada pemain E Sport masih terbatas dan belum menunjukan banyak rincian, seperti korelasi antara genre game dan gangguan musculoskeletal, kemudian pengaruh perbedaan intensitas dan paparan terhadap game dengan gangguan musculoskeletal.[14] Penelitian di bidang E Sports di masa depan akan menjadi sangat penting, yang mana kedepanya harus dilakukan penelitian yang menunujukan rincian lebih banyak lagi mengenai gangguan muskuloskeletal pada pemain E Sport, sekaligus adanya program preventif dan rehabilitatif yang mendukung. [15]

 

4.     Kesimpulan

Mengigat banyaknya kompetisi resmi baik dari skala nasional maupun internasional membuat banyak lahirnya para atlet E sport. Berbagai penelitian menunjukan bahwa atlet E Sport memiliki risiko atau potensi yang tinggi terkait terjadinya gangguan musculoskeletal, yaitu terutama pada regio trunk (cervical, thoracal, lumbal) dan regio shoulder akibat mempertahankan posisi duduk terlalu lama seperti gangguan forward head posture, upper cross syndrome dan muscle imbalance. Kemudian diikuti regio manus dan phalange yang disebabkan adanya overused secara menetap tanpa diimbangi dengan stretching dan strengthening exercise, seperti cedera carpal tunnel syndrome, ulnar tunnel syndrome, dan De-Quervain syndrome. Oleh karena itu kedepanya diperlukan adanya program edukasi dan rehabilitasi terkait penangangan serta pencegahan gangguan musculoskeletal pada pemain E Sport, terlebih lagi dengan adanya fisioterapis atau tim medis di setiap tim E Sport yang nantinya juga akan menunjang terhadap performa para atlet E sport dalam segi prestasi kedepanya.

 


Daftar Pustaka

[1]      K. T. Lailatul Mufidah, “No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title,” vol. 7, no. 3, p. 6, 2021.

[2]      F. Sinatra, “Gangguan Kesehatan Pada Atlet E Sport Jatim Divisi Mobile Legends,” J. Prestasi Olahraga, vol. 5(6), pp. 90–97, 2022, [Online]. Available: https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-prestasi-olahraga/article/view/48520

[3]      A. Fisik, “Dampak Latihan Intensif Atlet Esport Mobile Legends Selama 6 Jam Sehari The Impact Of Mobile Legends Esport Athletes’ Intensive Training For 6 Hours A Day,” vol. 2, no. 2, pp. 1–6, 2023, [Online]. Available: https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JOSITA%0D

[4]      R. Venkat, “Asian Games 2022: Esports to make debut; FIFA, PUBG, Dota 2 among eight medal events,” International Olympic Committee. Accessed: Apr. 17, 2024. [Online]. Available: https://olympics.com/en/news/fifa-pubg-dota-2-esports-medal-events-asian-games-2022

[5]      C. Tholl, P. Bickmann, K. Wechsler, I. Froböse, and C. Grieben, “Musculoskeletal disorders in video gamers – a systematic review,” BMC Musculoskelet. Disord., vol. 23, no. 1, pp. 1–16, 2022, doi: 10.1186/s12891-022-05614-0.

[6]      W. K. Lam, B. Chen, R. T. Liu, J. C. W. Cheung, and D. W. C. Wong, “Spine Posture, Mobility, and Stability of Top Mobile Esports Athletes: A Case Series,” Biology (Basel)., vol. 11, no. 5, pp. 1–11, 2022, doi: 10.3390/biology11050737.

[7]      D. I. K. Makassar, “Sa’bantoro, A.F., 2023. Hubungan forward head posture dengan kejadian neck pain, spasme dan nyeri otot upper trapezius pada atlet esports di Kota Makassar (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).,” 2023.

[8]      D. Harianda and P. A. G. Lupiya, “Manajemen Kesehatan Atlet E-Sports,” Cermin Dunia Kedokt., vol. 50, no. 8, pp. 447–450, 2023, doi: 10.55175/cdk.v50i8.668.

[9]      D. P. Schary, S. E. Jenny, and A. Koshy, “Leveling Up Esports Health: Current Status and Call to Action,” Int. J. Esports, vol. 1, no. 1, pp. 1–16, 2022.

[10]    Reasius Bobby Hudson Rewasan, A. H. Endaryanto, Dian Pitaloka Priasmoro, and A. Abdullah, “Hubungan Durasi Bermain Game Online Dengan Tingkat Nyeri Punggung Bawah Pada Komunitas E-Sport,” J. Keperawatan Muhammadiyah, vol. 7, no. 1, pp. 102–106, 2022.

[11]    R. G. Junita, A. Pristianto, A. Supriyadi, and T. E. Susilo, “Hubungan Aktivitas Duduk Lama Dengan Keluhan Musculoskeletal Pada Punggung Bawah: Critical Review,” FISIO MU Physiother. Evidences, vol. 2, no. 3, pp. 150–161, 2021, doi: 10.23917/fisiomu.v2i3.15199.

[12]    A. A. A. B. Iskandar Yahya Arulampalam Kunaraj P.Chelvanathan, “No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title,” J. Eng. Res., 2023.

[13]    N. Byshevets et al., “Risk Factors for Posture Disorders of Esportsmen and Master Degree Students of Physical Education and Sports in the Specialty ‘Esports,’” Sport i Tur., vol. 5, no. 4, pp. 97–118, 2022, doi: 10.16926/sit.2022.04.06.

[14]    W. K. Lam, R. T. Liu, B. Chen, X. Z. Huang, J. Yi, and D. W. C. Wong, “Health Risks and Musculoskeletal Problems of Elite Mobile Esports Players: a Cross-Sectional Descriptive Study,” Sport. Med. - Open, vol. 8, no. 1, 2022, doi: 10.1186/s40798-022-00458-3.

[15]    A. K. Emara et al., “Gamer’s Health Guide: Optimizing Performance, Recognizing Hazards, and Promoting Wellness in Esports,” Curr. Sports Med. Rep., vol. 19, no. 12, pp. 537–545, 2020, doi: 10.1249/JSR.0000000000000787.