Sabtu, 23 Mei 2020

Apakah Esok Akan ada I’dul Fitri?


Pemaknaan I’dul fitri
Pemaknaan I’dul fitri secara etimologis berasal dari dua kata bahasa arab, I’d mengambil dari akar kata alif-a-da yang memiliki banyak arti meliputi suatu yag terjadi berulang ulang, kebiasaan dan juga kata I’d berarti kembali dari asal kata audah kemudain kata fitri dari kata fitroh yang berarti suci, dan jika digabungkan secara sederhana maka pengertian dari I’dul fitri adalah kembali suci, 30 hari sudah ummat muslim menjalankan ibadah puasa romadhon beserta rangkaian ibadah yang lain kemudian ditutup dengan zakat fitrah yang biasa dilakukan di akhir ramadhan. Mengambil istilah dari sastrawan terkenal Dante, puasa dikatakan sebagai purgatorio atau penyucian jiwa jadi orang yang melaksanakan ibadah puasa sesuai dengan tuntunan, maka jiwanya akan sendirinya kembali kedalam kesucian atau paradiso yakni kebahagian dikarenakan tanpa dosa, namun suci seperti apa yang diharapkan dari pemaknaan I’dul fitri?

Pemahaman masyarakat luas khusunya di Indonesia I’dul fitri masih dianggap sebagaian banyak orang sebagai suatu agenda budaya yang disimbolkan dengan makan makanan, baju baru, dan juga bertemu sanak saudara dikampung halaman untuk ajang silaturrahim setahun sekali, hal tersebut memang tidak ada permasalahan yang berarti, namun dengan beberapa keadaan berikut masihkah esok ada I’dul fitri?

Kerumitan perpolitikan Indonesia
Ditengah pademi yang melanda Indonesia rupaya masih ada permasalahan politik Indonesia yang rumit, pemerintah sedang diuji seberapa becus mereka menghadapi permasalahan ini tapi diluar ekspektasi yang diharapkan rakyat, banyak keganjalan kebijakan yang dibuat serta informasi yang dirasa plin-plan hingga menjadikan masyaraakat bingung bahkan membuat kebanyakan acuh terhadap pemerintah. Mulai dari urusan mudik dan pulang kampung, keluar masuknya pekerja asing, on off-nya lajur tranportasi umum, PSBB dengan persiapan yang premature, dan yang paling miris adalah disaat masyarakat digencarkan untuk menjaga jarak dan pemasifan hastag #dirumahaja dari pihak DPR RI malah dengan bangganya mengadakan rapat dan dengan waktu yang sangat cepat mereka mengesahkan RUU Omnibus Law cipta kerja dan UU minerba yang dengan embel embel untuk kepentingan rakyat padahal dalam pasal pasalnya justru kebanyakan berkebalikan dengan apa yang dituju, serasa sedang memanfaatkan momen dimana masyarakat terfokus kepada penademi sedang mereka diam diam dengan sangat cepat beraksi.

Krisis empati dan egoisme yang melangit 
    Mall-mall besar dibiarkan tetap terbuka sedang toko-toko kecil disuruh untuk tutup, masjid-masjid dikosongkan sedangkan pasar masih ramai berkerumun ratusan bahkan sampai ribuan orang. Bantuan yang tak kunjung datang dengan mengambil triliunan uang negara yang katanya untuk penanganan wabah ini, ditambah minim edukasi terhadap virus ini menjadikan krisis empati yang terjadi. Masyarakat sudah terbiasa dengan kata covid-19 acuh terhadap anjuran pemerintah. Ketakutan baru setelah covid-19 adalah mati karena kelaparan, dan malu tidak memakai baju baru disaat I’dul fitri, bahkan tak sedikit yang mengatakan bahwa “tenaga medis alay, dan mengeluh terus menerus, itu sudah tanggung jawab mereka kalau sudah takdirnya terkena ya sudah tidak bisa terhindar” kalimat ini menggambarkan minim empati serta egoisme belaka untuk terlihat anggun dihari raya nanti. Menilik tulisan irwandi pada tanggal 14 mei 2020 yang dimuat di theconversation.com disitu tertulis bahwa secara global per 7 mei diseluruh dunia tercatat 989 tenaga kesehatan meninggal akibat covid-19 atau setara dengan 0,37% (case fatality rate) di Indonesia sendiri pada periode yang sama ada 12.400 kasus positif dengan 895 kematian (CFR 7,2%) termasuk 55 orang tenaga kesehatan, hal ini berarti dalam 100 kematian terdapat 6-7 petugas kesehatan yang meninggal.

Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr.Halik Malik menyebutkan bahwa pertanggal 5 mei 2020 tercatat 18 orang dokter di Indonesia yang meninggal akibat positif terjangkit cofid-19 dan berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), dari DPP PPNI juga menyebutkan bahwa ada 20 perawat yang sudah meninggal dengan status yang beragam dari positif covid-19, negative, hingga PDP. Dari data ini sekali lagi apakah benar benar esok akan ada I’dul fitri?

Nalar perfikir yang sakit 
Kemudian yang telah terjadi lagi adalah saling tuduh menuduh, berlomba lomba untuk jadi yang paling benar, dan paling keren dipandang sedang agama dikesampingkan, bukan malah ikut membantu memperingan keadaan justru sebaliknya, bukankah saling berbuat baik kepada sesama juga merupakan ibadah yang diperintahkan oleh agama? apa yang sudah diperbuat untuk memperbaiki keadaan ini? Ini sebenarnya pertanyaan yang perlu dijadikan pertanyaan besar ditiap personal  seluruh rakyat Indonesia. Sehingga nantinya tidak ada lagi saling sikut, merasa paling benar, pasar yang ramai untuk membeli baju lebaran, pemerintah yang gembrungsung dalam memutuskan kebijakan.
Maka masihkah kurang agama sebagai solusi dalam keadaan ini? Diawal tadi disebutkan bahwa dalam 30 hari kita berpuasa dan berbuat kebaikan kebaikan, namun konteks kenyataan masih jauh dari itu, lalu apakah besok masih ada I’dul fitri? Saya rasa masih belum bisa dkatakan I’dul fitri secara makna jika masih terjadi persoalan persoalan indivual disini. 


Ditulis oleh :
Muhamad Heru Setiawan
Ketua Umum PK IMM FIK UMS
2019/2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar