Jumat, 04 Juli 2025

PERI: Sebuah Pintu Kesetaraan Gender melalui Perpustakaan Inklusif

 


Disusun Oleh:
Made Ambari Pramudia
Universitas Udayana

“Perempuan adalah pembawa peradaban” – R.A. Kartini. Kutipan tersebut dikutip dalam buku Celoteh R.A. Kartini: 232 Ujaran Bijak Sang Pejuang Emansipasi oleh Ahmad Nurcholis, di mana R.A. Kartini dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia yang menjadi pelopor gerakan emansipasi wanita. Pada kutipan tersebut, R.A. Kartini berpesan bahwasanya perempuan merupakan tonggak awal dalam melahirkan sebuah kehidupan di dalam dunia, maka dari itu perempuan tidak hanya berperan sebagai inisiator utama dalam membawa kehidupan, melainkan juga sebagai pionir perubahan yang mampu mengarahkan dan meningkatkan kualitas kehidupan. Sebagai inisiator utama bagi generasi berikutnya, pendidikan tentu menjadi hal yang utama bagi perempuan. Pendidikan tidak hanya berupa pengetahuan akademis, tetapi juga berupa keterampilan yang mampu membentuk karakter mendasar bagi perkembangan ekonomi (Kardina & Magriasti, 2023). Pendidikan tinggi dapat menjadi fondasi bagi perempuan dalam menjalankan peran sebagai inisiator utama dalam melahirkan generasi yang esensial bagi pertumbuhan ekonomi.

Namun, kenyataannya perempuan dihadapkan pada sebuah realitas pahit antara peran perempuan sebagai tonggak awal peradaban dengan kenyataan yang berbanding terbalik. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2023 menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah bagi penduduk laki-laki adalah 9,33 tahun atau setara dengan jenjang pendidikan kelas 1 SMA (Sekolah Menengah Atas). Sedangkan perempuan hanya mencapai 8,92 tahun atau setara dengan jenjang pendidikan kelas 3 SMP (Sekolah Menengah Pertama).

Kesenjangan yang terjadi dalam dunia pendidikan erat kaitannya dengan faktor budaya pada masyarakat Indonesia. Budiman menjelaskan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan dapat dijelaskan melalui dua teori besar; teori nature dan teori nurture. Berdasarkan teori nature (alamiah), perempuan dianggap memiliki sifat yang lemah lembut sehingga perempuan memiliki peran dalam sektor domestik. Sedangkan laki-laki memiliki sifat yang kuat karena memiliki kewajiban dalam menjaga dan melindungi keluarga sehingga memiliki peran dalam sektor publik. Teori nurture (budaya) merupakan pandangan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan merupakan hasil dari konstruksi masyarakat (Fitriani & Neviyarni, 2022). Melalui pandangan tersebut menyebabkan masyarakat lebih mengutamakan laki-laki dalam memperoleh pendidikan tinggi dibandingkan perempuan, dengan dalih bahwa kelak laki-laki akan menjadi kepala keluarga yang memikul tanggung jawab dalam menafkahi keluarganya, sedangkan perempuan hanya melakukan kegiatan domestik saja.

Lalu, apa yang terjadi dengan kesenjangan gender dalam pendidikan tersebut? Kesenjangan dalam dunia pendidikan memberikan dampak yang negatif bagi perempuan, salah satunya kemampuan dalam membaca dan menulis yang rendah dibandingkan laki-laki. Kemampuan penduduk dalam membaca dan menulis dapat dilihat melalui indikator Angka Melek Huruf (AMH). Indikator AMH bertujuan untuk mengetahui berapa banyak penduduk di suatu wilayah memiliki kemampuan dasar dalam memperoleh akses informasi untuk menambah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup, baik bagi diri sendiri, keluarga, maupun negara di berbagai bidang kehidupan (Statistik, 2023). Apabila data tersebut ditinjau dari segi jenis kelamin, capaian AMH usia 15
tahun ke atas bagi penduduk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu 95,29 persen dibanding 97,7 persen. Kesenjangan gender dalam literasi menjadi masalah serius bagi Indonesia, sebab tanpa adanya kemampuan baca tulis akan memperburuk kesenjangan gender yang ada dan menghambat perempuan dalam meningkatkan pengetahuan. Maka dari itu, ungkapan yang diucapkan oleh R.A. Kartini tidak akan ada maknanya apabila kesenjangan masih terus terjadi di masyarakat, perempuan tidak akan mampu menjadi inisiator utama dalam pembawa peradaban dalam masyarakat apabila perempuan mengalami ketimpangan dalam literasi.

Sebagai generasi muda, penting untuk memiliki kepribadian kritis dan juga peduli akan isu-isu yang terjadi di masyarakat. Generasi muda, khususnya generasi Z memegang peranan penting dalam memberikan pengaruh pada perkembangan Indonesia. Generasi Z dilabeli sebagai generasi yang tak kenal akan batasan atau boundary-less generation, hal ini dikarenakan Generasi Z memiliki karakteristik
yang beragam, bersifat global, dan mampu memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan (Rakhmah, 2021). Tak hanya itu, Generasi Z hidup pada masa di mana teknologi memiliki kemiripan dengan oksigen, yaitu mereka dapat menggunakan teknologi sesederhana mereka bernapas. Melalui perkembangan zaman dan teknologi, Generasi Z memiliki peran penting dalam mengatasi terjadinya ketimpangan dan kesenjangan gender dengan memanfaatkan sosial media sebagai sarana campaign dan advokasi terkait kesetaraan gender. Sosial media mampu menjaring dan menyebarkan informasi dengan lebih cepat, sehingga akan mempermudah dalam menyampaikan isu-isu gender yang terjadi pada masyarakat, salah satunya adalah dengan pembentukan Program PERI atau Perpustakaan Inklusif berbasis hybrid.

Perpustakaan pada dasarnya merupakan sebuah tempat yang memuat berbagai literatur, sedangkan inklusif berarti sebuah tindakan persuasif atau mengikutsertakan. Perpustakaan Inklusif merujuk pada perpustakaan yang dirancang untuk mendukung kesetaraan gender dengan menyediakan aksesibilitas terhadap pengetahuan bagi seluruh masyarakat Indonesia, tanpa memandang jenis kelamin atau identitas gender. Program PERI atau Perpustakaan Inklusif yang dirancang secara hybrid dapat membantu masyarakat dalam mengakses informasi melalui literatur, baik secara online melalui sosial media maupun secara offline yang berkolaborasi dengan perpustakaan daerah di masing-masing wilayah. Melalui Perpustakaan Inklusif, masyarakat Indonesia, khususnya perempuan dapat mencari sumber informasi dan pengetahuan guna menunjang kemampuan dan keterampilan yang dimiliki dan dapat berguna sebagai pusat pendidikan. Perpustakaan Inklusif akan menyediakan berbagai koleksi literatur yang membahas terkait isu-isu gender, perspektif gender, maupun literatur yang mampu berfungsi sebagai navigasi bagi perempuan dalam menjalani kehidupan. Tak hanya sebagai tempat penyimpanan koleksi literatur, Perpustakaan Inklusif mewadahi masyarakat dalam pemberdayaan dengan memfasilitasi pelatihan keterampilan maupun pengetahuan dasar guna menunjang kehidupan masyarakat agar mampu berdiri di kaki sendiri. Perpustakaan Inklusif juga mewadahi forum diskusi dengan mendatangkan penulis-penulis perempuan dan membahas terkait isu-isu gender yang relevan terjadi di lingkup masyarakat Indonesia, adanya forum diskusi akan membuka kesempatan bagi peserta yang turut serta dalam mengkritisi isu-isu gender dan membuka berbagai pandangan dan perspektif baru terkait kesetaraan gender.

Perpustakaan Inklusif dapat menjadi langkah awal yang dapat dilakukan oleh Generasi Z dengan memanfaatkan teknologi sebagai sebuah wadah untuk menyuarakan isu-isu terkait ketimpangan gender yang dialami oleh perempuan di Indonesia. Melalui adanya program PERI, besar harapan penulis untuk dapat meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia melalui literasi dan meningkatkan kepedulian generasi muda akan isu-isu yang terjadi dalam masyarakat, khususnya isu gender yang setiap tahunnya selalu terjadi permasalahan dan merugikan pihak perempuan. Mari wujudkan kutipan R.A. Kartini menjadi kenyataan dengan memberikan kesempatan bagi perempuan untuk mengenyam dan memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, karena melalui pendidikan, perempuan dapat mewarisi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada generasi selanjutnya sebagai fondasi awal dalam membentuk sebuah peradaban yang mampu membantu Indonesia dalam melanjutkan pembangunan ekonomi.

“Untuk sementara didiklah, berilah pelajaran kepada anak-anak perempuan kaum bangsawan: dari sinilah peradaban bangsa harus dimulai. Jadikanlah mereka ibu-ibu yang cakap, cerdas, dan baik. Maka mereka akan menyebarluaskan peradaban di antaranya bangsanya.” – R.A. Kartini.

Editor: Tessa Amelia F.W.



Optimalisasi Peran Generasi Muda Dalam Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Gender


 Disusun Oleh:
Khairul Umam
Universitas Muhammadiyah Semarang

Era globalisasi kini semakin berkembang pesat, begitu juga dengan isu kesetaraan gender yang menjdi perbincangan di segala aspek ataupun bidang kehidupan, terutama pada bidang ekonomi. Dengan banyaknya tuntutan dari isu gender, generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam perubahan. Generasi muda memiliki kesempatan yang sangat besar dalam perubahan sosial, terutama di bagian kesetaraan gender dalam ranah ekonomi, dari essay ini kita akan mengeksploitasi bagaimana tantangan dan peluang generasi muda dalam memperjuangkan optimalisasi peran generasi muda dalam pemberdayaan ekonomi berbasis gender.

Dalam era globalisasi yang semakin maju, kesetaraan gender telah menjadi topik utama dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk ekonomi. Di tengah tuntutan untuk mencapai kesetaraan gender, peran generasi muda menjadi sangat penting. Generasi muda memiliki potensi besar untuk memengaruhi perubahan sosial, termasuk dalam memperjuangkan kesetaraan gender di ranah ekonomi. Tulisan ini akan mengeksplorasi tantangan dan peluang yang dihadapi generasi muda dalam optimalisasi peran mereka dalam pemberdayaan ekonomi berbasis gender.

Peran Generasi Muda dalam Mendorong Kesetaraan Gender di Bidang Ekonomi
Generasi muda memiliki kekuatan untuk meruntuhkan stereotip gender dan menciptakan lingkungan ekonomi yang inklusif. Menurut data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS), kesenjangan upah antara gender masih cukup besar di Indonesia, dengan rata-rata upah perempuan hanya mencapai 80% dari upah laki-laki. Namun, berkat semangat kewirausahaan dan ketidakpuasan terhadap ketidakadilan, generasi muda telah memainkan peran kunci dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Contohnya adalah gerakan yang dipimpin oleh generasi muda untuk memperjuangkan upah yang setara bagi pekerja dengan jenis kelamin yang sama dan mempromosikan kesempatan yang sama di tempat kerja.

Tantangan dalam Mengoptimalkan Peran Generasi Muda
Meskipun memiliki semangat dan tekad yang kuat, generasi muda masih dihadapkan pada berbagai tantangan dalam upaya mereka untuk menciptakan ekonomi yang lebih adil secara gender. Tantangan utama termasuk resistensi terhadap perubahan dari pihak yang konservatif, serta tekanan sosial dan budaya yang masih melekat. Menurut penelitian dari Pusat Studi Gender Universitas Indonesia, masih banyak stereotip gender yang menghambat partisipasi perempuan dalam dunia kerja, terutama di sektor-sektor yang dianggap "maskulin" seperti teknologi dan konstruksi. Selain itu, akses terhadap sumber daya dan pendidikan ekonomi sering kali tidak merata, membatasi kemampuan generasi muda untuk berpartisipasi secara aktif dalam transformasi ekonomi berbasis gender.

Peluang untuk Peran Generasi Muda dalam Mendorong Kesetaraan Gender
Meskipun dihadapkan pada tantangan, generasi muda juga memiliki peluang besar untuk mengubah paradigma ekonomi yang ada. Mereka dapat memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk meningkatkan kesadaran akan isu gender dan memobilisasi dukungan masyarakat. Menurut penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Gender & Society, generasi muda lebih menerima terhadap konsep kesetaraan gender dan lebih aktif dalam mempromosikan nilai-nilai inklusif di tempat kerja dan dalam komunitas. Selain itu, pendidikan yang inklusif dan pelatihan keterampilan ekonomi yang memperhatikan gender dapat memberikan landasan yang kuat bagi generasi muda untuk berperan sebagai agen perubahan dalam memperjuangkan kesetaraan gender di bidang ekonomi.

Generasi muda memiliki peran krusial dalam menciptakan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Meskipun dihadapkan pada tantangan yang besar, peluang untuk memperjuangkan kesetaraan gender di bidang ekonomi tetap terbuka lebar. Dengan semangat, kerja keras, dan kolaborasi lintas generasi, generasi muda dapat menjadi kekuatan utama dalam mengoptimalkan peran mereka dalam pemberdayaan ekonomi berbasis gender. Dengan langkah-langkah konkrit seperti pengembangan program pendidikan yang inklusif, advokasi publik, dan pelatihan keterampilan ekonomi, generasi muda dapat menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan.

Editor: Tessa Amelia F.W. 

PERAN PROAKTIF GENERASI MUDA DALAM OPTIMALISASI KESETARAAN GENDER

 


Disusun Oleh: 
Kalyana Falen Danaswara
KAMA IMM FIK

Kesetaraan gender adalah hak asasi manusia yang fundamental, namun masih banyak terjadi ketimpangan antara laki-laki dan perempuan di berbagai bidang kehidupan. Meskipun telah terjadi kemajuan dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Namun, tantangan dan diskriminasi masih terus ada di berbagai bidang kehidupan. Dalam perjuangan ini, generasi muda memainkan peran proaktif yang krusial dalam mengoptimalkan upaya untuk mencapai kesetaraan gender yang lebih besar.

Pemahaman mengenai isu kesetaraan gender oleh generasi muda menjadi langkah awal yang sangat penting, agar mereka dapat memiliki sifat yang proaktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Apalagi secara garis besar generasi muda terbukti memiliki akses yang lebih luas terhadap informasi dan pendidikan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Hal ini memungkinkan mereka untuk memahami kompleksitas dan urgensi kesetaraan gender. Dengan banyaknya sumber informasi yang tersedia, mulai dari literatur, pendidikan formal, hingga media sosial dapat membantu generasi muda untuk membentuk pemahaman yang menyeluruh mengenai isu ini.

Pemahaman itu sendiri tidak cukup, generasi muda juga harus mengambil tindakan konkret untuk mendorong kesetaraan gender. Generasi muda menjadi agen perubahan melalui berbagai aksi, mulai dari kampanye kesadaraan, seminar, partisipasi dalam organisasi-organisasi yang memperjuangkan hak-hak perempuan, hingga ikut berperan dalam mendukung perempuan yang ingin berkarir dibidang yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki seperti sains, teknologi, dan politik. Dengan berani menyuarakan pendapat mereka, generasi muda telah menjadi kekuatan utama dalam memperjuangkan perubahan sosial yang lebih adil dan konklusif.

Tindakan nyata generasi muda dalam memperjuangkan kesetaraan gender tidak hanya berhenti pada level lokal maupun nasional, tetapi juga menjangkau dimensi global. Dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, mereka dengan bijak memanfaatkan media sosial dan berbagai teknologi digital untuk mendapatkan dukungan, berbagi informasi, dan memobilisasi gender secara global. Inisiatif-inisiatif seperti kampanye membuat tagar online dapat menunjukkan bagaimana generasi muda memanfaatkan kekuatan teknologi untuk menciptakan perubahan sosial yang signifikan dalam isu-isu gender.

Dampak dari peran proaktif generasi muda dalam optimalisasi kesataraan gender akan membawa manfaat jangka panjang bagi pembangunan sosial dan ekonomi negara. Selain membantu memperluas pemahaman tentang pentingnya kesehatan gender, tindakan mereka juga memberikan dorongan yang kuat untuk merombak struktur sosial yang tidak adil. Generasi muda juga menciptakan ruang yang lebih inklusif bagi semua orang, tanpa memandang jenis kelamin untuk meraih potensi penuh mereka dalam semua aspek kehidupan. Dengan memperjuangkan kesetaraan gender, generasi muda tidak hanya membentuk masa depan mereka sendir tetapi juga mewujudkan visi masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Dampak dari optimalisasi kesetaraan gender oleh generasi muda akan membawa manfaat jangka panjang bagi pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk aktif terlibat dalam upaya mencapai kesetaraan gender demi menciptakan dunia yang lebih baik untuk semua. 

Jadi kesimpulannya, peran proaktif generasi muda dalam optimalisasi kesetaraan gender adalah kunci dalam membagung masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Melalui pemahaman, tindakan konkret, dan dampak yang dihasilkan kita sebagai generasi muda telah membawa perubahan positif yang mendalam dalam perjuangan untuk kesetaraan gender. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda dapat saling mendukung dan memberdayakan satu sama lain demi mencapai tujuan bersama.

Editor: Tessa Amelia F.W.

Selasa, 01 Juli 2025

GenZ Mindcare: Gerakan Promosi Kesehatan Mental dalam Upaya Mengatasi Krisis Kesehatan Mental di Era – Gen Z dengan Metode Pendekatan Model Promosi Nola J pender


Disusun Oleh:
Miftahul Arifin
UPPM

Kesehatan mental atau kesehatan jiwa merupakan aspek penting dalam mewujudkan kesehatan secara menyeluruh. Kesehatan mental juga penting diperhatikan selayaknya kesehatan fisik. sebagaimana definisi sehat yang dikemukakan oleh World Health Organization(WHO) bahwa “health as a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity.” Kesehatan mental merupakan komponen mendasar dari definisi kesehatan. Kesehatan mental yang baik memungkinkan orang untuk menyadari potensi mereka, mengatasi tekanan kehidupan yang normal, bekerja secara produktif, dan berkontribusi pada komunitas mereka. Oleh karena itu adanya gangguan kesehatan mental tidak bisa kita remehkan, karena jumlah kasusnya saat ini masih cukup mengkhawatirkan. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa orang-orang yang rentan terkena masalah kesehatan mental adalah generasi Z. Menurut (Phangadi, 2019) Generasi Z adalah orang-orang yang lahir pada tahun 1995-2010. Generasi Z juga biasanya disebut dengan generasi internet karena banyak terpapar internet dan media sosial sejak usia muda. American Psychological Association (APA) melakukan penelitian berjudul “Stress in America: Generation Z”, dimana anak muda yang berusia 15 sampai 21 tahun adalah kelompok manusia dengan kondisi kesehatan mental terburuk dibandingkan dengan generasi-generasi lainnya, mereka adalah generasi Z (Haryadi, 2019. Muda.kompas.id).

Di Indonesia sendiri kasus bunuh diri hingga kasus yang berhubungan dengan kesehatan mental seperti depresi juga semakin meningkat. Berdasarkan data pusat informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisisan RI , ada 971 Kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang priode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka tersebut tercatat melampaui kasus bunuh diri tahun 2022 yang jumlahnya 900 kasus (databoks.katadata.co.id). Hal tersebut tentunya sangat memprihatikan karena masyarakat khususnya para generasi Z yang mengalami stres, depresi, kecemasan dan kegelisahan yang berlebihan sayangnya seringkali tidak menganggap serius hal ini dan tidak mengetahui cara untuk mengatasi ataupun mencegah masalah kesehatan mental ini dan berakhir putus asa hingga bunuh diri. Padahal depresi dan stres juga bisa menjadi sumber dari berbagai penyakit fisik hingga kematian. Kesadaran Gen Z mengenai kesehatan mental ini dapat ditemukan dalam percakapan sehari-hari mereka, baik dalam kehidupan nyata maupun di media sosial.

Kesehatan Mental Menurut WHO adalah keadaan yang baik dimana seseorang dapat menyadari potensi diri mereka yang sebenarnya, dapat mengatasi stress normal dari hidup, serta dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi terhadap lingkungannya (Phangadi, 2018:2). Menurut Namora(2011), depresi dan stres yang dibiarkan berlarut-larut membebani pikiran seseorang juga dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh. Banyak generasi Z yang mengalami gelaja depresi maupun stres namun tidak segera mencari pertolongan. Hal tersebut bisa disebabkan oleh adanya stigma-stigma negatif di masyarakat terhadap pengidap gangguan mental. Penyebab lain juga bisa dikarenakan kurangnya fasilitas kesehatan mental seperti psikolog maupun psikiater di Indonesia. Banyak dari mereka yang juga ternyata tidak mengetahui apa itu kesehatan mental berikut gelaja serta dampak yang akan ditimbulkan. Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan mental. Kesehatan mental jelas merupakan bagian integral dari definisi sehat sehingga promosi kesehatan dapat diterapkan sama bermanfaatnya dalam bidang kesehatan mental. Kesehatan mental membahas lebih daripada tidak adanya penyakit mental, yang sangat penting bagi individu, keluarga dan masyarakat. Kesehatan mental merupakan pendekatan multidisiplin yang mencakup promosi kesejahteraan, kesehatan mental dan pencegahan penyakit.

Berangkat dari latar belakang itu, GenZ Mindcare hadir sebagai wadah gen-Z untuk mendapatkan pengetahuan dan dukungan untuk menjaga Kesehatan mental dan juga sebagai wadah untuk mempromosikan kesehatan mental melalui pendekatan model promosi Nola J pender.. Promosi kesehatan mental melalui pendekatan model promosi kesehatan mental melibatkan berbagai strategi untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis individu dan masyarakat secara keseluruhan. Ini meliputi edukasi tentang kesehatan mental, meningkatkan kesadaran akan pentingnya perawatan diri, mengurangi stigma terkait masalah kesehatan mental, memfasilitasi akses ke layanan kesehatan mental, dan mempromosikan lingkungan yang mendukung kesehatan mental.

GenZ Mindcare merupakan suatu komunitas yang dibentuk dengan tujuan memberikan edukasi dan membantu seseorang yang sedang mengalami masalah kesehatan mental untuk mewujudkan individu yang sehat secara menyeluruh. Komunitas ini terbuka untuk kalangan Gen – Z yang dimana rentan terhadap masalah kesehatan mental seperti strees, depresi dan overthingking yang berlebihan sehinga berujung kepada kecemasan. Komunitas ini juga akan membantu menyediakan konseling gratis terkait dengan masalah yang dihadapi dan menjadi tempat pulang bagi anak yang mengalami masalah kesehatan mental. Gerakan yang pertama kali akan dilakukan adalah dengan melakukan pengkajian dan pengumpulan data terkait sikap dan pengetahuan Gen- Z terhadap kesehatan mental melalui media sosial. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode angket melalui kuisioner Google Formulir. Kuisioner ini berbentuk jawaban terbuka dan jawaban tertutup dengan total 10 pertanyaan dengan jawaban pilihan dan isian singkat. Teknik analisis data dilakukan dengan menjumlahkan total skor masing-masing jawaban kategori pilihan pada kuisioner menggunakan presentase dan isian singkat. Setelah itu responden akan diarahkan untuk bergabung dengan GenZ mindcare melalaui link yang tertera di bagian formulir

Setelah data terkumpul GenZ Mindcare akan melakukan promosi melalui media sosial seperti Instagram, Tiktok dan juga Youtube yang dimana merupakan media sosial yang sering digunakan oleh gen-Z, isi dari promosi kesehatan mental ini meliputi pengetahuan tentang kesehatan mental, apa yang akan terjadi ketika masalah kesehatan mental dibiarkan dalam jangka waktu yang lama dan bagaimana cara mengatasi dan mencegah masalah kesehatan mental dirumah. Tidak hanya melakukan promosi kesehatan lewat media sosial, gen- Z yang tergabung didalam GenZ Mindcare akan diberikan dukungan baik secara emosional dan informasional terkait dengan masalah kesehatan mental. GenZ Mindcare juga diberikan pendidikan melalui kegiatan Workshop Kesehatan mental secara online melaui Aplikasi Zoom tidak hanya itu GenZ Mindcare juga akan dimonitoring terkait pekembangan pengetahuan tentang kesehatan mental dan seberapa dampak yang di timbulkan setelah tergabung kedalam perkumpulan GenZ Mindcare melalui kegiatan “ Kami juga Berhak Bahagia” yang dilaksanakan 1 minggu sekali yaitu dengan melakukan kegiatan kumpul dan sharing bersama terkait masalah yang dihadapi dan di berikan dukungan secara emosional secara online .

Maka dengan hadirnya komunitas GenZ Mindcare ini gen-Z akan lebih terbuka lagi dan lebih peduli dengan masalah kesehatan mentalnya untuk mempersiapkan diri menuju generasi emas 2045. Komunitas ini juga akan secara perlahan memberikan kontribusi menurunkan angka risiko bunuh diri dikalangan gen-Z yang damana masih marak terjadi.


Editor: Tessa Amelia F.W.

Budaya Bukan Penghalang untuk Kesetaraan

 


Disusun Oleh:
Nauval Aldilano Arwa Kananta
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Semakin bertambahnya usia seorang manusia, maka semakin paham dan mengertilah dia mengenai dunia sekelilingnya, karena semakin banyak pengetahuan dan wawasan yang ia dapatkan dari dunia sekelilingnya, seseorang akan semakin peka terhadap isu-isu yang sedang hangat di sekelilingnya, seperti yang kita ketahui, semakin berkembangnya teknologi sekarang ini, dibarengi dengan adanya globalisasi, isu mengenai kesetaraan gender banyak digaungkan di kalangan anak muda khususnya, dan masyarakat pada umumnya.

Seperti yang kita ketahui, permasalahan kesetaraan gender atau yang biasa kita sebut sebagai isu kesetaraan gender menjadi topik pembahasan yang masih eksis sampai sekarang ini, entah karena apa isu tersebut masih menjadi suatu hal yang sering diperbincangkan dalam suatu diskusi atau hanya sekedar dalam suatu pembicaraan biasa, sehingga akan membuat kita bertanya-tanya, kenapa hal tersebut terjadi? Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kesetaraan gender itu? Dan apa yang diinginkan dari salah satu gender terhadap gender yang lain sebenarnya? Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, isu gender ini memang menjadi suatu hal yang begitu fundamental untuk dibahas, sehingga dapat terjalinnya kehidupan yang lebih harmonis dan berkesinambungan lagi kedepannya.

Banyak berita yang mengabarkan tentang ketidakadilan yang diterima oleh seorang wanita dalam kaitannya di dunia kerja, mulai dari hal-hal yang berbau verbal, hingga pelecehan seksual yang berujung pada kehamilan. Lantas bagaimana kita sebaiknya menyikapi hal tersebut? 

Mau tidak mau kita sebagai generasi muda, sebagai pemegang tongkat estafet kepemimpinan selanjutnya, maka harus lebih peduli dan cermat terhadap sekeliling khususnya mengenai kesetaraan dan keadilan di antara sesama manusia, apalagi yang berbeda gender. Terkadang kita masyarakat Indonesia memandang bahwa seorang perempuan itu adalah sosok yang harus berada di bawah laki-laki, dikarenakan banyak literatur sejarah mengenai kerajaan-kerajaan nusantara kuno yang mana rajanya adalah seorang laki-laki, sehingga dari situ mindset masyarakat Indonesia adalah seorang pemimpin itu harus laki-laki. Selain itu, faktor agama yang lebih menonjolkan seorang laki-laki dalam kepemimpinan membuat mindset dikalangan masyarakat untuk memilih laki-laki sebagai pemimpin, akan tetapi apakah harus seperti itu?

Saya rasa hal tersebut tidak berlaku di masa yang sekarang ini, masa dimana seorang perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan untuk berekspresi secara bebas dan luas, sehingga kesempatan mereka untuk dapat tampil di depan publik tidak dibatasi seperti zaman dahulu, akan tetapi di dalam masyarakat sendiri terkadang hal tersebut masih berjalan, khususnya di dunia kerja, diskriminasi terhadap perempuan masih kentara sekali di beberapa perusahaan yang memang memforsir karyawannya dalam bekerja, sehingga alasan apapun akan tetap mengharuskan dia untuk bekerja, hamil sekalipun.

Oleh karena itu, peran kita sebagai generasi muda adalah bagaimana kita menanamkan di dalam diri kita terlebih dahulu mengenai mindset kesetaraan hidup di antara manusia, sehingga dapat timbul rasa saling menghargai dan rasa memiliki di antara sesama, sehingga meminimalisir terjadinya diskriminasi terhadap salah satu gender, karena sejatinya kita hidup tidak dapat tanpa bantuan seorang wanita, ibu kita contoh nyatanya.

Editor: Tessa Amelia F.W.

Minggu, 29 Juni 2025

Transformasi Peran Perempuan Indonesia: Menelusuri Sejarah Dan Tantangan

Disusun Oleh:
Isna Alfiyani
PK IMM FIK UMS

Peran perempuan dalam sejarah indonesia telah menjadi sebuah narasi yang kaya dan beragam. Pandangan terhadap peran perempuan pun terus mengalami perubahan di setiap zamannya.  Dari masa pra-kolonial hingga era modern, perempuan indonesia telah mengalami transformasi yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Namun dengan adanya pandangan dan penilaian terhadap perempuan ini menjadikan perempuan justru menjadi maju, perempuan indonesia telah menunjukkan kekuatan, ketahanan, dan kontribusi yang tak terbantahkan terhadap pembangunan negara.

Sebelum kedatangan bangsa eropa, perempuan indonesia memiliki peran yang cukup signifikan dalam masyarakat, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam kehidupan masyarakat secara umum. Mereka sering kali terlibat dalam perdagangan, pertanian, dan produksi kain serta kerajinan tangan. Namun,  pada masa ini juga perempuan juga menghadapi beberapa tantangan umum terkait dengan status sosial dan patriarki, karena pada masa ini peran laki-laki adalah sebagai pemegang kekuasaan yang tinggi dan mempunyai pengaruh yang besar juga dibandingkan dengan perempuan, perempuan sering kali memiliki peran yang terbatas dalam pengambilan keputusan penting di keluarga maupun masyarakat, akses perempuan dalam mendapatkan pendidikan formal pun sangat terbatas. Kasus pernikahan pada masa itu seringkali terjadi pada perempuan usia muda baik melalui perjodohan, keputusan keluarga maupun lainnya yang akhirnya hanya akan merugikan pihak perempuan seperti dengan adanya kasus poligami atau bahkan terkait dengan pemberian mahar yang tidak sesuai.

Selama masa penjajahan belanda, perempuan indonesia mengalami berbagai dampak, termasuk dalam hal ekonomi dan sosial. Mereka sering kali menjadi pekerja rumah tangga di rumah-rumah belanda atau bekerja di sektor pertanian. Setelah kemerdekaan indonesia pada tahun 1945, perempuan indonesia mulai aktif terlibat dalam perjuangan nasional dan berperan dalam membangun negara. Peran mereka tidak hanya terbatas pada rumah tangga, tetapi juga mulai muncul dalam bidang politik, pendidikan, dan ekonomi. 

Selama masa pemerintahan soekarno dan awal orde baru, perempuan indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam memperoleh kesetaraan gender dan hak-hak mereka. Meskipun demikian, ada kemajuan dalam hal pendidikan dan kesempatan kerja bagi perempuan, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah juga memiliki perngaruh yang signifikan terhadap kehidupan perempuan seperti dengan adanya program KB, program ini menjadikan perempuan sebagai target pertama untuk mendapatkan KB yang tepat  dan pengambilan keputusan yang sesuai dalam penggunaan alat kontasepsi. Selain itu juga pemerintah pada masa orde baru menekankan pentingnya peran perempuan dalam kodratnya sebagai ibu rumah tangga. Sejak awal tahun 2000-an, Indonesia telah melihat peningkatan kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender dan perlindungan hak-hak perempuan. Undang-undang yang mendukung hak-hak perempuan telah diperkenalkan, dan semakin banyak perempuan yang terlibat dalam politik, bisnis, dan lembaga-lembaga publik. Dunia politik juga muali diaktifkan oleh perempuan dimana perempuan mempunyai haknya sebagai pemilih maupun sebagai kandidat dan beberapa perempuan juga sudah mampu menduduki posisi tinggi di pemerintah maupun organisasi internasional hak-hak perempuan yang lain pun terus berlanjut termasuk hak dalam mendapatksn perlindungan dari kekerasan maupun perlindungan ham lainnya  perempuan Indonesia saat ini memiliki akses yang semakin besar terhadap pendidikan, pekerjaan, dan kesempatan lainnya. Meskipun demikian, masih ada tantangan yang perlu diatasi, seperti kesenjangan gender, kekerasan terhadap perempuan, dan ketimpangan dalam partisipasi politik.

Di era sekarang ini pandangan terhadap perempuan mengalami perubahan  yang sangat  signifikan walaupun berbagai tantangan dan ketidaksetaraan gender masih ada. Namun, dengan adanya tantangan tersebut justru menjadikan perempuan semakin maju dan membuktikan bahwa penilaian kesetaraan gender tentang laki-laki dan perempuan itu salah. Di era modern ini juga sudah banyak ditemukan gerakan–gerakan perempuan yang mempunyai tujuan yaitu sebagai pemberdayaan dan perjuangan hak-hak mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Perempuan era modern juga sudah banyak yang terdorong untuk memasuki dunia pendidikan, tak jarang di temukan juga saat ini banyak perempuan yang sudah menempuh pendidikan yang tinggi dan karirnya yang mapan. Bahkan bidang yang sebelumnya di dominasikan oleh laki-laki seperti teknologi, sains, bisnis sudah banyak di  masuki oleh perempuan. Hal ini lah yang akhirnya dapat membuktikan bahwa perempuan juga mampu berperan lebih dari laki-laki dan perempuan juga mulai dapatkan menangkis terkait penilaian yang ada di masyarakat terkait dengan perannya dengan laki laki.

Sejarah dan tantangan perempuan tentu akan selalu berlanjut dari masa kemasa bukan hanya akan berakhir di era saat ini saja tapi juga akan ada tantangan-tantangan yang lainnya lagi yang mana tantangan tersebut justru mampu membuka mata masyarat tentang bagaimana kesetaraan gender yang sebenarnya. Dan tentunya dengan semakin majunya perempuan bukan berarti nilai laki-laki akan turun tapi juga justru dapat menjadikan bahan manfaat laki-laki untuk memajukan generasi mendatang.

Editor: Tessa Amelia F.W.


Sabtu, 28 Juni 2025

Eksistensi Kesehatan Mental dalam Perspektif Kesehatan Global


 Disusun Oleh :
Rossana Mutia Azzahra
KAMA IMM FIK

Kesehatan mental merupakan hal yang kerap menjadi perbincangan dalam lingkup orang dewasa muda. Berbeda dengan lansia dan anak-anak yang kurang memperhatikan kesehatan mental. Padahal kesehatan mental memiliki kedudukan yang sama dengan kesehatan fisik yang membuat keduanya kerap kali disangkut pautkan. Kesehatan mental berhubungan dengan perilaku individu sedangkan kesehatan fisik berhubungan dengan kondisi tubuh individu.

Dalam lingkup kesehatan, fisik dan mental merupakan dua hal yang saling berdampingan. Memiliki arti yang sama dengan jiwa dan raga, rohani dan jasmani, mental dan fisik merupakan dua komponen utama dalam diri manusia. Keduanya saling terikat dan berkesinambungan, saling berdampak bagi satu sama lain, dan berorientasi pada satu sistem yaitu otak. Ketika salah satunya terganggu maka yang lain akan mendapat sinyal tertentu sebagai tanda adanya ketidaksesuaian dalam tubuh.

Arti sehat dalam cakupan luas tidak melulu tentang keadaan fisik, baik yang dapat dilihat indera manusia maupun yang memerlukan bantuan alat. Pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 dikatakan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dimana fisik, mental, dan sosial seseorang memungkinkannya untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis. Sedangkan keadaan dimana tubuh tidak berjalan sesuai fungsinya, atau bahkan tidak menjalankan fungsinya disebut dengan gangguan kesehatan.

Di Indonesia, angka gangguan mental emosional pada orang dewasa mencapai 11,6% yang mencakup gangguan kecemasan dan depresi. Yang artinya terdapat 1.740.000 dari 150.000.000 orang dewasa yang mengalami gangguan mental tersebut. Data tersebut diambil dari Data Riskesdas pada tahun 2007.

Melihat fakta diatas dapat diketahui bahwa di Indonesia banyak terdapat penderita gangguan mental. Sudah semestinya masalah kesehatan mental digagas dan ditindaklanjuti. Namun nyatanya kesehatan mental masih kurang mendapat perhatian dan salah penanganan. Minimnya pengetahuan akan kesehatan mental pada masyarakat membuat masalah ini belum juga teratasi. Masyarakat kerap mengaitkan gangguan kesehatan mental dengan keberadaan makhluk halus, atau supranatural dan kondisi tersebut dianggap sebagai ‘aib’ yang harus disembunyikan. Oleh sebab itu, pandangan atau perspektif masyarakat terhadap masalah kesehatan mental harus diubah agar penanganan kesehatan mental dapat menjadi prioritas global.

Pemahaman mengenai kesehatan tak luput dari keadaan mental. Mental yang sehat pada diri manusia yang normal akan menunjukkan sikap dan tingkah laku yang sesuai norma kehidupan dan dapat diterima oleh masyarakat, sehingga tercipta hubungan yang baik antara diri sendiri dan orang lain (Kartono, 1989). Kesehatan mental merupakan keadaan dimana seseorang mampu mengatasi masalah-masalah dalam kehidupan tanpa mengalami tekanan (stress).

Menurut Karl Menninger, orang yang bermental sehat akan mampu menahan diri, memikirkan perasaan orang lain, menunjukkan kecerdasannya, dan bersikap hidup bahagia. Sehingga dengan mental yang sehat hubungan dengan lingkungan juga akan baik. Hal tersebut sesuai dengan konsep Person in Environtment, yang mana dijelaskan bahwa lingkungan dan keberadaan individu akan saling mempengaruhi. Kondisi lingkungan akan membawa dampak sehingga akan terjadi perubahan pada individu tertentu, dan juga kehadiran individu akan menciptakan kondisi yang dinamis untuk lingkungan.

Keadaan dimana seseorang sulit beradaptasi dengan kondisi disekitarnya disebut dengan gangguan kesehatan mental. Ketidakmampuannya dalam menyelesaikan masalah akan membuatnya stress dan membuat mental individu menjadi lebih rentan terhadap ganguan kesehatan mental. Apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka individu dapat dinyatakan terkena gangguan kesehatan mental.

Ada banyak jenis gangguan kesehatan mental. Diantaranya ialah gangguan mood (Mood Disorder), gangguan kecemasan (Anxiety Disorder), depresi, gangguan kepribadian (Personality Disorder), gangguan psikotik (Psychotic Disorder) seperti Skizofrenia, gangguan makan (Eating Disorder), gangguan disosiatif (Dissociative Disorder), stress response syndrome, stress pasca-trauma (Post Traumatic Stress Disorder), gangguan kontrol impuls dan kecanduan (Impulse Control and Addition Disorder), dan obsessive-compulsive disorder (OCD). Tiap-tiap jenis gangguan kesehatan mental memiliki faktor penyebab dan ciri masing-masing sehingga cara penanganannya juga berbeda-beda.

Saat ini, gangguan kesehatan mental masih kurang mendapat perhatian dan penanganan yang baik. Masyarakat seolah tak acuh terhadap masalah kesehatan mental. Dilihat dari banyaknya kasus gangguan kesehatan mental membuktikan bahwa edukasi tentang kesehatan mental masih kurang. Terdapat 8,9% dari jumlah penduduk berusia 75 tahun keatas mengalami depresi, yang mana memang pada usia tersebut dianggap rentan terhadap gangguan kesehatan mental. Pada tahun 2018 menurut data Riskesdas, gangguan mental emosional ditemukan pada lebih dari 19.000.000 orang yang berusia lebih dari 15 tahun. Sedangkan, dengan usia yang sama terdapat lebih dari 12.000.000 orang mengalami depresi, dan angka penderita gangguan kesehatan mental masih terjadi peningkatan pada setiap tahunnya di Indonesia.

Persepsi masyarakat terhadap kesehatan mental di Indonesia juga masih dinilai buruk. Penanganan yang tidak menyenangkan terhadap penderita gangguan kesehatan mental juga sering ditemukan seperti adanya tindakan pasung dan suntik asal-asalan. Angka orang yang pernah atau sedang dipasung dinilai cukup tinggi, yaitu sebanyak 14,3% atau sekitar 57.000 orang. Angka korban pemasungan di pedesaan sebanyak 18,2%, 7,5% lebih banyak dari pada jumlah angka pemasungan yang terjadi kota besar. (Riset Kesehatan Dasar, tahun 2013). Kekerasan fisik dan emosional juga dilakukan terhadap penderita gangguan kesehatan mental yang menunjukkan bahwa masyarakat memang masih kurang peduli terhadap masalah kesehatan ini.

Kurangnya kepedulian masyarakat berhubungan dengan pengetahuan dan sikap masyarakat kepada penderita gangguan kesehatan mental. Pengetahuan dan sikap yang baik akan berpengaruh pada proses penyembuhan. Saat ini, sebagian masyarakat beranggapan bahwa orang dengan gangguan kesehatan mental tidak dapat disembuhkan. Ditambah lagi tindakan keluarga dan masyarakat sekitar yang menyebut mereka dengan sebutan orang gila, mengucilkan mereka, dan menutup akses dalam berinteraksi terhadap lingkungan sekitar. Hal tersebut menyebabkan penderita yang sedang dalam tahap pemulihan mengalami stress berkelanjutan bahkan membuat gangguan kesehatan mental penderita kambuh lagi. Kejadian tersebut dialami secara berulang dan terus menerus sehingga penderita memiliki kemungkinan yang kecil untuk disembuhkan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan dan sikap yang buruk masyarakat dapat menghambat proses penyembuhan pada penderita gangguan kesehatan mental.

Sementara itu, eksistensi kesehatan mental dapat ditemukan dimana saja baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Sehingga semakin besar pula kemungkinan terjadinya masalah kesehatan mental. Buruknya pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penderita gangguan mental menjadi penyumbang terbesar rendahnya pemahaman tentang kesehatan mental. Di samping itu, ternyata kemajuan teknologi juga membawa dampak buruk terhadap pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan mental. Terutama dialami oleh remaja dan dewasa muda. Banyak informasi tentang kesehatan mental yang dapat diterima melalui internet. Hal tersebut memicu terjadinya self-diagnosis. Self-diagnosis merupakan keadaan dimana seseorang mendiagnosis diri secara mandiri menggunakan pengetahuan atau informasi yang dimiliki. Self-diagnosis sebenarnya adalah asumsi pribadi yang kemungkinan salah dan menyebabkan kekhawatiran berlebihan. Kekhawatiran tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan.

Dampak buruk teknologi terhadap kesehatan mental juga dirasakan mereka yang mendapat perlakuan buruk melalui media sosial. Banyak pengguna media sosial mendapat Cyberbullying baik dari orang yang dikenal maupun tidak dikenal. Cyberbullying merupakan bentuk bully atau perundungan yang dilakukan menggunakan teknologi digital di dunia maya. Tindakan tersebut dilakukan secara berulang dengan tujuan membuat korban merasa takut, marah, dan malu. Dampak cyberbullying terhadap kesehatan mental yaitu timbulnya trauma pada korban, hilangnya rasa percaya diri, depresi, gangguan kecemasan yang dapat memicu tindakan percobaan bunuh diri.

Dari contoh-contoh kasus yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari tersebut menunjukkan bagaimana rentannya eksistensi kesehatan mental di masyarakat. Maka untuk meningkatkan eksistensi kesehatan mental di masyarakat perlu dibangun perspektif yang baik terhadap kesehatan mental. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengetahuan yang komprehensif tentang kesehatan mental sehingga mampu mewujudkan perilaku dan tindakan penanganan yang sesuai dengan kebutuhan penderita gangguan kesehatan mental.

Maka perlu digarisbawahi bahwa pengetahuan akan kesehatan mental membawa seseorang dalam bersikap dan menyikapi masalah kesehatan mental. Pengetahuan tersebut juga akan membuat seseorang berpikir akan kesehatan  mental pada dirinya sendiri dan lingkungannya. Salah satunya dengan penerapan etika bersosial media sebagai upaya dalam pencegahan masalah gangguan kesehatan mental. Terakhir bahwa pengetahuan tentang kesehatan mental akan menuntun seseorang dalam berperilaku kepada penderitanya. Kesemuanya itu secara menyeluruh akan membentuk personalitas individu, khususnya dalam hal kesadaran eksistensi kesehatan mental.

Jadi, pengetahuan tentang kesehatan mental diperlukan sebagai landasan dalam membentuk personalitas dalam diri individu. Personalitas individu-individu akan membentuk karakter atau kepribadian komunitas dan masyarakatnya. Sedangkan perspektif, wawasan dan kepribadian komunitas dan masyarakat tentang eksistensi kesehatan mental pada suatu negara pada akhirnya akan mempengaruhi eksistensi kesehatan mental dalam perspektif kesehatan secara global baik dalam lingkup kejadian di alam nyata maupun fakta kejadian di dunia internet.

Editor : Tessa Amelia F.W.