Selasa, 04 Maret 2014

Sejarah Kos


Apa kabar nih teman-teman setia pembaca mading kita? Semoga Allah selalu memberikan nikmatnya pada kita semua ya, Amin ya Robbal ‘Alamin...


Sebelum ngasi tau info unik yang temanya seputar “Hari Pahlawan”, temen-temen pada tau nggak sih sejarah kos-kos itu sendiri tahun berapa? *Hm..m ini benar-benar nanya loh? Kalo ada yang tau kasi tau kita doong... hehe


Yang admin tau sih ya, sejak tahun 1925 kos-kosan sudah ada looh.. nggak percaya?. Beneran loh!. Simak deh info selengkapnya dibawah ini.


Kalau teman-teman berkesempatan mengunjungi Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat, di sini deklarasi Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 terjadi. Tapi tahukah kalau tempat ini dulunya kos-kosan?. Gak bo’ong looooh!!. 
Dalam Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda, gedung Kramat 106 menjadi tempat tinggal pelajar yang tergabung dalam Jong Java sejak 1925. Tokoh-tokoh kebangsaan seperti Muhammad Yamin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, Mohammad Tamzil, atau Assaat dt Moeda, pernah tinggal di sana.


Siapa pemilik rumah ini? Yakni Sie Kok Liong. Dialah "bapak kos" sejumlah pemuda yang mencatat namanya dalam sejarah dengan mendeklarasikan Sumpah Pemuda.
Kala itu, rumah kos di kawasan Salemba dan sekitarnya bermunculan lantaran asrama tidak bisa menampung mahasiswa dan pelajar dari luar kota. Aktivis-aktivis kebangsaan lalu memilih rumah di Kramat 106 sebagai tempat pemondokan karena rumah kontrak sebelumnya di Kwitang terlalu sempit untuk menampung kegiatan diskusi politik dan latihan kesenian Jawa. Sebenarnya peran Sie Kok Liong sangat besar. Menerima kehadiran pergerakan kebangsaan berarti risikonya ditangkap atau mati. Pihak penjajah kolonial bisa menyeretnya terkena kasus pemberontakan. *Iyalah Guys..resikonya besar banget, dan butuh keberanian tingkat tinggi!!

Para pemuda ini menyewa gedung itu dengan tarif 12,5 gulden per orang setiap bulan, atau setara 40 liter beras waktu itu. *Hmm.. kira-kira kalo di rupiah-in berapa coba? ("˘˛˘͡)
Mereka memiliki pekerja yang mengurus rumah, yang dikenal dengan nama Bang Salim. 
"Tamu yang menginap tidak dikenai bayaran, tapi harus mengusahakan makanannya sendiri," kata Dr Raden Soeharto, kostjongen dan peserta Sumpah Pemuda dalam buku Bunga Rampai, 50 Tahun Soempah Pemoeda. 
Oh ya, tau nggak? Ada istilah khas loh pada masa kolonial. Kosan laki-laki di sebut kostjongen. Sedangkan kostmeisjes untuk anak kos perempuan. Dan pemilik kos biasa disebut kosthuis.

Penghuni Kramat 106 juga sering berdiskusi soal konsep persatuan nasional. Gedung ini pun menjadi markas Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), yang berdiri pada September 1926, usai kongres pemuda pertama. Penghuni kontrakan, dengan payung PPPI, sering mengundang tokoh, seperti Bung Karno, untuk berdiskusi. Tema perbincangan misalnya mencari bentuk negara ideal bagi Indonesia. Di gedung ini juga muncul majalah Indonesia Raya, yang dikelola PPPI. Karena sering dipakai kegiatan pemuda yang sifatnya nasional, para penghuni menamakan gedung ini Indonesische Clubhuis, tempat resmi pertemuan pemuda nasional. Sejak 1927, mereka memasang papan nama gedung itu di depan.

Pada 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia mendeklarasikan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II di bangunan yang terletak di Jalan Kramat Raya Nomor 106 ini. Kegiatan pemuda dialihkan ke Jalan Kramat 156 setelah para penghuni Kramat 106 tidak melanjutkan sewanya pada 1934.

Nah..gimana? menarik nggak infonya? Makanya para anak kos-an, jadiin deh kos yang kamu tinggalin bermanfaat. Mulai dari manfaat untuk diri  sendiri, untuk penghuni kos-an mu, atau kalo bisa menyaingi kos-an pahlawan tadi buat bangsa juga T.O.P.B.G.T daaah!! (◕‿-). Udah dulu ya, semoga bermanfaat infonya. Sampai ketemu di info unik berikutnya


Wassalamualaikum Warohmatullahi wabarokatuh..



BIDANG RISET & PENGEMBANGAN KEILMUAN
 

 
*Refrensi: TEMPO
 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar