Apa kabar nih teman-teman setia pembaca mading kita? Semoga Allah selalu memberikan nikmatnya pada kita semua ya, Amin ya Robbal ‘Alamin...
Sebelum ngasi tau info unik yang temanya
seputar “Hari Pahlawan”, temen-temen pada tau nggak sih sejarah kos-kos itu
sendiri tahun berapa? *Hm..m ini benar-benar nanya loh? Kalo ada yang tau kasi tau
kita doong... hehe
Yang admin tau sih ya, sejak tahun 1925 kos-kosan
sudah ada looh.. nggak percaya?. Beneran loh!. Simak deh info selengkapnya
dibawah ini.
Kalau
teman-teman berkesempatan mengunjungi Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya
Nomor 106, Jakarta Pusat, di sini deklarasi Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928
terjadi. Tapi tahukah kalau tempat ini dulunya kos-kosan?. Gak bo’ong
looooh!!.
Dalam
Buku Panduan Museum Sumpah
Pemuda, gedung Kramat 106 menjadi tempat tinggal pelajar yang tergabung
dalam Jong Java sejak 1925. Tokoh-tokoh kebangsaan seperti Muhammad Yamin, Aboe
Hanifah, Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, Mohammad Tamzil, atau Assaat dt Moeda,
pernah tinggal di sana.
Siapa pemilik rumah
ini? Yakni Sie Kok Liong. Dialah "bapak kos" sejumlah pemuda yang
mencatat namanya dalam sejarah dengan mendeklarasikan Sumpah Pemuda.
Kala itu, rumah kos di
kawasan Salemba dan sekitarnya bermunculan lantaran asrama tidak bisa menampung
mahasiswa dan pelajar dari luar kota. Aktivis-aktivis kebangsaan lalu memilih
rumah di Kramat 106 sebagai tempat pemondokan karena rumah kontrak sebelumnya
di Kwitang terlalu sempit untuk menampung kegiatan diskusi politik dan latihan
kesenian Jawa. Sebenarnya peran Sie Kok Liong sangat besar. Menerima
kehadiran pergerakan kebangsaan berarti risikonya ditangkap atau mati. Pihak penjajah
kolonial bisa menyeretnya terkena kasus pemberontakan. *Iyalah Guys..resikonya besar banget, dan butuh
keberanian tingkat tinggi!!
Para pemuda ini
menyewa gedung itu dengan tarif 12,5 gulden per orang setiap bulan, atau setara
40 liter beras waktu itu. *Hmm..
kira-kira kalo di rupiah-in berapa coba? ("˘˛˘͡)
Mereka memiliki
pekerja yang mengurus rumah, yang dikenal dengan nama Bang Salim.
"Tamu yang
menginap tidak dikenai bayaran, tapi harus mengusahakan makanannya
sendiri," kata Dr Raden Soeharto, kostjongen dan peserta Sumpah Pemuda
dalam buku Bunga
Rampai, 50 Tahun Soempah Pemoeda.
Oh
ya, tau nggak? Ada istilah khas loh pada masa kolonial.
Kosan laki-laki di sebut kostjongen. Sedangkan kostmeisjes untuk anak kos
perempuan. Dan pemilik kos biasa disebut kosthuis.
Penghuni Kramat 106
juga sering berdiskusi soal konsep persatuan nasional. Gedung ini pun menjadi
markas Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), yang berdiri pada
September 1926, usai kongres pemuda pertama. Penghuni kontrakan, dengan payung
PPPI, sering mengundang tokoh, seperti Bung Karno, untuk berdiskusi. Tema
perbincangan misalnya mencari bentuk negara ideal bagi Indonesia. Di gedung ini
juga muncul majalah Indonesia Raya, yang dikelola PPPI. Karena sering dipakai
kegiatan pemuda yang sifatnya nasional, para penghuni menamakan gedung
ini Indonesische Clubhuis, tempat resmi
pertemuan pemuda nasional. Sejak 1927, mereka memasang papan nama gedung itu di
depan.
Pada 28 Oktober 1928,
para pemuda Indonesia mendeklarasikan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II di
bangunan yang terletak di Jalan Kramat Raya Nomor 106 ini. Kegiatan pemuda
dialihkan ke Jalan Kramat 156 setelah para penghuni Kramat 106 tidak
melanjutkan sewanya pada 1934.
Nah..gimana?
menarik nggak infonya? Makanya para anak kos-an, jadiin deh kos yang kamu
tinggalin bermanfaat. Mulai dari manfaat untuk diri sendiri, untuk penghuni kos-an mu, atau kalo
bisa menyaingi kos-an pahlawan tadi buat bangsa juga T.O.P.B.G.T daaah!! (◕‿-). Udah dulu ya, semoga bermanfaat infonya. Sampai
ketemu di info unik berikutnya
Wassalamualaikum Warohmatullahi wabarokatuh..
BIDANG
RISET &
PENGEMBANGAN KEILMUAN
*Refrensi: TEMPO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar