Kamis, 29 September 2022

Babak Baru Refleksi Perjuangan Kartini

 Babak Baru Refleksi Perjuangan Kartini

oleh Salsabila Safirana Wibisono (UIN Walisongo Semarang-Komisariat Paripatetik)

Kartini telah menjadi sosok yang namanya selalu abadi dalam sanubari para perempuan Indonesia. Ialah pelopor emansipasi wanita yang selalu digaungkan namanya setiap tanggal 21 April. Kartini merupakan salah satu tokoh yang memperjuangkan hak-hak perempuan sekaligus membangkitkan kualitas hidup perempuan. Berkatnya tercipta kesetaraan antara perempuan dan laki-laki baik dalam memperoleh kesempatan belajar, berkarir, berpendapat dan berkarya. Berkatnya pula semakin ramai perempuan Indonesia yang sadar akan haknya dalam mendapat akses dan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Sehingga para perempuan Indonesia tak lagi terkekang dengan tuntutan kuno yang mengharuskan mereka menjadi ibu rumah tangga dan mengurus pekerjaan rumah.

Hal itulah yang menciptakan kesenjangan sosial antara perempuan dan laki-laki zaman dahulu. Mereka terkurung oleh adat yang selanjutnya menjadi kodrat. Namun kini kita tahu bahwa menjadi ibu rumah tangga bukan satu-satunya cita-cita. Kartini telah membuka ruang baru bagi para wanita Indonesia untuk menjadi apa yang mereka mau. Karena sejatinya setiap orang punya hak dan kesempatan yang sama dalam menjadi penggerak, menyampaikan opini dan gagasan, serta menyalurkan bakatnya. Emansipasi ini selanjutnya tidak hanya bicara soal kesetaraan, tapi bagaimana perempuan bisa menjadi panutan dan inspirasi yang berguna bagi lingkungan sekitarnya.

Namun hingga sekarang, tak sedikit kajian yang menyebutkan bahwa perempuan termasuk dalam golongan rentan yang masih sering mendapat masalah seperti kemiskinan dan kekerasan. Bahkan Komnas Perempuan pada Maret 2022 menyebutkan bahwa telah terkumpul sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan. Stigma-stigma buruk yang masih mengakar dan berkembang di kehidupan sosial masyarakat Indonesia juga membuat perempuan menjadi pihak yang selalu salah dan mengalah. Menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir? Kenapa pilihan tersebut seakan menganggap jika perempuan memilih salah satunya maka ia akan mengorbankan yang lainnya? Padahal di era modern ini sudah seharusnya perempuan terus bangkit untuk berkontribusi dalam berbagai bidang dan dengan berbagai cara. Maka dari itu dukungan dari kebijakan dan lingkungan seharusnya ikut mendorong perempuan untuk memaksimalkan perannya.

Era digital menjadi babak baru bagi keberlanjutan emansipasi wanita. Dunia digital tidak memiliki batas, tapi para wanita Indonesia hendaknya sadar dan tetap bisa membatasi diri dengan norma agama dan budaya. Karena kemudahan akses internet seringkali membuat lalai. Oleh karena itu melek teknologi harus diimbangi dengan pemahaman literasi digital, bukan hanya mengoptimalkan daya guna melainkan juga bijak dalam penggunaannya. Perempuan hendaknya lebih arif dalam memaknai perjuangan emansipasi Kartini. Jangan sampai perempuan yang ditampilkan media menjadi sorotan negatif dan menyimpang dari apa yang dicita-citakan Kartini. Sudah saatnya perempuan membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan agar keberadaannya tidak dipandang sebelah mata dalam setiap segi kehidupan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar