Jumat, 23 September 2022

Intelektual Profetik, Jembatan Menuju Terciptanya Kartini Masa Kini

 Intelektual Profetik, Jembatan Menuju Terciptanya Kartini Masa Kini


Oleh Hasna Nur Alfiana


            Mayong, tempat pioneer kesempurnaan emansipator wanita mengeluarkan tangis pertamanya, seratus empat puluh tiga tahun yang lalu. Tahukah engkau semboyanku? Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata Aku tiada dapat! melenyapkan rasa berani. Kalimat 'Aku mau!' membuat kita mudah mendaki puncak gunung. Begitulah tulisan-tulisan Kartini, selalu hadir dengan makna yang mencekik, membuka jendela pemikiran para penikmat karyanya. Menyadarkan tak hanya perempuan bahwa mereka mampu, memantik dirinya, mengarahkan dirinya kepada jiwa-jiwa Kartini.

            Kartini berhasil merealisasikan pepatah lama yang berbunyi “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama; meninggalkan karya.” Tulisan-tulisan beliau juga membuktikan bahwa konsep Cogito ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada) yang dicetuskan oleh Descartes, filsof besar asal Prancis adalah benar. Selain penjelasan tentang konsep tersebut yang mengatakan bahwa ia (Descartes) ada bukan dari sebab penciptaan Tuhan, namun sebab pikirannya sendiri, ada penjelasan lain dibalik konsep Descartes yang tentu saja bisa diterima setiap muslim, penjelasan lain menurut penulis adalah seperti ini, kita akan dianggap ada ketika kita berpikir, kita tidak akan mati ketika kita menggunakan pikiran, dan ketika sudah tidak pun (baca: mati) kita akan tetap abadi, setia dalam goresan tinta. Sampai ketika waktunya, kita akan menyala maujud meski tanpa wujud, harum mewangi tanpa air artar; bahana melintasi butir-butir cerita.

            Kartini masa kini adalah mereka baik laki-laki maupun perempuan yang mampu menjiwai dan didalamnya mampu mengalirkan sungai-sungai pikiran Kartini ke pikiran mereka. Yang kemudian dengan lantang menyuarkan apa yang seharusnya tidak terbungkam, yang seharusnya bisa didengar. Entah itu lewat tulisan, maupun tindakan. Memantik dan menciptakan Kartini masa kini harus berawal dari diri sendiri. Bagaimana kita menjadi Kartini yang selanjutnya dapat menebarkan senyum Kartini pada jiwa yang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan mendalami dan merealisasikan intelektual profetik, yang mana ilmu ini adalah sesuatu yang seharusnya ada pada setiap jiwa muslim, ilmu yang berdasar pada sifat-sifat kenabian.

            Pertanyaannya adalah, siapa yang wajib memantikan dan/atau siapa yang harus dipantik? Setiap manusia, sebenarnya mendapatkan hak untuk dipantik dan memiliki kewajiban untuk memantik. Lewat langkah profetik, yakni Humanisasi atau memanusiakan manusia lain, termasuk di dalamnya berarti menyangkut tentang gender, dan persamaan diatasnya. Dimana hal ini lah yang pada saat itu menjadi gerakan utama sang role model kita, Kartini.

            Gerakan kedua yang bisa kita lakukan untuk menghadirkan darah Kartini mengalir dalam kehidupan masa kini menurut ilmu profetik adalah Liberasi atau pembebasan. Gerakan ini dimaksudkan untuk membebaskan manusia-manusia di sekeliling kita dari ketertindasan, pembodohan, dan keterbelakangan. “Pergilah, bekerjalah untuk mewujudkan cita-citamu. Bekerjalah untuk kebahagiaan ribuan orang-orang tertindas oleh hukum yang lalim dengan paham yang keliru tentang benar dan salah, tentang baik dan jahat. Pergilah, pergilah, tanggunglah derita dan berjuanglah tetapi bekerjalah untuk sesuatu yang kekal” Tulisan Kartini disamping menggugah semangat para Kartini masa kini untuk menjadi aktor intelektual di masa nya, bawalah perubahan-perubahan kecil demi perubahan yang besar.

            Dan gerakan terakhir yang minimal bisa ita lakukan untuk menciptakan Kartini masa kini adalah Transendensi, yakni dengan mengubah hidup yang sebelumnya tidak bermakna menjadi hidup yang penuh arti, demi diri sendiri, baru kemudian orang lain. Sadar atas adanya Tuhan secara makna juga sangat diperlukan disini, mengingat esensi Tuhan dewasa ini sudah tak lagi dihiraukan. Na’udzubillah.

            Dari penjelasan diatas, simpulnya adalah ada minimal tiga gerakan yang dapat memantik kita menjadi pemantik lahirnya Kartini masa kini. Dari kapan kita memulai minimal tiga kegiatan tersebut? Dari sekarang, dan dari setelah bacaan ini selesai dibaca. Lalu, darimana kita memulai? Dari diri sendiri, karena diri sendiri lah aktor utama kehidupan kita. Yap! Selamat mencoba!

            Ingat bahwa Kartini, sekali lagi pernah berujar, “Kami yakin, apabila seseorang berani memulai, banyak yang akan mengikuti. Wahai Angkatan muda! Tiada pandang laki-laki atau perempuan wajiblah berhubungan. Masing-masing secara sendiri-sendiri dapat berbuat sesuatu untuk memajukan, meningkatkan derajat bangsa kami. Tetapi apabila bersatu, mempersatukan kekuatan, bekerja bersama-sama, maka hasil usaha akan lebih besar. Bersatu kita kukuh, bersatu kita berkuasa!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar